Aku menjawab: “Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad Saw” Ia berkata: “Duhai anakku, agamaku adalah agamamu.” Maka akupun berkata: “Kalau begitu, mandilah dan bersihkanlah pakaianmu. Lalu kemarilah agar aku mengajarkan apa yang pernah aku pelajari.” Lalu Beliau mandi dan membersihkan pakaiannya, kemudian Beliau datang menghampiriku sehingga aku paparkan Islam kepadanya dan iapun memeluk Islam. Kemudian istriku datang dan aku berkata kepadanya: ““Kita sudah tidak berhubungan lagi. Aku bukan milikmu dan engkau bukan milikku.” Ia bertanyaL “Mengapa demikian? Demi ibu dan bapakku.” Aku menjawab: “Islam telah memisahkan antara kita. Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad Saw.” Ia berkata: “Kalau begitu, agamaku adalah agamamu.” Aku berkata: “Bersucilah dengan air Dzu Syara!” Ia bertanya: “Demi ibu dan bapakku, apakah engkau tidak khawatir terkena musibah dari Dzu Syara?!” Aku menjawab: “Celaka kamu dan Dzu Syara… aku katakan kepadamu: pergilah dan mandilah di sana di tempat yang jauh dari pandangan manusia. Aku jamin pasti batu yang tuli itu tidak dapat melakukan apapun kepadamu.”
Iapun berangkat dan mandi. Kemudian ia datang lagi dan aku paparkan Islam kepadanya sehingga iapun mau memeluknya. Kemudian aku berdakwah kepada penduduk Daus namun mereka tidak menjawab dengan segera ajakan ini kecuali Abu Hurairah dan Beliau adalah manusia yang paling dulu masuk Islam dari mereka.”
Al Thufail berkata:“Aku mendatangi Rasulullah Saw di Mekkah dan aku mengajak Abu Hurairah saat itu… Nabi Saw bertanya kepadaku: “Apa yang ada di belakangmu wahai Thufail?” Aku menjawab: “Hati yang tertutup, dan kekafiran yang dahsyat. Di daerah Daus kefasikan dan kemaksiatan telah merajalela.” Lalu Rasulullah Saw berdiri, berwudhu lalu shalat dan ia mengangkatkan tangannya ke langit. Abu Hurairah berkata saat itu: “Ketika aku melihat Beliau melakukan hal itu aku khawatir Beliau mendo’akan kaumku sehingga mereka dapat binasa…
Maka akupun berkata: “Ya kaumku….” Akan tetapi Rasulullah Saw berdoa: “Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus.” Lalu Beliau menoleh ke arag Thufail seraya bersabda: “Kembalilah ke kaummu dan berlaku haluslah kepada mereka dan ajaklah mereka memeluk Islam!”
Al Thufail berkata: Aku masih saja terus berdakwah di daerah daus hingga Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Meletuslah perang Badr,Uhud, dan Khandaq. Aku datang menghadap Nabi dengan membawa
80 kepala keluarga dari daerah Daus yang telah masuk Islam dan menjalankan keislamannya dengan baik. Rasulullah Saw menjadi gembira karenanya, dan Beliau membagikan kepada kami jatah ghanimah (harta
rampasan perang) Khaibar. Lalu kami berkata: “Ya Rasulullah, jadikanlah kami pasukan tempur sisi kanan dalam setiap peperangan yang kau lakukan. Dan jadikanlah semboyan kami: “Mabrur”
Al Thufail masih berkisah: “Aku terus mendampingi Rasulullah Saw hingga Beliau menaklukkan Mekkah. Akupun berkata: “Ya Rasulullah, Kirimlah aku ke Dzul Kafain sebuah berhala milik ‘Amr bin Hamamah sehingga aku dapat membakarnya… Rasulpun mengizinkan Thufail untuk melakukan itu; dan ia berangkat menuju berhala itu dengan sebuah pasukan yang terdiri dari para kaumnya.
