Salah seorang dari pasukan muslimin berkata: “Bukankah ini merupakan hal yang menakjubkan?!! Apakah kalian tidak ingat ketika dulu Rasulullah Saw bertanya kepada kita sebelum berangkat ke Badr: ‘Bagaimana kalian akan berperang?’… Saat itu Ashim bin Tsabit berdiri lalu mengambil busur panahnya dan ia letakkan di tangannya dan ia berkata: ‘Jika musuh berada 100 hasta dari ku maka akan aku hadapi dengan melesatkan anak panah. Jika musuh semakin dekat sehingga dapat diserang dengan tombak, maka akan dihadapi dengan tombak sehingga dapat terkena oleh tombak.
Jika tombak sudah tidak mungkin lagi digunakan, maka tombak tersebut akan kami letakkan dan kami akan mengambil pedang dan mulai duel dengan pedang.’ Maka pada saat itu Rasulullah Saw bersabda: ‘Beginilah caranya berperang. Siapa yang akan berperang, maka ia harus berperang dengan cara yang dilakukan oleh A’shim.”
Tidak lama berselang setelah usainya perang uhud, Rasulullah Saw mengirimkan 6 orang para sahabat pilihan dalam sebuah delegasi, dan delegasi ini dipimpin oleh Ashim bin Tsabit.
Maka berangkatlah delegasi pilihan ini untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Nabi Saw. Tatkala mereka sedang berada di salah satu jalan antara Usfan dan Mekkah, maka ada sebuah rombongan dari Hudzail yang mengetahui keberadaan rombongan delegasi ini. Jamaah dari Hudzail itupun lalu segera mengejar mereka, dan mengepung mereka begitu rapatnya.
Maka Ashim dan para sahabatnya langsung menguhunuskan pedang mereka dan berniat untuk menghadapi para penghadang mereka.
Maka orang-orang Hudzail inipun berkata kepada mereka: “Kalian tidak akan mampu menghadapi kami. Kami adalah penduduk kampung ini. Jumlah kami begitu banyak, dan kalian hanya berjumlah sedikit saja. Demi Tuhan Ka’bah, kami tidak akan berbuat jahat kepada kalian bila kalian menyerah. Dan kalian dapat memegang janji Allah ini.”
Maka keenam sahabat tadi saling melemparkan pandangan kepada masaing-masing mereka seolah mereka sedang bermusyawarah akan apa yang mesti mereka lakukan.”
Lalu Ashim menoleh ke arah para sahabatnya dan berkata: “Aku tidak akan percaya dengan janji seorang musyrik.” Kemudian Ashim teringat akan nadzar Sulafah atas dirinya, dan Ashim langsung menghunuskan pedangnya dan berdo’a: “ Ya Allah, Aku akan berjuang dan membela agamamu. Maka jagalah daging dan tulangku sehingga tidak ada musuh- musuh Allah yang dapat mengalahkannya.
Kemudian Ashim menyerang orang-orang Hudzail tadi yang diikuti oleh kedua orang sahabatnya. Mereka adalah Martsad Al Ghanawy dan Khalid Al Laitsy… Mereka terus melawan kepada orang-orang Hudzail ini sehingga mereka pun tewas satu demi satu.
Sedangkan ketiga orang sahabat Rasul lainnya, mereka adalah: Abdullah bin Thariq, Zaid bin Al Dutsunah dan Khubaib bin Ady. Ketiganya menyerahkan diri kepada orang-orang Hudzail tadi. Namun orang-orang Hudzail telah berkhianat kepada mereka.
Orang-orang Hudzail ini tidak mengerti bahwa salah seorang dari korban tersebut adalah Ashim bin Tsabit. Begitu mereka mengetahuinya, maka mereka menjadi amat girang, dan mereka mengkhayalkan bahwa mereka akan mendapatkan hadiah yang besar.
Tidak heran, karena bukankah Sulafah binti Sa’d telah bernazar bila ia berhasil menangkap Ashim bin Tsabit maka ia akan meminum khamr dari tengkorak kepalanya?
Bukankah ia sudah berjanji bagi siapa saja yang dapat membawa Ashim hidup atau mati kepadanya, maka si pembawa akan mendapatkan harta apa saja yang ia inginkan?!
Tidak selang begitu lama setelah peristiwa terbunuhnya Ashim bin Tsabit ini sehingga suku Quraisy mendengar kabarnya. Sebab suku Hudzail ini tinggal tidak jauh dari Mekkah.
Maka para pemuka Quraisy mengutus seseorang dari mereka kepada para pembunuh Ashim agar kepala Ashim diserahkan kepada mereka. Hal itu demi membayar kebencian Sulafah binti Sa’d dan agar ia dapat menepati sumpahnya. Disamping itu juga agar rasa sedihnya akibat tewasnya ketiga anaknya berkurang yang telah dibunuh semuanya oleh Ashim.
Para pembesar Quraisy ini menitipkan harta yang banyak pada utusan tadi, dan menyuruh utusan tersebut untuk memberikan harta tersebut kepada para penduduk Hudzail begitu mereka menyerahkan kepala Ashim.
Para penduduk Hudzail hendak memotong kepala Ashim, dan mereka kaget bahwa kepala Ashim telah dikerubungi oleh lebah dari seluruh sisinya.
Dan setiap kali mereka hendak mendekat kepada bangkai tubuhnya, maka para lebah tadi akan terbang ke muka mereka dan menyengat mata, kening dan setiap tempat pada tubuh mereka. Semua lebah tadi berusaha untuk mengusir mereka dari tubuh Ashim.
Begitu mereka putus asa setelah berusaha berkali-kali untuk melakukannya, salah seorang dari mereka berkata: “Biarkan saja tubuhnya hingga malam tiba. Sebab lebah bila malam tiba akan pergi darinya dan kalian akan dibiarkan oleh lebah untuk mendekati dirinya.”
Kemudian mereka pun duduk menunggu tidak jauh dari tubuh Ashim.
Akan tetapi begitu siang telah pergi dan malam mulai tiba, maka tiba- tiba langit menjadi begitu mendung dan amat pekat.
Cuaca menjadi dingin dan hujan pun mulai turun dengan sangat lebatnya. Dan belum pernah ada disaksikan oleh manusia di bumi ini, hujan yang begitu lebat turun dari langit.
Maka semua lereng, lembah dan jalan-jalan di bukit pun di penuhi oleh air. Semua daerah di penuhi dengan air yang begitu banyak.
Begitu waktu pagi tiba, para penduduk Hudzail mencari jasad Ashim di setiap tempat. Namun mereka tidak menemukannya. Hal itu terjadi, karena air telah membawa jasadnya pergi jauh dari mereka ke tempat yang mereka tidak tahu.
Rupanya Allah Swt telah mengabulkan do’a Ashim bin Tsabit, sehingga Allah Swt melindungi jasadnya yang suci agar tidak dianiaya.
Allah juga menjaga kepala Ashim agar tidak dijadikan tempat khamr untuk minum. Dan Allah tidak akan memberikan kesempatan bagi kaum musyrikin atas mukminin.