Ia juga mengira bahwa mengumumkan kepada orang lain apa yang ia dengar dari Al Julas adalah merupakan kedurhakaan dirinya kepada orang yang telah menjadi seperti ayah baginya, dan membalas air susu dengan air tuba. Al Julas lah yang telah memelihara dia yang tadinya hanyalah seorang yatim. Ia telah mencukupkan kebutuhan dirinya dari kefakiran, dan menggantikan posisi ayahnya.
Tiada lain, bagi bocah ini haruslah memilih mana yang paling manis dari dua pilihan pahit. Sesegera mungkin Umair memilih…
Ia menatap Al Julas sambil berkata: “Demi Allah, ya Julas, tidak ada orang yang lebih aku cintai setelah Muhammad bin Abdullah selain kamu… Engkau adalah orang yang aku sayangi.Engkau adalah orang yang paling mencintaiku. Namun engkau telah mengucapkan kalimat yang bila aku ceritakan kepada orang lain, maka aku sudah membuatmu sulit.
Namun jika aku sembunyikan, itu berarti aku telah mengkhianati amanahku dan aku sama saja telah mencelakakan agama dan diriku. Aku bertekad untuk datang menghadap Rasulullah Saw dan menceritakan apa yang telah kau katakan. Sadarilah apa yang telah kau lakukan.
Pemuda Umair bin Sa’d berangkat ke masjid dan menceritakan kepada Rasulullah Saw apa yang ia dengar dari Al Julas bin Suwaid.
Maka Rasul Saw meminta Umair tinggal bersamanya dan Beliau mengirim salah seorang sahabatnya untuk memanggil Al Julas.
Tidak berselang lama, maka datanglah Al Julas kemudian ia memberi salam kepada Rasulullah lalu duduk dihadapan Rasulullah Saw. Nabi Saw bertanya kepada Al Julas: “Ucapan apa yang kau katakan dan didengar oleh Umair bin Sa’d?!”… Rasul menyebutkan seperti apa yang telah ia ucapkan.
Al Julas lalu berkata: “Dia telah berbohong tentangku dan telah membuat-buatnya, Ya Rasulullah! Aku tidak pernah mengucapkan hal itu.”
Maka para sahabat memandangi Al Julas dan Umair bin Sa’d seolah mereka ingin melihat dari roman wajah keduanya apa yang tersimpan di dalam dada.
Mereka lalu saling berbisik. Salah seorang yang memiliki penyakit di hatiny berkata: “Ini adalah pemuda yang durhaka. Ia mau membalas kebaikan orang yang mengasuhnya dengan keburukan.”
Salah seorang lagi mengatakan: “Malah, anak ini tumbuh dalam ketaatan kepada Allah. Raut mukanya menggambarkan hal itu.”
Rasul Saw memandang Umair. Beliau mendapati wajah Umair memerah, dan air mata mengalir dari bola matanya. Air mata tersebut menetes di pipi dan dadanya dan ia berdo’a: “Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya… Ya Allah, turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya.”
Maka berdirilah Al Julas sambil berkata: “Apa yang aku ceritakan kepadamu adalah benar, ya Rasulullah. Jika engkau berkenan, kami akan bersumpah dihadapanmu. Aku bersumpah kepada Allah bahwa aku tidak mengatakan seperti apa yang disampaikan Umair kepadamu.”
Al Julas tidak berhenti mengucapkan sumpahnya sehingga mata manusia tertuju kepada Umair bin Sa’d sehingga Rasulullah terdiam. Para sahabat tahu bahwa ini pertanda turunnya wahyu. Mereka berdiri tak bergeming. Tidak satupun yang bergerak. Mereka membeku dan pandangan mereka tertuju kepada Nabi Saw.
Saat itu, baru muncul rona ketakutan dan malu di wajah Al Julas. Munculah kemenangan pada Umair. Semua orang merasakan itu sehingga Rasulullah Saw siuman lagi. Beliau lalu membaca:
“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka denga azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. At-Taubah [9] :74)
Al Julas gemetar ketakutan usai mendengar ayat tersebut. Hampir saja lisannya terlilit karena takut. Kemudian ia menatap Rasulullah Saw dan berkata: “Aku bertaubat, ya Rasulullah… aku bertaubat. Umair benar, ya Rasulullah dan aku adalah orang yang berdusta. Pintalah Allah untuk menerima taubatku, aku siap menjadi tebusanmu, ya Rasulullah!”
Lalu Rasulullah saw melihat ke arah Umair bin Sa’d, rupanya air mata kebahagiaan telah membasahi wajahnya yang bersinar dengan cahaya iman.
Rasul Saw lalu menjulurkan tangannya yang mulia ke telinga Umair dan memegangnya dengan lembut sambil berkata: “Telingamu telah jujur mendengarkan, wahai anak dan Tuhanmu telah membenarkanmu.”
Al Julas kembali ke pangkuan Islam dan ia menjalankan keislamannya dengan baik. Para sahabat mengetahui perbaikan kondisinya karena ia memberikan banyak kebaikan kepada Umair.
Al Julas berkata setiap kali diingatkan tentang Umair:
“Allah akan membalasnya atas kebaikan yang ia lakukan padaku. Ia telah menyelamatkan aku dari kekafiran, dan membebaskan diriku dari api neraka.”Wa ba’du… ini bukanlah kisah yang paling menarik dalam hidup seorang pemuda yang menjadi sahabat Rasul bernama Umair bin Sa’d.
Dalam hidupnya banyak sekali kisah yang lebih baik dan menarik. Sampai jumpa lagi dengan kisah Umair bin Sa’d pada usia dewasanya.
Dalam Usia Dewasa
“Aku Amat Berharap Memiliki Orang Seperti Umair bin Sa’d untuk Menjadi Pembantuku dalam Menangani Urusan Kaum Muslimin.” (Umar bin Khattab)
Baru saja kita mengetahui sebuah kisah hidup seorang sahbat yang terkenal Umair bin Sa’d pada usia mudanya. Mari bersama kita ikuti kisah hidupnya yang hebat pada usia dewasanya. Kalian akan mendapati bahwa kisah ini tidak kalah menarik dengan kisah yang pertama.
Penduduk Himsh adalah penduduk yang paling sering mengeluhkan pemimpin mereka. Tidak ada seorang wali yang datang kepada mereka, kecuali mereka mendapati pada diri wali tersebut banyak sekali aib dan dosa yang ia lakukan dan mereka akan melaporkan hal ini kepada Khalifatul Muslimin, dan mereka berharap agar Khalifah berkenan menggantikannya dengan yang lebih baik lagi.