Abu Dzar Al Ghifary (Jundub Bin Junadah) Bagian 1

  • Home
  • Abu Dzar Al Ghifary (Jundub Bin Junadah) Bagian 1
““Bumi Tidak Pernah Mengandung & Langit Tidak Pernah Menaungi Orang yang Lebih Jujur Dari Abu Dzar.” (Muhammad Rasulullah)


Di lembah Waddan yang menyambungkan Mekkah dengan dunia luar ada sebuah kabilah yang tinggal di sana bernama Ghifar.

Suku Ghifar ini hidup dari uang setoran yang diberikan oleh para kafilah yang hendak melakukan perdagangan dari Quraisy ke Syam atau sebaliknya.

Terkadang suku ini hidup dengan merampas para kafilah yang tidak memberikan uang yang mereka pinta.

Jundub bin Junadah yang dikenal dengan Abu Dzar adalah salah seorang dari penduduk kabilah ini. Akan tetapi berbeda dengan lainnya, ia memiliki keberanian hati, otak yang cerdas dan wawasan yang luas. Dan ia merasa tidak suka sekali dengan berhala-berhala yang disembah kaumnya selain Allah Swt. Ia menolak kerusakan agama dan akidah yang terjadi pada kebanyakan bangsa Arab. Ia mencari tahu tentang munculnya seorang Nabi yang baru untuk mengisi akal manusia dan hati mereka serta mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Lalu Abu Dzar-yang saat itu berada di kampungnya- mendengar kisah tentang seorang Nabi yang baru dan muncul di kota Mekkah. Ia lalu berkata kepada saudaranya bernama Anis: “Pergilah ke Mekkah dan carilah kisah tentang orang yang mengaku Nabi itu dan mengkau menerima wahyu dari langit. Dengarkanlah apa yang ia ucapkan dan sampaikan kepadaku!”

Berangkatlah Anis ke Mekkah dan ia berjumpa dengan Rasulullah Saw. Ia pun mendengarkan beberapa sabda Beliau. Kemudian Anis kembali ke desanya dan Abu Dzar lalu menghampirinya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia menanyakan Anis tentang kisah Nabi yang baru dengan penasaran.

Anis berkata: “Demi Allah, menurutku dia adalah seorang yang mengajak untuk memperbaiki akhlak. Ia mengucapkan beberapa kalimat yang bukan syair.” Abu Dzar bertanya: “Apa pendapat orang tentang
dirinya?” Anis menjawab: “Mereka menyebutnya dengan penyihir, dukun dan penyair.” Abu Dzar lalu berkata: “Demi Allah, aku tidak akan merasa puas. Maukah kau menjaga keluargaku agar aku berangkat ke sana dan melihat dia dengan mata kepalaku sendiri?”

Anis menjawab: “Baik, akan tetapi waspadalah terhadap penduduk Mekkah!”

Abu Dzar mempersiapkan bekal untuk berangkat. Ia membawa tempat air kecil bersamanya. Keesokan harinya ia berangkat menuju Mekkah untuk bertemu dengan Nabi Saw dan mengetahui kisah kenabian Beliau langsung darinya.

Abu Dzar tiba di Mekkah dengan diam-diam karena khawatir akan kejahatan penduduknya. Ia telah mendengar kemarahan Quraisy dalam membela tuhan-tuhan mereka dan penyiksaan mereka terhadap orang yang mengaku sebagai pengikut Muhammad Saw.

Oleh karenanya, ia enggan untuk bertanya tentang Muhammad Saw, karena ia sendiri tidak tahu apakah orang yang ia tanyakan nanti termasuk pendukung atau musuh Muhammad?

