Zaid Al Khair Bagian 1

  • Home
  • Zaid Al Khair Bagian 1
“Alangkah Banyaknya Kebaikanmu, Ya Zaid. Manusia Seperti Apa Engkau Ini?” (Muhammad Rasulullah)


Manusia bagai barang tambang; Mereka yang terbaik pada masa jahiliah adalah mereka yang terbaik pada masa Islam.

Inilah 2 kisah seorang sahabat Rasul yang terkenal. Kisah pertama adalah saat ia masih berada pada masa jahiliah, dan satunya lagi saat ia sudah mengecap indahnya Islam.

Sahabat Rasul ini bernama Zaid Al Khail sebagaimana Rasul memanggilnya setelah ia masuk Islam.

Kisah ia saat Jahiliah dituliskan dalam beberapa buku sastra:

Al Syaibani mengisahkan dari seorang syeikh dari Bani ‘Amir yang berkata: Kami pernah mengalami satu tahun kemarau yang telah membuat tanaman tidak tumbuh dan hewan tidak dapat mengeluarkan susu. Maka ada seorang di antara kami yang membawa keluarganya ke Al Hirah dan meninggalkan mereka di sana. Ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah aku di sini, hingga aku kembali lagi!”

Kemudian ia bersumpah kepada mereka bahwa ia tidak akan kembali menemui mereka lagi kecuali bila ia sudah mendapatkan uang atau ia mati.

Kemudian ia mempersiapkan bekal dan berangkat seharian penuh. Begitu malam tiba ia mendapati di hadapannya ada sebuah tenda dan dekat tenda tersebut ada seekor kuda yang sedang terikat. Maka ia langsung berujar: “Inilah ghanimah pertama!” dan ia berjalan ke arah kuda tersebut dan melepaskan ikatannya. Begitu ia ingin menungganginya ia mendengar sebuah suara yang memanggilnya: “Tinggalkan kuda itu, dan carilah harta lain untuk di ambil!” Maka ia pun meninggalkan kuda tadi dan melanjutkan perjalanannya.

Kemudian ia berjalan lagi selama 7 hari hingga ia sampai pada sebuah tempat penggembalaan unta. Di sebelah padang tadi terdapat sebuah tenda besar yang padanya ada sebuah kubah yang terbuat dari kulit menandakan kekayaan dan kenikmatan. Maka orang ini berujar dalam hati: “Padang ini pasti ada untanya, dan pasti tenda ini ada pemiliknya.”
Kemudian ia melihat ke dalam tenda –dan saat itu matahari sudah hampir tenggelam- ia melihat ada seorang berusia tua berada di dalam tenda. Maka ia duduk di belakang orang tua itu dan si orang tua tidak merasakan kehadirannya.

Tidak lama kemudian maka tenggelamlah matahari. Lalu datanglah seorang penunggang kuda yang belum pernah terlihat ada penunggang kuda yang lebih besar darinya yang mengenakan sadel begitu tinggi. Di sekelilingnya terdapat duaorang budak yang berjalan di sebelah kanan dan kirinya. Ia membawa kira-kira 100 unta bersamanya. Pada barisan terdepan ada unta pejantan yang begitu besar. Lalu berhentilah unta pejantan tadi dan berhenti juga unta-unta yang lain di sekelilingnya. Sejurus kemudian, penunggang kuda tadi berkata kepada salah seorang budaknya:

“Peraslah susu unta ini –ia menunjuk ke arah seekor unta betina yang gemuk- dan berilah susu tersebut kepada orang tua itu!” Maka budak tadi memeras susu unta sehingga sampai satu bejana penuh. Lalu ia meletakkan susu tersebut di hadapan orang tua tadi lalu mundur ke belakang untuk pamit. Lalu orang tua tadi meminumnya seteguk atau dua teguk, lalu menaruh kembali susu tadi… Maka orang yang menyelinap tadi berkata:

