Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin.
Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka. Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah- kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.
Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini; pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang menang adalah yang mampu bertahan setelah pasukan musuh menarik diri.
Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan memberikan pandangan.
Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan.
Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk menceritakan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini.
Hudzaifah berkisah:
Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri.
Kemudian para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh – sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan yang berjumlah sekitar 300 orang saja.
Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth(Pakaian tak berjahit seperti sarung), milik istriku yang hanya sebatas lutut saja.
Kemudian Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk ke tanah karena aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan informasi tersebut kepadaku!”
Berangkatlah aku padahal aku adalah orang yang paling merasa takut dan merasa amat dingin. Kemudian Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!”
Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin.
Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap kaum tersebut sebelum kau datang kepadaku!” Kemudian aku menjawab: “Ya.” Kemudian aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura menjadi salah seorang dari mereka.
Tidak lama aku di sana, kemudian Abu Sufyan berdiri sambil berkhutbah:
“Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah
oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka akupun kemudian menarik tangan orang yang berada di sampingku dan aku bertanya kepadanya: “Siapa kamu?” Ia menjawab: “Fulan bin Fulan.”
Kemudian Abu Sufyan meneruskan: “Wahai bangsa Quraisy, Demi Allah kalian memiliki posisi yang tidak stabil. Kendaraan milik kita telah rusak. Bani Quraidzah telah meninggalkan kita. Dan kita telah diserang oleh angin yang begitu kencang seperti yang kalian lihat sendiri. Berangkatlah kalian, sebab aku akan berangkat.” Kemudian ia naik ke punggung unta, kemudiania melepaskan talinya. Ia lalu duduk di atas unta tersebut, kemudian menghentakkannya… Kalau saja Rasulullah Saw tidak menyuruhku agar aku tidak melakukan apapun juga sehingga aku kembali kepadanya, pasti aku sudah dapat membunuhnya dengan panah.
Kemudian aku kembali menghadap kepada Nabi Saw dan aku dapati Beliau sedang berdiri melakukan shalat di atas sebuah mirth(Pakaian tak berjahit seperti sarung) milik salah seorang istrinya. Begitu Beliau melihatku kemudian ia mendekatkan aku ke arah kakinya dan melemparkan ujung mirth(Pakaian tak berjahit seperti sarung) kepadaku dan akupun menceritakan informasi yang baru aku ketahui. Kemudian Beliau begitu senang saat mendengarnya lalu memuji Allah Swt.
Hudzaifah bin Al Yaman menjadi orang yang dipercaya untuk mengetahui rahasia orang-orang munafik selagi ia hidup. Para khalifah pun selalu berkonsultasi kepadanya. Bahkan Umar bin Khattab ra bila ada salah seorang muslim yang meninggal ia akan bertanya: “Apakah Hudzaifah turut hadir untuk shalat jenazah?” Kalau kaum muslimin menjawab ya, maka ia pun akan turut shalat. Jika mereka menjawab tidak, maka khalifah akan ragu dan lebih memilih untuk tidak melakukan shalat jenazah.
Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah suatu saat: “Adakah salah seorang dari para petugasku yang termasuk kaum munafikin?” Hudzaifah menjawab: “Ada, satu orang!” Umar berkata: “Tunjukkan kepadaku siapa orangnya!” Hudzaifah menjawab: “Aku tidak akan melakukannya.”
Hudzaifah berkata: Akan tetapi tidak lama kemudian Umar melengserkannya seolah Umar telah diberi petunjuk.
Barangkali hanya sedikit kaum muslimin yang mengetahui bahwa hudzaifah bin al Yaman adalah orang yang telah berjasa kepada kaum muslimin dalam menaklukan Nahawand, Dinawar, Hamadzan dan Ray. Dia juga yang menjadi tokoh dalam menyatukan muslimin untuk menggunakan satu mushaf Al Qur’an setelah hampir mereka berseteru tentang Kitabullah.
Meski demikian Hudzaifah bin Al Yaman amat takut kepada Allah akan dirinya sendiri, dan amat khawatir akan hukuman-Nya.
Saat ia menderita mati menjelang ajal. Beberapa orang sahabat mendatanginya di tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka: “Jam berapa sekarang?” Mereka menjawab: “Sudah hampir Shubuh.” Ia lalu berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka… Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka.” Kemudian ia bertanya: “Apakah kalian sudah membawa kafan?” Kemudian ia berkata lagi: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam kain kafan! Jika aku memiliki kebaikan di sisi Allah, maka aku akan menggantikan kafan tersebut dengan sebuah kebaikan lagi, Meskipun kebaikan yang lain telah diambil dari diriku.”
Kemudian ia berdo’a: “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku lebih memilih hidup miskin daripada kaya. Aku lebih memilih hidup hina daripada terhormat. Dan aku lebih memilih kematian daripada hidup.”
Kemudian ia berkata sambil melepaskan nafas terakhirnya: “Seorang kekasih datang untuk menemui yang dirindukannya. Tidak akan beruntung orang yang menyesal…”
Semoga Allah merahmati Hudzaifah bin Yaman. Dia telah menjadi tipologi manusia yang jarang terdapat di muka bumi ini.