Menurut kami, kisah tersebut tidak memiliki sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasulullah agar meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu keadaan yang tidak dapat difahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al- Karim sengaja tidak menyebutkan apa saja yang di lihat oleh Nabi karena itu merupakan rahsia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kepadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang di lihat oleh Nabi. Hal yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusyuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah hilang selamanya. Setelah Nabi melihat rahsia dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana beliau pergi dan kembali sementara tempat tidurnya belum dingin? Berapa lama waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah kembali ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi Muhammad mengetahui bah wa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah.
Kemudian mulalah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau bertemu dengan jemaah dari Khazraj. Rasulullah berkata kepada mereka, "siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah sedikit menceritakan Islam kepada mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi Muhammad bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah- mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan Nabi Muhammad yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi Muhammad bahwa mereka akan menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi Muhammad dan akan mengajak mereka untuk memenuhi dakwah.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara mereka terdapat enam orang yang Rasulullah telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi Muhammad menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi melakukan shalat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai bertanya-tanya, mengapa saudara- saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas? Mengapa Nabi Muhammad keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang dan berniat kepada Nabi Muhammad untuk membela beliau menolongnya dan melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah yang baru; mereka datang sebagai pencinta-pencinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasulullah yang mereka capai. Abbas bin Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambillah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai."
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang yang mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah berbicara. Jawaban yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi. Demikianlah setelah Rasulullah mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar penyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menaatinya. Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian beliau berbicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka agar membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek - kakek mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.