“Lalu aku mengendap ke arahnya dan aku mengambil bejana susu. Aku meminum semua susu yang tersisa.” Lalu budak tadi datang lagi dan mengambil bejana susu. Ia langsung berteriak: “Tuanku, orang tua ini telah meminum susu yang diberikan!” Langsung saja penunggang kuda tadi bergembira dan berkata: “Peraslah susu unta ini –ia menunjuk seekor unta lainnya- dan taruhlah bejana susu di depan orang tua!” Maka budak itupun melaksanakan apa yang diperintahkan. Lalu orang tua tadi meminumnya satu atau dua teguk lalu menaruh kembali bejananya. Akupun mengambilnya lagi dan aku meminum separuhnya. Aku tidak mau meminum semua susu karena khawatir akan membuat curiga si penunggang kuda.

Kemudian si penunggang kuda memerintahkan budaknya yang kedua untuk menyembelih seekor domba. Lalu budak tadi menyembelihnya. Lalu si penunggang kuda memanggang daging domba tadi dan memberikannya kepada orang tua sehingga ia merasa kenyang. Lalu si penunggang kuda memakan sisa kambing tadi bersama kedua budaknya.

Tidak lama kemudian maka semuanya tertidur dengan begitu lelapnya dengan suara mendengkur.

Pada saat itu aku menuju ke unta jantan tadi dan aku melepaskan ikatannya lalu menungganginya. Unta pejantan itupun bangun dan diikuti oleh semua unta yang lain. Aku berangkat malam itu juga. Begitu siang mulai datang menjelang, aku melihat ke sekeliling penjuru dan aku tidak melihat siapapun yang mengikutiku. Akupun meneruskan perjalanan hingga hari semakin siang.

Kemudian aku menoleh dan aku melihat ada seekor burung elang atau seekor burung yang besar. Ia selalu terbang dekatku hingga aku tersadar bahwa ada seorang penunggang kuda yang sedang duduk di atas kudanya. Ia lalu datang ke arahku sehingga aku mengenalinya bahwa ia adalah pemilik unta-unta ini yang mencari unta miliknya.

Saat itu, aku mengikatkan unta pejantan tadi, dan aku mengeluarkan anak panah dari sarungnya dan aku letakkan pada busurnya. Aku berdiri di depan unta-unta tadi. Lalu si penunggang kuda berhenti dengan jarak sedikit jauh dariku. Ia berkata: “Lepaskan ikatan unta jantanku!” Aku menjawab: “Tidak! Aku telah meninggalkan banyak wanita yang sedang kelaparan di Al Hirah. Aku berjanji kepada mereka bahwa aku tidak akan kembali kepada mereka kecuali bila aku sudah membawa harta atau aku mati.”

Ia menjawab: “Kalau demikian, kau akan mati. Lepaskan ikatan unta itu. Sial kamu!” Aku menjawab: “Aku tidak akan melepaskannya!” Ia berkata: “Celaka kamu. Engkau masih saja berkeras!”

Lalu ia berkata: “Tunjukkan kepadaku tali kendali unta –dan pada tali kendali tersebut terdapat tiga ikatan- kemudian ia bertanya kepadaku pada ikatan yang mana aku menginginkan ia mengarahkan anak panahnya. Kemudian aku menunjuk ke arah ikatan yang ada di tengah. Kemudian ia melepaskan anak panahnya, dan ia berhasil memasukkannya ke dalam ikatan tadi seolah ia menaruhnya dengan tangan. Kemudian ia melepaskan anak panahnya ke arah ikatan kedua dan ketiga.

Begitu melihat hal ini, aku menaruh kembali anak panahku ke tempatnya dan aku berdiri seraya menyerah. Lalu ia menghampiriku dan mengambil pedang serta busur panahku. Ia berkata: “Naiklah dibelakangku!” Aku pun ikut naik di belakangnya. Ia bertanya: “Menurutmu apa yang akan aku lakukan kepadamu?”