Begitu ia sampai di sana dengan tekad bulat untuk membakar berhala itu. Rupanya banyak wanita, pria dan anak-anak yang menunggu datangnya musibah bagi diri Thufail. Mereka juga menunggu datangnya petir jika Thufail berani mendekat kepada Dzul Kafain. Akan tetapi Thufail terus mendekat ke arah berhala itu dengan disaksikan oleh para penyembah berhala… ia menyalakan api amarah di hatinya… seraya membacakan mantra:
Wahai Dzul Kafain aku bukanlah termasuk para penyembahmu Kami lahir lebih dahulu daripada dirimu
Aku akan mengisi api dalam hatimu
Seiring api melahap berhala tersebut, maka terlahap juga kemusyrikan yang ada di kabilah Daus. Seluruh kaumnya masuk ke dalam Islam dan mereka melaksanakan keislamannya dengan baik.
Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy setelah itu terus mendampingi Rasul Saw hingga Beliau kembali ke sisi Tuhannya.
Begitu kekhalifahan diserahkan kepada Abu Bakar As Shiddiq, Al Thufail meletakkan diri, pedang dan anaknya untuk taat kepada khalifah Rasulullah Saw.
Tatkala pecah peperangan terhadap kaum murtad, Al Thufail berangkat dalam barisan terdepan kaum muslimin untuk memerangi Musailamah Al Kadzab. Dan ia ditemani oleh anaknya yang bernama ‘Amr.
Saat dalam perjalanan menuju Al Yamamah, Thufail bermimpi dan ia berkata kepada para sahabatnya: “Aku mendapatkan sebuah mimpi, ta’birkanlah oleh kalian mimpi tersebut untukku!” Para sahabatnya bertanya: “Apa mimpimu itu?” Ia menjawab: “Aku bermimpi bahwa kepalaku dicukur, dan ada seekor burung keluar dari mulutku, dan ada seorang wanita yang memasukkan aku ke dalam perutnya. Dan anakku ‘Amr mengejarku dengan cepat namun ada penghalang diantara kami.” Para sahabatnya berkata: “Mungkin akan membawa kebaikan.” Thufail
berkata: “Demi Allah aku telah mencoba mentakwilkannya: adapun kepalaku yang tercukur itu berarti bahwa ia akan terpotong. Sedangkan burung yang keluar dari mulutku maka itu adalah ruhku… Adapun wanita yang memasukkan aku ke dalam perutnya adalah bumi dimana aku dikuburkan… Aku berharap dapat terbunuh sebagai syahid…. Sedangkan anakku yang mengejar diriku itu berarti bahwa ia juga mencari kesyahidan seperti yang akan aku dapatkan –jika Allah mengizinkan- akan tetapi ia akan mendapatkannya pada kesempatan selanjutnya.
Dalam peperangan Al Yamamah seorang sahabat agung yang bernama Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy tertimpa ujian yang begitu besar, sehingga ia jatuh tersungkur sebagai seorang syahid di medan perang.
Sedangkan anaknya yang bernama ‘Amr masih terus berperang sehingga sekujur tubuhnya penuh dengan luka dan telapak tangan kanannya putus. Ia pun kembali ke Madinah dari Al Yamamah tanpa ayah dan telapak tangannya.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ‘Amr bin Thufail datang menghadap. Saat itu Umar sedang mendapat makanan, dan banyak orang yang berada di sekelilingnya. Umar mengajak semua orang tadi untuk menikmati makanannya. ‘Amr menolak undangan makan itu. Umar lalu berkata kepadanya: “Apa yang terjadi denganmu… apakah engkau tidak mau makan karena merasa malu karena tanganmu.” Ia menjawab: “Benar, ya Amirul Mukminin.” Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak akan mencicipi makanan ini hingga ia tersentuh oleh tanganmu yang buntung itu… Demi Allah tidak ada seorangpun di kaum ini yang sebagian anggota tubuhnya berada di surga selain kamu, (maksudnya adalah tangan ‘Amr).
Impian untuk mendapatkan syahadah (mati syahid) terus membayangi ‘Amr sejak ia berpisah dengan ayahnya. Begitu perang Yarmuk meletus, ‘Amr segera menyambutnya dengan orang-orang lain yang bersemangat. Ia terus saja berperang sehingga ia mendapatkan syahadah seperti yang didapatkan ayahnya.
Semoga Allah merahmati Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy; dia adalah seorang syahid ayah dari seorang syahid.