Hari terus berganti, dan banyak kejadian yang telah berlalu. Sementara Thalhah bin Ubaidillah semakin dewasa hari demi hari. Perjuangannya di jalan Allah dan Rasul-Nya semakin besar dan agung. Baktinya kepada Islam dan kaum muslimin semakin berkembang. Sehingga kaum muslimin memanggilnya dengan panggilan Al Syahid Al Hayy (Seorang syahid yang hidup). Rasulullah Saw sendiri memanggil dirinya dengan sebutan: Thalhah Al Khair (Thalhah yang baik), Thalhah Al Juud (Thalhah yang penderma), dan Thalhah Al Fayyadh (Thalhah yang pemurah). Masing- masing dari panggilan ini memiliki kisahnya sendiri yang tidak kalah menarik.
Kisah namanya yang disebut sebagai As Syahid Al Hayy (seorang syahid yang hidup) bermula pada perang Uhud saat kaum muslimin berpencar dari barisan dan meninggalkan Rasulullah Saw. Tidak ada orang yang melindungi Beliau selain 11 orang Anshar dan Thalah bin Ubaidillah dari kaum Muhajirin.
Saat itu Nabi Saw sedang menaiki sebuah gunung bersama beberapa sahabatnya, beberapa orang dari kaum musyrikin menyusul Beliau dan berniat membunuhnya. Rasulullah Saw bertanya: “Siapa yang mampu memukul mundur mereka semua, maka ia akan menjadi temanku di surga?” Thalhah berkata: “Saya mampu, ya Rasulullah!”
Rasul Saw bersabda: “Tetaplah di tempatmu!” Seorang pria dari Anshar berkata: “Saya mampu, ya Rasulullah!” Rasul menjawab: “Baik. Engkau saja yang melakukannya!”
Maka orang Anshar itu pun melawan para musyrikin sehingga ia terbunuh. Kemudian Rasulullah Saw masih terus menaiki gunung tersebut bersama beberapa sahabatnya, dan kaum musyrikin pun terus mengejar Beliau.
Rasul Saw bertanya: “Adakah seorang pria yang mampu menghadapi mereka?”
Thalhah menjawab: “Saya mampu, ya Rasulullah!” Rasul bersabda: “Tidak, tetaplah di tempatmu!”
Seorang pria lain dari Anshar berkata: “Saya mampu melakukannya, ya Rasulullah!”
Rasul menjawab: “Baik. Engkau saja yang melakukannya!”
Kemudian pria tadi menghadang kaum musyrikin sehingga ia pun terbunuh.
Rasul Saw terus menaiki gunung, dan kaum musyrikin masih terus mengejarnya. Rasul Saw terus saja mengatakan hal serupa kepada para pengikutnya.
Dan Thalhah terus saja menjawab: “Saya mampu melakukannya, ya Rasulullah!” Namun Rasul Saw selalu mencegahnya dan Rasul Saw mengizinkan orang Anshar untuk menghadapi mereka, sehingga mereka semua mati sebagai syahid. Tidak ada yang tersisa menemani Rasul Saw saat itu selain Thalhah, sedangkan kaum musyrikin terus mengejar. Maka pada saat itulah Rasulullah Saw bersabda kepadanya: “Baiklah, saat ini engkau boleh menghadang mereka!”
Pada saat itu Rasulullah Saw telah tanggal gigi gerahamnya, dahi dan bibir Beliau terluka. Darah mengalir dari wajahnya dan Beliau sudah merasa lelah. Thalhah langsung menyerang kaum musyrikin yang mengejar Nabi Saw sehingga ia mampu menghadang mereka untuk mengejar Rasul Saw. Kemudian ia kembali lagi menemui Nabi Saw sehingga ia dan Beliau naik sedikit ke arah puncak gunung, lalu menempatkan Beliau di tanah. Dan ia kembali lagi menghadang kaum musyrikin. Ia terus saja melakukan hal itu sehingga dapat mencegah kaum musyrikin agar tidak mengejar Nabi Saw.
Abu Bakar berkata: “Pada saat itu aku dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah berada jauh dari Rasulullah Saw. Begitu kami berjumpa dan hendak mengobati Beliau, Beliau bersabda: “Tinggalkan aku dan bantulah sahabat kalian (maksudnya adalah Thalhah)!”
Ternyata kami menemui Thalhah sudah bersimbah darah. Di tubuhnya tidak kurang dari 70 luka pedang, tusukan tombak dan anak panah. Ia sudah kehilangan telapak tangannya dan telah terjatuh pada sebuah lubang yang tertutup.
Setelah itu Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat seorang manusia yang berjalan di muka bumi dan ia telah meninggal, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah!”
Abu Bakar As Shiddiq ra jika teringat peristiwa Uhud maka ia akan mengatakan: “Hari itu semuanya adalah milik Thalhah.”
Demikianlah kisahnya mengapa Thalhah dipanggil dengan As Syahid Al Hayy, sedangkan mengapa dia dipanggil dengan Thalhah Al Khair dan Thalhah Al Juud, maka ada 101 kisah yang dapat menceritakannya.
Salah satunya adalah bahwa Thalhah adalah seorang pedagang yang memiliki perdagangan yang besar dan melimpah. Suatu saat ia berhasil membawa harta dari Hadramaut yang mencapai 700 ribu dirham. Pada malam harinya ia merasa takut dan khawatir.
Istrinya yang bernama Ummu Kultsum binti Abu Bakar As Shiddiq mendatanginya dan bertanya: “Ada apa denganmu, wahai Abu Muhammad (Pent. Nama panggilan Thalhah)?! Apakah ada di antara kami yang telah berbuat kesalahan terhadapmu?!” Ia menjawab: “Tidak, Istri seorang suami muslim terbaik adalah engkau! Akan tetapi sejak semalam aku berpikir dan bertanya: “Apakah sangkaan seorang muslim kepada Tuhannya jika ia tertidur dengan harta sejumlah ini berada di rumahnya?!” Istrinya bertanya: “Apa yang membuatmu gundah akan harta tersebut?! Di mana dirimu saat banyak orang yang membutuhkan di kalangan kaum dan kerabatmu?! Esok pagi, bagikanlah harta tersebut kepada mereka!”
Thalhah berkata: “Semoga Allah merahmatimu. Engkau adalah seorang wanita yang diberi petunjuk putri dari orang yang telah diberi petunjuk (Abu Bakar As Shiddiq).”
Keesokan harinya ia menempatkan harta tersebut di kantung-kantung dan piring besar. Ia membagikan harta tersebut kepada para fakir dari kaum Muhajirin dan Anshar.
Diriwayatkan juga bahwa ada seorang pria yang datang kepada Thalhah bin Ubaidillah yang meminta pertolongannya, kemudian pria tadi menyebutkan bahwa mereka berdua masih ada hubungan kerabat. Maka Thalhah langsung berkata: “Rupanya orang ini adalah familiku, dan tidak ada seorangpun yang memberitahukannya kepadaku sebelumnya. Dan aku memiliki sepetak tanah yang akan dibayar oleh Utsman bin Affan seharga 300 ribu. Jika engkau mau, ambillah tanah tersebut. Dan jika engkau mau, aku akan menjualnya kepada Utsman seharga 300 ribu, dan aku akan memberikan uangnya kepadamu.
Pria tersebut berkata: “Aku lebih memilih uangnya saja.”
Dan Thalhah pun memberikan uang tersebut kepadanya!
Selamat kepada Thalhah Al Khair dan Thalhah Al Juud dengan julukan yang diberikan oleh Rasulullah Saw kepadanya. Semoga Allah Swt meridhainya dan menerangi kuburnya.