Shuhaib berangkat menuju rumah Al Arqam dengan amat hati-hati. Sesampainya di sana, ia menjumpai Ammar bin Yasir di depan pintu, dan ia sudah mengenal dia sebelumnya. Shuhaib agak grogi sejenak kemudian ia menghampirinya lalu berkata: “Apa yang kau hendak lakukan, ya Ammar?” Ammar lalu bertanya balik: “Engkau sendiri, apa yang hendak engkau lakukan?” Shuhaib menjawab: “Aku ingin menjumpai orang ini untuk mendengarkan apa yang ia katakan.” Ammar membalas: “Akupun hendak melakukan hal yang sama.” Shuhaib berkata: “Kalau begitu, mari kita masuk sama-sama dengan berkah Allah!”
Shuhaib bin Sinan Al Rumy dan Ammar bin Yasir menjumpai Rasulullah saw dan mendengarkan apa yang Beliau sampaikan. Lalu cahaya keimanan terbit di hati mereka berdua. Keduanya berlomba untuk menjulurkan tangan mereka ke arah Rasulullah Saw. Keduanya bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba sekaligus utusan-Nya. Keduanya menghabiskan hari mereka bersama Rasul Saw untuk menyerap petunjuk Beliau dan menemani Beliau sepanjang hari.
Saat malam tiba dan suasana mulai tenang, keduanya keluar meninggalkan Rasulullah di kegelapan malam. Masing-masing telah membawa cahaya di dalam dada mereka yang dapat menyinari seluruh dunia.
Shuhaib merasakan penyiksaan dirinya yang dilakukan oleh para suku Quraisy. Bersamanya adalah Bilal, Ammar, Sumayyah, Khabbab dan lain- lain yang termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk ke surga. Mereka merasakan kebengisan suku Quraisy yang jika dipindahkan ke gunung, pasti gunung tersebut akan hancur berantakan. Shuhaib merasakan semua penderitaan itu dengan jiwa yang tenang lagi sabar. Dan ia menyadari bahwa jalan ke surga sarat dengan penderitaan.
Begitu Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah. Shuhaib berniat untuk berangkat bersama Rasulullah Saw dan Abu Bakar. Akan tetapi Quraisy mengetahui rencana Shuhaib untuk berhijrah, lalu mereka menghalangi Shuhaib untuk melaksanakan niatnya. Suku Quraisy juga memasang beberapa orang untuk memata-matai Shuhaib agar ia tidak lari dari mereka sehingga membawa apa yang telah ia dapatkan dari mereka lewat perdagangan berupa emas dan perak.
Setelah Rasul Saw dan Abu Bakar berhijrah, Shuhaib menunggu- nunggu saat yang tepat untuk menyusul mereka akan tetapi ia tidak berhasil. Itu dikarenakan, karena mata para pengintai selalu mengawasi gerak-geriknya. Karenanya, ia tidak bisa menemukan jalan kecuali dengan sebuah tipuan.
Pada suatu malam yang dingin, Shuhaib bolak-balik ke kamar kecil seolah-olah ia ingin buang air. Ia belum juga selesai dari buang airnya, maka ia kembali lagi ke kamar kecil.
Salah seorang yang mengawasinya berkata: “Bersantailah kalian, Lata dan Uzza telah membuatnya mual-mual!” Kemudian mereka mulai merebahkan diri, dan tak lama kemudian mereka tertidur.
Begitu mereka tak sadarkan diri, Shuhaib menyusup pergi dan menuju ke Madinah.
Tidak lama setelah Shuhaib pergi, para pengintai Shuhaib sadarkan diri. Mereka langsung lompat dari tidur mereka. Mereka langsung
menunggangi kuda-kuda mereka. Lalu menghentakkan tali kendalinya guna menyusul Shuhaib.
Saat Shuhaib menyadari bahwa mereka menyusulnya. Ia berdiri di sebuah tempat yang tinggi, lalu mengluarkan anak panahnya dari sarung. Ia mengarahkan busur sambil berkata: “Wahai bangsa Quraisy, Demi Allah, kalian telah tahu bahwa aku adalah orang yang paling hebat dalam memanah dan paling tepat mengenai sasaran. Demi Allah, kalian tidak akan dapat menangkapku sehingga setiap anak panah yang aku miliki dapat membunuh satu orang dari kalian. Lalu aku akan mengibaskan pedang kepada kalian, bila anak panah yang aku miliki telah habis!”
Lalu salah seorang dari Quraisy menjawab: “Demi Allah, kami tak akan membiarkan engkau berlari membawa diri dan hartamu. Engkau dulu datang ke Mekkah tanpa membawa apa-apa dan kau adalah seorang miskin dulunya. Sekarang engkau telah kaya dan telah mencapai posisi seperti saat ini.”
Shuhaib lalu berkata: “Bagaimana pendapat kalian, bila aku tinggalkan hartaku. Apakah kalian akan membiarkan aku pergi?” Mereka menjawab: “Ya!”
Lalu Shuhaib menunjukkan tempat penyimpanan harta di dalam rumahnya di Mekkah. Lalu bangsa Quraisy mendatangi tempat itu dan mengambil harta Shuhaib. Kemudian mereka membiarkan Shuhaib berangkat.
Shuhaib langsung berangkat ke Madinah untuk menyelamatkan agama Allah. Ia tidak menyesal dengan harta yang telah ia berikan meskipun ia telah mengumpulkannya sepanjang umur.
Setiap kali ia merasa lelah dalam perjalanan, maka kerinduan kepada Rasulullah Saw membuatnya kembali semangat dan meneruskan perjalanannya.
Saat ia tiba di Quba, Rasulullah Saw melihat Shuhaib yang datang. Maka Rasul Saw langsung menyambutnya dengan ramah seraya berkata: “Perdagangan untung, Ya Abu Yahya. Perdagangan untung!” Rasul Saw mengulanginya sampai tiga kali.
Maka kegembiraan mendominasi wajah Shuhaib yang kemudian berkata: “Demi Allah, tidak ada yang mendahuluiku dalam perjalanan ini, ya Rasulullah. Tiada yang memberi kabar kepadamu tentang kedatanganku selain Jibril.”Benar, telah beruntung perdagangan dan benar wahyu dari langit itu. Dan ini disaksikan oleh Jibril, saat Allah Swt menurunkan ayat tentang Shuhaib yang berbunyi:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 207)
Beruntung sekali Shuhaib bin Sinan Al Rumy, dan ia beruntung dengan tempat kembali yang amat baik.