Ketika itu para sahabat Rasul tadi mulai bermusyawarah. Hari itu adalah hari terakhir dari bulan-bulan haram dimana perang dilarang. Mereka lalu berkata: Jika kita membunuh mereka sekarang, maka kita membunuh mereka dalam bulan haram. Dan itu berarti merusak
kehormatan bulan ini dan dapat membangkitkan amarah semua bangsa Arab... Jika kita membiarkan mereka, hingga hari ini berakhir maka mereka akan masuk ke tanah haram dan mereka akan berada dalam wilayah yang aman sehingga tidak bisa kita serang.”
Mereka terus bermusyawarah hingga mereka sepakat untuk menyerang mereka dan membunuhnya dan merampas harta bawaan mereka sebagai ghanimah... dalam beberapa saat saja mereka dapat membunuh salah seorang dari mereka20, menawan 2 orang, dan satunya lagi berhasil melarikan diri.
Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya menggiring kedua tawanan dan barang bawaannya menuju Madinah. Begitu mereka menghadap Rasulullah saw dan mengetahui apa yang mereka telah lakukan maka Rasulullah Saw langsung menolaknya dengan keras. Beliau bersabda kepada mereka: “Demi Allah, aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang. Aku memerintahkan kalian untuk memberikan informasi tentang kaum Quraisy dan mengawasi gerak-gerik mereka.”
Rasul Saw melihat kondisi kedua tawanan tadi dan memutuskan perkara mereka... Rasul Saw menolak barang bawaan mereka dan Beliau tidak mengambil sedikitpun darinya.
Pada saat itu Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya merasa amat menyesal dan mereka merasa yakin bahwa mereka akan celaka karena melanggar perintah Rasulullah Saw.
Beban terasa semakin bertambah bagi mereka saat para sahabat mereka yang lain mulai mencerca mereka dan menjauh saat berpapasan dengan mereka dengan berkata: “Mereka telah melanggar perintah Rasulullah Saw!”
Mereka semakin merasa terjepit saat mengetahui bahwa suku Quraisy menjadikan kejadian ini sebagai preseden buruk untuk mengalahkan dan menangkap Rasulullah Saw dan menyebarkan berita ini ke seluruh kabilah Arab. Kaum Quraisy mengatakan: “Muhammad kini telah menghalalkan bulan haram. Ia telah menumpahkan darah, merampas harta dan menahan tawanan.”
Tidak usah ditanyakan betapa kesedihan yang dirasakan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya akibat derita yang mereka rasakan. Dan juga
karena rasa malu mereka kepada Rasulullah Saw karena telah membuat Rasulullah Saw dalam kesusahan.
aat bencana begitu besar terasa menimpa mereka, dan musibah yang berat terasa maka datanglah sebuah kabar gembira yang mengabarkan bahwa Allah Swt telah ridha dengan perbuatan mereka. Dan Allah telah menurunkan sebuah ayat kepada Nabi-Nya tentang hal ini.
Janganlah ditanya betapa gembiranya mereka. Para manusia saat itu berdatangan kepada mereka sambil memeluk dan mengucapkan selamat; dan mereka semua membacakan ayat yang turun berkenan dengan apa yang telah mereka perbuat yang tercantum dalam Al Qur’an Al Karim.
Telah turun kepada Nabi Saw firman Allah Swt:
“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) dari pada membunuh.” (QS. Al-Baqarah, [2] : 217)
Begitu ayat-ayat ini turun maka jiwa Rasulullah Saw menjadi tenang; maka Rasul baru mau mengambil barang bawaan tadi sebagai ghanimah dan meminta tebusan dari dua tawanan tadi. Dan ia pun menerima akan tindakan yang dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy dan para sahabatnya; karena perang yang mereka lakukan menjadi sebuah peristiwa besar dalam sejarah kaum muslimin. Ghanimah dalam peristiwa ini adalah ghanimah pertama yang diambil dalam sejarah Islam. Musuh yang terbunuh dalam peristiwa ini adalah orang musyrik pertama yang ditumpahkan darahnya oleh kaum muslimin. Kedua tawanannya adalah tawanan pertama yang berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Panji pasukan ini adalah panji pertama yang disematkan oleh tangan Rasulullah Saw. dan amir pasukan ini adalah Abdullah bin Jahsy sebagai orang pertama yang dipanggil dengan Amirul Mukminin.
Lalu terjadilah peristiwa Badr dimana Abdullah Bin Jahsy mendapatkan ujian yang paling terhormat yang cocok dengan keimanannya.
Kemudian datanglah peristiwa Uhud. Abdullah bin Jahsy dan temannya yang bernama Sa’d bin Abi Waqash memiliki sebuah kisah yang tak terlupakan. Sekarang kita persilahkan Sa’d untuk bercerita kisah mereka berdua.
Sa’d bin Abi Waqash berkisah: “Saat perang Uhud, Abdullah bin Jahsy menemuiku sambil bertanya: ‘Apakah engkau sudah berdo’a kepada Allah?’ Aku menjawab: ‘Sudah.’ Lalu kami menepi dan akupun berdo’a: “Ya Tuhan, jika aku berjumpa dengan seorang musuh, maka pertemukanlah aku dengan seorang yang kuat dan bengis sehingga aku memeranginya dan ia memerangiku. Berikanlah aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat membunuhnya dan mengambil barang bawaannya.” Lalu Abdullah bin Jahsy mengaminkan do’aku. Kemudian Abdullah berdo’a: “Ya Allah, berikanlah kepadaku seorang musuh yang kuat dan bengis sehingga aku dapat memeranginya di jalan-Mu dan ia memerangiku. Lalu ia dapat mengalahkan aku dan mengambil hidung dan telingaku. Jika esok aku menjumpai-Mu, Engkau akan bertanya: ‘Mengapa hidung dan telingamu terputus?’ aku akan menjawabnya: ‘Keduanya terputus karena berjuang di jalan-Mu dan membela Rasul-Mu’ dan Engkau pun akan berkata: ‘Engkau benar!’
Sa’d bin Abi Wqash berkata: “Do’a Abdullah bin Jahsy lebih baik dari do’aku. Pada penghujung hari aku melihatnya. Ia telah terbunuh dan tercabik-cabik. Hidung dan telinganya tergantung di sebuah pohon dengan sebuah benang.
Allah Swt telah mengabulkan do’a Abdullah bin Jahsy dan memuliakannya dengan mendapatkan syahadah sebagaimana Allah telah memuliakan pamannya pemimpin para syuhada yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.
Maka Rasulullah Saw menguburkan mereka berdua dalam satu kubur, dan air mata Beliau yang suci membasahi kubur mereka yang harum dengan semerbak bau syahadah.