Suhail Bin Amr Bagian 2

  • Home
  • Suhail Bin Amr Bagian 2
Kita akan mempersilahkan Suhail bin Amr untuk menceritakan detik- detik yang menentukan dalam hidupnya. Suhail berkisah:

Saat Rasulullah Saw masuk ke Mekkah, aku masuk ke dalam rumah dan langsung mengunci pintu. Aku pun segera mencari anakku yang bernama Abdullah. Aku merasa malu bila mataku bertemu dengan matanya, sebab aku pernah kelewat batas dalam menyiksanya karena ia masuk Islam. Begitu ia masuk ke rumah dan menemuiku, maka aku berkata kepadanya: “Tuliskan untukku pernyataan perlindungan dari Muhammad, sebab aku tidak merasa aman bahwa aku akan terbunuh. Maka Abdullah pun berangkat menemui Nabi Saw dan berkata: “Ayahku… apakah engkau akan memberinya perlindungan, ya Rasulllah?! Aku sendiri yang akan menjadi jaminannya.”

Beliau menjawab: “Ya, dia aman dengan jaminan keamanan dari Allah. Dia boleh keluar.” Kemudian Rasul Saw menatap para sahabatnya dan bersabda: “Siapa di antara kalian yang berjumpa dengan Suhail, maka janganlah mengganggunya. Sebab Suhail adalah orang yang memiliki akal dan kemulyaan. Dengan memiliki orang seperti Suhail, maka Islam tidak akan bodoh, akan tetapi ia mesti mendapatkan apresiasi, barulah ia akan memunculkan potensinya.”

Suhail bin Amr setelah itu masuk Islam dengan sepenuh hati dan sanubarinya. Ia amat mencintai Rasulullah Saw dari lubuk hatinya yang terdalam.

Abu Bakar As Shiddiq berkomentar tentang Suhail: “Aku melihat Suhail bin Amr pada haji Wada berdiri di hadapan Rasulullah Saw. Suhail mempersembahkan beberapa unta untuk dijadikan qurban dan Rasulullah Saw sendiri yang menyembelihnya dengan tangan Beliau yang mulia. Kemudian Nabi Saw memanggil seorang tukang cukur untuk mencukur rambut Beliau. Aku pun memperhatikan Suhail yang sedang mengumpulkan rambut Nabi Saw lalu meletakkannya di atas kedua matanya.

Lalu aku pun teringat peristiwa perjanjian Hudaibiyah, dan bagaimana bisa ia menolak untuk menuliskan ‘Muhammad Rasulullah’. Aku pun bersyukur kepada Allah Swt Yang telah memberikan petunjuk kepadanya.

Sejak masuk Islam, Suhail menghabiskan umurnya untuk melakukan hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dan bermanfaat bagi alam akhirat kelak.

Dibandingkan orang yang masuk Islam setelah peristiwa penaklukan Mekkah, maka tidak ada seorang pun yang mengalahkan Suhail dalam jumlah bilangan shalat, puasa, sedekah, kelembutan hati dan seringnya menangis karena merasa takut kepada Allah Swt.

Setiap hari ia selalu datang menemui Muadz bin Jabal sehingga ia mendengarkan darinya beberapa ayat Al Qur’an. Dhirar bin Khattab pernah bertanya kepada Suhail: “Wahai Abu Zaid (panggilan Suhail), engkau selalu mendatangi orang Khajraj ini untuk mendengarkan Al Qur’an. Mengapa tidak engkau datangi saja orang yang berasal dari kaummu yaitu suku Quraisy?!”

Suhail menjawab: “Ya Dhirar, apa yang telah kau katakan adalah peningggalan jahiliah yang telah membuat kita ketinggalan dalam berbuat kebaikan. Islam telah melenyapkan fanatisme jahiliah dari diri kita, dan mengangkat suku-suku baru yang dulunya tidak dikenal orang. Semoga saja kita termasuk golongan mereka sehingga kita bisa terus maju sebagaimana mereka.”

Suhail bin Amr merasakan adanya kelebihan dan keutamaan orang yang lebih dahulu masuk Islam daripadanya dan dari orang-orang seperti dirinya. Ia menyadari adanya perbedaan orang yang lebih dahulu masuk Islam dengan dirinya.

Suatu hari Suhail, Al Harits bin Hisyam dan Abu Sufyan bin Harb pernah datang ke depan pintu rumah Umar bin Khattab. Turut serta ikut dengan mereka adalah Ammar bin Yasir, Shuhaib Al Rumy dan beberapa orang yang dulunya adalah budak namun termasuk para sahabat yang lebih dahulu masuk Islam. Tidak lama kemudian lalu keluarlah seorang pembantu Umar dan berkata: “Ammar dan Shuhaib dipersilakan masuk!” Maka orang-orang Quraisy yang menunggu di depan rumah Umar saling melemparkan pandangan dengan perasaan kesal. Kemudian salah seorang dari mereka berkata: “Kami belum pernah merasakan hal seperti saat ini. Umar telah mempersilakan mereka masuk, sementara kami yang berada di depan pintu rumahnya tidak diindahkan?!!”

Suhail langsung membalas: “Jika kalian merasa kesal, maka salahkan saja diri kalian. Mereka pernah diseru dan kita pun pernah diseru (menerima dakwah). Mereka segera menyambut seruan, namun kita bermalas-malasan. Bagaimana bila mereka diseru untuk masuk surga pada hari kiamat sementara kita akan dibiarkan?! Demi Allah, Mereka tidak hanya mendahului kalian dalam mendapatkan kemulyaan yang tidak terlihat dan lebih besar dari pintu yang sedang kalian perebutkan ini.”

Kemudian ia menyambung: “Mereka telah mendahului kalian. Demi Allah, kalian tidak dapat menyusul mereka atas ketertingalan ini kecuali dengan jihad dan mati sebagai syahid.”
Kemudian Suhail mengibaskan bajunya lalu berdiri.

Pada saat itu peperangan sedang berlangsung diperbatasan Syam antara pasukan Muslimin dan Romawi. Suhail bin Amr segera mengumpulkan anak-anaknya, istri-istrinya dan semua cucunya. Ia berangkat dengan semua keluarganya menuju Syam untuk berjuang di jalan Allah. Suhail berkata kepada mereka: “Demi Allah aku tidak akan membiarkan sebuah saat bersama kaum musyrikin kecuali aku akan melakukannya bersama pasukan muslimin. Aku juga akan berinfaq untuk pasukan muslimin seperti dahulu aku berinfaq buat kaum musyrikin.

Demi Allah aku akan terus berjuang di jalan Allah sehingga aku terbunuh sebagai seorang syahid, atau aku mati jauh terasing dari negeri Mekkah.

Suhail bin Amr menepati janjinya. Ia turut serta dalam peperangan Yarmuk bersama pasukan muslimin dan ia berjuang dengan sungguh- sungguh dalam perang tersebut sebagai layaknya seorang mukmin sejati.

Ia juga mengikuti beberapa peperangan yang lain, sehingga di perkampungan Syam terjangkit wabah Thaun Amwas dan ia bersama keluarganya menjadi korbannya.

Semoga Allah meridhai Suhail bin Amr, dan menetapkannya sebagai pendamping para Nabi dan syuhada. Mereka itulah para sahabat yang terbaik.