Begitu malam tiba, Abu Dzar berbaring di dalam Masjid. Lalu Ali ra melintasi Abu Dzar dan Ali tahu bahwa Abu Dzar adalah seorang pendatang. Ali langsung berkata kepadanya: “Ikutilah kami, wahai saudara! Abu Dzar pun mengikutinya dan menginap di rumah Ali. Paginya, Abu Dzar membawa tempat air dan makanannya dan kembali datang ke Masjid tanpa keduanya saling bertanya tentang sesuatu.

Kemudian Abu Dzar menghabiskan hari yang ke dua di Masjid dan ia belum juga mengetahui kabar tentang Nabi Saw. Begitu petang menjelang, ia sudah hendak berbaring di dalam Masjid. Lalu datanglah Ali ra dan berkata kepadanya: “Apakah orang ini tidak tahu rumahnya?!” Kemudian Abu Dzar pergi ke rumah Ali dan menginap di sana pada malam yang kedua. Dan keduanya tidak saling bertanya tentang apapun juga.

Pada malam ketiga Ali berkata kepada Abu Dzar: “Apakah engkau tidak mau bercerita kepadaku mengapa engkau datang ke Mekkah?” Abu Dzar menjawab: “Jika kau berjanji akan menunjukkan apa yang aku cari, maka aku akan mengatakannya.” Maka Ali berjanji untuk melakukannya.

Abu Dzar lalu berkata: “Aku datang ke Mekkah dari tenpat yang jauh untuk berjumpa dengan seorang Nabi baru dan untuk mendengarkan sesuatu yang ia ucapkan.”

Maka merebaklah kebahagiaan Ali ra lalu ia berkata: “Demi Allah, dialah Rasulullah, Dialah... Dialah... Besok pagi ikutilah aku kemana aku pergi. Jika aku melihat sesuatu yang mengkhawatirkan aku akan berhenti seolah sedang menuangkan air. Jika aku berjalan lagi maka ikutilah aku sehingga kau masuk ke sebuah pintu bersamaku!”

Malam itu Abu Dzar tidak bisa tidur nyenyak karena rindu sekali ingin berjumpa dengan Nabi Saw, dan ingin sekali mendengarkan wahyu yang diturunkan kepadanya.

Keesokan paginya, Ali berangkat bersama tamunya menuju rumah Rasulullah Saw. Abu Dzar mengikuti jejaknya dan ia tidak menoleh ke arah manapun hingga keduanya masuk ke rumah Nabi saw. Lalu Abu Dzar berkata: “Assalamu alaika, ya Rasulullah!” Rasul menjawab: “Wa alaika Salamullah wa rahmatuhu wa barakatuhu!”

Abu Dzar menjadi orang pertama yang memberikan salam kepada Rasul Saw dengan tahiyat Islam. Lalu setelah itu ucapan salam menjadi akrab dipakai orang.

Rasulullah Saw mengajak Abu Dzar untuk masuk Islam dan membacakan kepadanya Al Qur’an. Begitu ia mengucapkan kalimatul haq dan masuk ke dalam agama yang baru, maka ia menjadi orang ke empat atau ke lima yang masuk ke dalam Islam.

Sekarang, kita persilahkan Abu Dzar untuk menceritakan kisah selanjutnya sendiri:

Setelah itu aku tinggal bersama Rasulullah Saw di Mekkah dan Beliau mengajarkan Islam kepadaku. Beliau juga mengajarkan aku beberapa ayat Al Qur’an. Beliau bersabda kepadaku: “Jangan kau beritahu siapapun tentang keislamanmu di Mekkah. Aku khawatir mereka akan membunuhmu!” Aku menjawab: “Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya. Aku tidak akan meninggalkan Mekkah sehingga aku datang ke Masjid dan aku akan meneriakkan dakwah kebenaran di hadapan suku Quraisy!” Rasul pun diam.

Aku datang ke Masjid dan suku Quraisy sedang duduk berbincang- bincang di sana. Aku lalu masuk ke tengah-tengah mereka. Aku berteriak dengan sekeras-kerasnya: “Wahai bangsa Quraisy, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.”