Keluarga Yasir (Yasir, Sumayyah, dan Amar) Bagian 1

  • Home
  • Keluarga Yasir (Yasir, Sumayyah, dan Amar) Bagian 1
“Bersabarlah Wahai Keluarga Yasir… Sebab Tempat Kalian adalah Surga” (Muhammad Rasulullah)


Di suatu pagi yang cerah dan bercuaca segar, tibalah sebuah kafilah dari Yaman di penghujung kota Mekkah.

Begitu Yasir bin Amir bin Amir Al Kina’I melihat Ka’bah yang dimulyakan maka ia terpesona dengan keagungannya. Hatinya merasa senang dengan memandangnya. Karena kedua matanya belum pernah sebahagia kini saat melihat bangunan tersebut.

Kedatangan Yasir ke Mekkah bukanlah untuk berdagang sebagaimana kebiasaan para kafilah. Akan tetapi kedatangan ia dan kedua saudaranya yang bernama Al Harits dan Malik kesana adalah untuk mencari saudara mereka yang sudah bertahun-tahun menghilang dan tidak sedikitpun mereka mendapatkan berita tentang keberadaannya.

Ketiga pemuda tersebut mencari saudara mereka ke semua tempat. Mereka menanyakan tentang keberadaan saudara mereka kepada semua jama’ah. Sehingga mereka merasa putus asa dan berselisih pendapat.

Al Harits dan Malik kembali ke tempat bermain dan kampung halamannya di Yaman.

Sedangkan Yasir malah tertarik untuk menetap di Mekkah sebagai tempat tinggal dan tanah air.

Yasir bin Amir belum mengetahui saat ia mengambil keputusannya tersebut akan kemulyaan apa yang bakal ia terima.

Ia juga tidak pernah tahu bahwa ia akan masuk dalam catatan sejarah.

Ia juga tidak tahu bahwa dari tulang sumsumnya akan muncul seorang anak yang akan menghiasi dunia. Akan tetapi Yasir tidak memiliki keluarga dan kerabat yang dapat melindunginya di sana.


Maka orang asing seperti Yasir, haruslah mendapatkan dukungan dari seorang pemuka kaum, agar ia dapat menjalani hidup dengan aman dan nyaman di dalam masyarakat yang tidak memberikan ruang bergerak bagi mereka yang lemah.

Tidak ada pilihan lain baginya kecuali mendapatkan dukungan dari Abu Hudzaifah Al Mughirah Al Makhzumy.

Abu Hudzaifah melihat adanya sikap yang luhur pada diri Yasir. Ia juga adalah orang yang berperangai baik yang membuat Abu Hudzaifah jatuh hati kepadanya. Abu Hudzaifah pun menikahkan Yasir dengan budak wanita miliknya yang dikenal dengan Sumayyah binti Khibath.

Hasil pertama dari pernikahan ini adalah lahirnya seorang bocah yang memberikan kebahagiaan terbesar bagi kedua orang tuanya. Keduanya memberikan nama kepada bocah yang baru lahir dengan nama Ammar.

Kegembiraan mereka semakin besar saat Abu Hudzaifah membebaskan dan memerdekakan Ammar.

Keluarga tersebut tinggal di bawah asuhan Bani Makhzum dan menjalani hidup yang damai dan penuh cinta.

Hari terus berganti dan tahun terus berlalu. Yasir dan Sumayyah pun sudah semakin tua kini. Sedangkan Ammar telah menjadi seorang pemuda dewasa.

Lalu teranglah dunia ini dengan datangnya cahaya Tuhan. Muncullah dari ngarai Mekkah cahaya kebaikan dan kebenaran yang meliputi alam. Cahaya tersebut menutupi dunia dengan keadilan dan kebaikan.

Nabi Saw mulai menyampaikan risalah Tuhannya dengan terang- terangan.Ia memberikan peringatan dan kabar kebaikan kepada kaumnya. Ia mengajak kaumnya kepada kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Ammar bin Yasir mendengar berita tentang dakwah baru ini dari pembicaraan manusia sehingga ia membuka telinga, hati dan akalnya untuk mendengarkan berita tersebut. Akan tetapi Ammar saat mendapati dirinya tidak ada yang mengantarkannya kesana, ia merasa gundah.

Ia berujar dalam dirinya: “Celaka engkau ya Ammar! Apa yang membuatmu merasa haus, padahal sumber air sudah dekat dengan dirimu?!”


Ayo… datangilah pemilik risalah tersebut. Ayo datangi Muhammad bin Abdullah. Sebab ia dan para sahabatnya memiliki berita yang meyakinkan.”

Pada saat itu juga, Ammar bin Yasir berangkat menuju Dar Al Arqam bin Abi Al Arqam. Di tempat itulah ia berjumpa dengan Nabi Saw dan mendengar sabda Beliau yang mampu mengguncangkan hatinya.

Ammar menerima petunjuk Nabi yang mampu mengisi hatinya dengan hikmah dan cahaya.

Ammar lalu mengulurkan tangannya dan berkata: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa Asyhadu annaka abduhu wa Rasuluhu.”

Ammar bin Yasir segera pulang untuk menemui ibunya Sumayyah dan mengajaknya untuk masuk Islam. Dengan segera Sumayyah menyambut ajakan tersebut seolah sudah dijanjikan.

Kemudian Ammar menghadapi bapaknya yang bernama Yasir dan Ammar mengajak ayahnya sebagaimana ia mengajak ibunya.

Ayahnya tidak kalah dengan ibunya saat menyambut seruan ini. Maka keluarga ini segera bergabung dengan rombongan cahaya Islam dan cahaya mereka masih saja menerangi relung hati setiap mukmin hingga saat ini.

Hal ini akan terus berkelanjutan –dengan izin Allah- sehingga Allah akan mewarisi bumi ini dan orang yang berada di dalamnya.

Keislaman ketiga orang ini tersiar di Bani Makhzum, dan mengundang kemarahan dan emosi mereka.

Mereka bersumpah bahwa mereka akan dapat mengembalikan ketiga orang tersebut dari Islam atau mereka akan mencelakakan keluarga tersebut.

Maka mereka menangkap kedua orang tua dan anak mereka ke padang pasir Mekkah. Mereka memakaikan baju besi kepada keluarga itu dan memandikan mereka dengan cahaya matahari yang terik. Mereka tidak memberikan air kepada keluarga tersebut, dan tanpa berhenti mereka terus memukul keluarga itu.

Sehingga kerongkongan mereka kering. Keringat mereka habis. Kulit menjadi pecah dan darah bertetesan.

Bila itu semua telah terjadi, maka mereka akan membiarkan keluarga tersebut pada hari itu agar mereka dapat melakukan hal tersebut pada keesokan harinya. Suatu hari Rasulullah Saw pernah lewat saat mereka sedang disiksa.

Rasul Saw menjadi sedih karena dirinya tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menolong mereka. Beliau berdiri dihadapan keluarga tersebut seraya bersabda: “Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Sebab tempat kalian adalah surga!”

Jiwa mereka yang sedang disiksa menjadi tentram dan mata mereka menjadi berbinar. Dan nampaklah senyuman dari wajah mereka pertanda ridha.

Penyiksaan tersebut tidak berhenti bagi kedua orang tua Ammar.

Sumayyah saat tengah disiksa didatangi oleh Abu Jahl. Abu Jahl mencacinya dengan keras, dan memakinya dengan ucapan yang amat pedih. Akan tetapi Sumayyah tidak pernah menyerah.