Sa’d bin Abi Waqash Bagian 1

  • Home
  • Sa’d bin Abi Waqash Bagian 1
“Panah Mereka, ya Sa’d… Panah Mereka…, Demi Ayah dan Ibumu!” (Muhammad Rasulullah Memberi Semangat kepada Saat pada Perang Uhud)


“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman [31] : 14-15)
Ada kisah menarik tentang ayat-ayat ini. Dimana kelompok pemilik sifat yang bertentangan menjadi tunduk di hadapan jiwa seorang pemuda. Maka kemenangan berada di pihak kebaikan atas keburukan. Keimanan atas kekufuran.
Sedangkah tokoh kisah ini adalah seorang pemuda Mekkah terhormat dari garis nasab, yang memiliki ayah dan ibu yang terhormat.

Sa’d saat cahaya kenabian sedang bersinar di kota Mekkah sedang menjelang usia muda. Ia memiliki perasaan yang lembut dan amat berbakti kepada kedua orang tuanya, wa bil khusus kepada ibunya.

Meski pada saat itu Sa’d akan berusia 17 tahun. Namun ia sudah berpikiran dewasa dan bijak layaknya orang tua.

Ia tidak pernah –misalnya- senang dengan senda gurau yang biasa dilakukan anak seumurannya. Akan tetapi ia malah tertarik dengan mempersiapkan anak panah. Memperbaiki busur panah. Dan berlatih memanah seolah ia tengah mempersiapkan diri untuk sebuah masalah besar.

Ia juga tidak pernah senang dengan apa yang ia lihat pada kaumnya yang memiliki akidah yang rusak dan kondisi yang buruk. Sehingga seolah ia sedang menunggu sebuah tangan kuat yang dapat menghancurkan mereka dan menyingisngkan kedzaliman yang mereka perbuat.

Dalam kondisi sedemikian, Allah Swt berkehendak untuk memulyakan semua manusia dengan tangan yang lembut ini. Dan ternyata tangan tersebut adalah tangan penghulu semua makhluk yaitu Muhammad bin Abdullah Saw. dan ditangannya adalah sebuah bintang Allah yang tidak pernah redup: yaitu Kitabullah…

Maka segeralah Sa’d bin Abi Waqash memenuhi panggilan petunjuk dan kebenaran, sehingga ia menjadi orang ketiga atau keempat yang masuk Islam.

Oleh karenanya, sering kali ia berucap dengan perasaan bangga: “Hanya menunggu selama 7 hari, aku menjadi orang ketiga yang masuk dalam Islam.”

Rasulullah Saw amat bergembira dengan Islamnya Sa’d. Karena dalam diri Sa’d ada tanda-tanda kecerdasan dan kegagahan yang menandakan bahwa bulan sabit ini sebentar lagi akan menjadi purnama.

Sa’d juga memiliki garis keturunan yang mulia, dan juga posisi terhormat yang dapat membuat semua pemuda Mekkah akan mengikuti jejaknya.

Lebih dari itu, Sa’d adalah kerabat Rasulullah Saw. Sebab ia berasal dari Bani Zuhrah. Sedangkan Bani Zuhrah adalah keluarga Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw amat bangga dengan hubungan kerabat ini.

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw saat itu sedang duduk bersama beberapa orang dari sahabatnya, lalu Beliau melihat Sa’d bin Abi Waqash datang.
Rasul Saw bersabda kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Inilah pamanku… maka setiap orang, perlihatkanlah kepadaku pamannya!”

Akan tetapi keislaman Sa’d bin Abi Waqash tidaklah berjalan dengan mudah dan tenang. Pemuda yang beriman ini merasakan ujian terberat dan paling keras. Sehingga karena terlalu kerasnya, Allah Swt menurunkan sebuah ayat Al Qur’an tentang dirinya…

Sekarang kita akan memberikan kesempatan kepada Sa’d untuk mencerikatakn kisah ujiannya ini.

Sa’d mengatakan: 3 hari sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi seolah aku tenggelam dalam kegelapan yang bertingkat-tingkat. Saat aku sedang berusaha selamat dari gelombang kegelapan tersebut, lalu ada sebuah bulan yang menerangiku dan aku mengikutinya. Aku melihat ada segerombolan orang yang telah mendahuluiku jalan menuju bulan tersebut. Aku melihat Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar Shiddiq. Aku bertanya kepada mereka: ‘Sejak kapan kalian berada di sini?! Mereka menjawab: ‘Sejak 1 jam.’

Begitu siangb menjelang,aku mendengar bahwa Rasulullah Saw telah melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi untuk masuk Islam. Aku mengerti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan atas diriku. Dengan sebab tersebut, Ia hendak mengeluarkan aku dari kegelapan menuju cahaya.

Lalu aku mendatanginya segera, dan aku menjumpai Beliau di Syi’b Jiyad. Beliau saat itu sedang melakukan shalat Ashar. Aku pun masuk Islam, dan tidak ada yang mendahuluiku mauk Islam selain orang-orang yang aku lihat dalam mimpiku.

Kemudian Sa’d melanjutkan kisah keislamannya. Ia berkata: “Begitu ibuku mendengar bahwa aku telah masuk Islam. Ia langsung marah, dan aku adalah anak yang amat berbakti kepadanya dan amat mencintainya. Ibuku datang menemuiku dan berkata: “Wahai Sa’d, agama apakah yang telah kau anut dan telah memalingkan kamu dari agama ibu dan bapakmu? Demi Allah, jika engkau tidak meninggalkan agama barumu itu maka aku tidak akan makan dan minum sehingga aku mati. Sehingga hatimu akan bersedih karenaku, dan engkau akan menyesali tindakanmu itu. Dan manusia karenanya akan mencibirmu untuk selamanya.

Aku lalu berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, Bunda! Aku tidak akan meninggalkan agamaku karena alasan apapun.

Ia pun lalu melakukan janjinya. Ia tidak mau makan dan minum. Ia terus melakukan hal itu berhari-hari tidak makan dan tidak minum.

Badannya menjadi kurus, tulang punggungnya menjadi bengkok dan kekuatannya menurun drastis.