Wahsy Bin Harb Bagian 2

  • Home
  • Wahsy Bin Harb Bagian 2
Begitu Perang Uhud sudah selesai, aku kembali bersama pasukan ke Mekkah. Jubair bin Muth’im lalu menetapi janjinya kepadaku dengan membebaskan aku dari belenggu perbudakan, dan akupun merdeka.

Akan tetapi persoalan tentang Muhammad setiap hari semakin berkembang. Kaum muslimin setiap saat semakin terus bertambah. Setiap kali urusan tentang Muhammad semakin membesar, maka semakin besar juga kegalauanku. Dan muncullah rasa panik dan takut dalam diriku.

Aku terus saja merasakan hal itu, sehingga saat Muhammad bersama pasukannya yang amat besar datang untuk menaklukkan kota Mekkah.

Pada saat itu, aku melarikan diri ke Thaif untuk mencari keamanan.

Akan tetapi para penduduk Tha’if tidak menunggu lama untuk akhirnya tunduk kepada Islam. Mereka telah mempersiapkan utusan untuk menjumpai Muhammad dan menyatakan bahwa mereka semua akan masuk ke dalam agamanya.

Pada saat itu, aku bertambah panik dan bumi terasa begitu sempit, dan jalan terasa buntu bagiku. Kemudian aku berkata pada diri sendiri: “Aku akan pergi ke Syam, atau ke Yaman, atau ke negeri lain.”

Demi Allah, aku saat itu sedang dalam kondisi yang amat kalut, tatkala ada seorang pria yang memberikan nasehatnya dengan begitu lembut berkata: “Celaka kamu, ya Wahsy! Demi Allah, Muhammad tidak akan membunuh siapapun dari manusia yang masuk ke dalam agamanya, dan bersaksi dengan kesaksian yang sesungguhnya.”

Begitu aku mendengar ucapannya, maka aku langsung berangkat menuju Yatsrib untuk mencari Muhammad. Begitu aku tiba di sana, aku mencari informasi tentangnya dan akhirnya aku tahu bahwa ia sedang berada di Masjid.

Kemudian aku menghampirinya dengan perlahan dan hati-hati. Aku terus berjalan ke arahnya sehingga aku berdiri di belakang kepalanya dan aku pun berkata: “Asyhadu an La ilaha illa-Llahu wa Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu.”

Begitu ia mendengar dua kalimat syahadat, kemudian ia mengangkat pandangannya. Begitu ia mengenaliku, ia lalu mengalihkan pandangannya dari diriku dan bertanya: “Apakah engkau Wahsy?” Aku Menjawab: “Benar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Duduklah, dan ceritakan kepadaku bagaimana engkau membunuh Hamzah!” Maka aku duduk dan menceritakan kisah pembunuhan Hamzah.

Begitu aku selesai menceritakan kisahku, kemudian Beliau memalingkan wajahnya dari ku sambil bersabda: “Celaka engkau, ya Wahsy! Jauhkanlah wajahmu dariku. Aku tidak mau melihatmu lagi setelah hari ini!”

Sejak saat itu aku selalu menghindari agar pandangan Rasulullah Saw melihat ke arahku. Jika para sahabat duduk dihadapan Beliau, maka aku akan mengambil tempat di belakangnya.

Aku terus melakukan hal itu, sehingga Rasulullah Saw dipanggil untuk datang keharibaan Tuhannya.

Kemudian Wahsy menambahkan: “Meski aku tahu bahwa Islam akan menghapus segala kesalahan yang dilakukan sebelumnya, akan tetapi aku terus merasakan kekejian tindakan yang pernah aku lakukan. Dan aku merasakan kejahatan yang amat hebat yang pernah aku timpakan kepada Islam dan kaum muslimin. Aku terus mencari kesempatan untuk membayar segala kesalahan yang pernah aku perbuat.”

Begitu Rasulullah berpulang keharibaan Tuhannya, dan kekhalifahan berpindah ke tangan Abu Bakar. Dan Banu Hanifah pendukung Musailamah Al Kadzzab mulai kembali murtad. Khalifah Abu Bakar menyiapkan sebuah pasukan untuk menghadapi Musailamah dan mengembalikan kaumnya, yaitu Bani Hanifah kepada agama Allah.

Pada saat itu aku berkata pada diriku sendiri: “Demi Allah, inilah kesempatanmu wahai Wahsy. Manfaatkanlah dengan baik, dan jangan biarkan ia terlepas dari genggamanmu.

Lalu akupun berangkat bersama pasukan muslimin. Aku membawa alat perangku yang telah membunuh Hamzah bin Abdil Muthalib. Aku bersumpah dalam hati bahwa aku akan membunuh Musailamah dengan senjataku ini, atau aku akan mendapatkan kesyahidan.

Begitu pasukan muslimin mendesak Musailamah dan pasukannya di Hadiqatul Maut (Taman Kematian) dan mengejar para musuh Allah. Aku lalu mencari-cari Musailamah dan aku mendapatinya sedang berdiri sambil menggenggam sebilah pedang di tangannya. Aku pun melihat seorang pria dari Anshar yang sedang mengintai untuk membunuhnya seperti yang aku lakukan: rupanya kami berdua telah berniat untuk membunuhnya…

Begitu aku telah mendapatkan posisi yang tepat ke arahnya. Mak aku langsung mengarahkan senjatanku sehingga ia stabil di tanganku dan kemudian aku lemparkan ke tubuhnya. Dan akhirnya senjataku pun bersarang di tubuhnya.

Begitu aku sudah melemparkan senjataku ke tubuh Musailamah, maka orang dari suku Anshar tadi langsung melompat ke arahnya dan menebaskan pedangnya dengan sebuah sabetan.

Maka hanya Tuhanlah yang tahu siapa di antara kami yang telah berhasil membunuhnya.

Jika ternyata aku yang telah berhasil membunuhnya; maka aku telah menjadi orang yang telah membuhuh orang terbaik setelah Muhammad sAw, dan aku juga yang telah berhasil membunuh orang terjahat.