Ady Bin Hatim Al Tha’i Bagian 2

  • Home
  • Ady Bin Hatim Al Tha’i Bagian 2
Demi Allah, saat itu aku sedang duduk bersama keluarga ketika aku melihat ada seorang perempuan yang berada di sekudupnya sedang menuju ke arah kami.

Aku langsung berseru: “Putri Hatim. Itu dia. Itu dia!”

Begitu ia sampai ia langsung berkata: “Dasar pemutus hubungan keluarga! Dasar zhalim! Engkau bisa membawa anak dan istrimu dan kau tinggalkan orang tua dan saudara-saudaramu!”

Akupun berkata: “Saudariku, janganlah berkata apapun kecuali yang baik-baik saja!” Aku membujuknya terus hingga ia pun luluh. Ia lalu bercerita tentang kisahnya. Dan rupanya persis seperti yang pernah aku dengar. Aku bertanya kepadanya-dia adalah seorang wanita yang cerdas-: “Apa pendapatmu tentang pria itu (maksudnya Muhammad Saw)?” Ia menjawab: “Demi Allah, pendapatku lebih baik kau bergabung dengannya segera. Jika ia adalah seorang Nabi maka orang yang lebih cepatmengikutinya akan mendapatkan kemuliaan. Jika dia adalah seorang raja, maka engkau tidak akan menjadi hina bersamanya. Engkau akan tetap menjadi engkau.”

Ady berkata: Akupun mempersiapkan bekalku lalu berangkat hingga aku menghadap Rasulullah Saw di Madinah tanpa membawa pengamanan dan tanpa surat apapun. Aku pernah mendengar bahwa ia berkata: “Aku berharap Allah menjadikan tangan Ady bersama tanganku.” Maka aku menghadapnya –saat itu Beliau sedang di Masjid- dan aku mengucapkan salam kepadanya.

Beliau bertanya: “Siapakah orang ini?” Aku menjawab: “Saya adalah Ady bin Hatim.” Beliau lalu menghampiriku dan menarik tanganku dan membawaku menuju rumahnya.

Demi Allah, saat itu Beliau sedang menuju rumahnya saat ada seorang perempuan lemah dan tua bersama seorang anaknya yang masih kecil dan membuat Rasul berhenti sejenak. Perempuan tadi mengadukan hajatnya kepada Rasul. Rasul Saw menanggapi wanita dan anaknya tadi sehingga Beliau memberikan segala kebutuhannya dan aku berdiri menyaksikan hal itu.

Aku berkata dalam diri: “Demi Allah, dia bukanlah seorang raja.”

Kemudian ia menggandeng tanganku lagi dan membawaku ke rumahnya. Ia mengambil bantal dari kulit yang diisi dengan sabut. Beliau melemparkannya kepadaku dan bersabda: “Duduklah di atasnya!” Aku menjadi malu dan aku berkata: “Engkau saja yang duduk di atasnya!” Rasul berkata lagi: “Engkau saja!” Aku pun menuruti dan duduk di atasnya. Dan Nabi Saw duduk di atas tanah karena tidak ada alas lain di rumah Beliau.

Aku berkata dalam diri: “Demi Allah, ini bukanlah kebiasaan seorang raja.”

Kemudian ia melihat ke arahku sambil bertanya: “Ada apa ya Ady bin Hatim. Bukankah engkau sudah memeluk sebuah agama antara Nashrani dan Shabi’ah?” Aku menjawab: “Ya!”

Bukankah engkau mewajibkan seperempat harta ghanimah bagi dirimu pada kaummu padahal itu tidak diperbolehkan oleh agamamu?!” Aku menjawab: “Benar...” Aku mengerti bahwa dia adalah seorang Nabi yang diutus. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui.

Kemudian Beliau bersabda kepadaku: “Mungkin wahai Ady, hal yang membuat kau terhalang untuk masuk ke dalam agama ini adalah hal yang kau lihat dari kebutuhan dan kefakiran kaum muslimin. Demi Allah, sebentar lagi harta berlimpah ruah untuk mereka sehingga tidak ada lagi orang yang akan membutuhkannya.

Barangkali wahai Ady, hal yang membuatmu terhalang untuk masuk ke dalam agama ini adalah karena engkau melihat jumlah kaum muslimin yang sedikit dan musuh mereka yang banyak. Demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar seorang perempuan yang pergi dari Al Qadisiyah dengan mengendarai unta untuk berkunjung ke rumah ini, ia tidak takut kepada siapapun selain Allah.

Barangkali hal yang menghalangimu masuk ke dalam agama ini adalah engkau melihat bahwa kaum muslimin tidak akan mendapatkan kekuasaan. Demi Allah, sebentar lagi engkau akan mendengar bahwa istana putih di negeri Babylonia akan mereka taklukkan dan harta simpanan Kisra bin Hurmuz akan menjadi milik mereka.”

Aku bertanya lagi: “Harta Kisra bin Hurmuz?!!” Beliau menjawab: “Benar, harta Kisra bin Hurmuz!”

Mulai saat itu aku mengucapkan syahadat dan akupun masuk Islam.

Ady bin Hatim dianugerahi usia yang panjang. Ia berkata: “Aku telah membuktikan 2 janji Rasul dan hanya 1 yang belum terwujud. Demi Allah, pasti janji yang ketiga juga akan terwujud.

Aku telah melihat seorang wanita yang pergi dari Al Qadisiyah dengan mengendarai unta ia tidak takut kepada siapapun hingga sampai di rumah ini. Aku juga berada pada barisan berkuda pertama yang menyerang harta milik Kisra dan kami merebutnya. Aku bersumpah demi Allah, pasti akan terbukti janji yang ketiga.”

Kehendak Allah berlaku untuk membuktikan sabda Nabi-Nya Saw maka janji yang ketiga pun terbukti pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dimana harta begitu melimpah harta kaum muslimin sehingga ada orang yang berseru siapa yang mau mengambil harta zakat kaum muslimin, namun tidak ada seorang pun yang mengambilnya.

Benar sekali sabda Rasulullah Saw dan Ady bin Hatim menyaksikan kebenaran sumpah Beliau.