Penduduk Bani Quraizhah berkata: “Engkau benar. Lalu apa pendapatmu?!”
Nu’aim berkata: “Pendapatku adalah kalian jangan bergabung dengan mereka sehingga kalian ajak sekelompok pembesar mereka yang kalian jadikan sebagai jaminan bagi kalian. Para pembesar tadi kalian ajak untuk berperang melawan Muhammad sampai kalian dapat mengalahkannya, atau hingga manusia terakhir dari kalian atau dari mereka mati.”
Bani Quraizhah menjawab: “Benar sekali pendapatmu.”
Kemudian Nu’aim meninggalkan mereka dan pergi untuk menemui Abu Sufyan panglima pasukan Quraisy. Ia berkata kepadanya dan para pasukannya: “Wahai bangsa Quraisy, kalian sudah mengetahui betapa kecintaanku kepada kalian dan betapa aku memusuhi Muhammad.
Ada suatu hal dan menurutku hal ini harus aku sampaikan kepada kalian sebagai sebuah nasihat namun kalian harus menyimpannya dengan baik dan jangan menceritakan bahwa ini berasal dariku!” Para pasukan Quraisy berkata: “Kami akan menjaminnya!”
Nu’aim berkata: “Bani Quraizhah telah menyesal karena telah memusuhi Muhammad. Mereka lalu mengirimkan surat kepadanya yang berbunyi: ‘Kami menyesal atas apa yang telah kami perbuat. Kami berniat untuk kembali melakukan perjanjian dan perdamaian denganmu. Apakah akan membuatmu senang bila kami akan mengambil beberapa orang dari para pemuka Quraisy dan Gathfan, kemudian kami serahkan mereka kepadamu untuk dipenggal lehernya.
Kemudian kami akan bergabung dengan kalian untuk memerangi mereka sehingga engkau dapat mengalahkan mereka.’
Maka Muhammad pun mengirimkan surat balasan yang berbunyi: ‘Baik.’
Maka jika kaum Yahudi mengirimkan utusan untuk meminta jaminan dari beberapa orangmu, maka jangan kalian kirim seorang pun kepada mereka.”
Maka Abu Sufyan pun berkata: “Sebaik-baiknya sekutu adalah engkau!
Semoga kebaikanmu dibalas.”
Kemudian Nu’aim meninggalkan Abu Sufyan dan pergi menuju kaumnya yaitu suku Gathfan. Ia menceritakan kepada mereka sebagaimana yang ia ceritakan kepada Abu Sufyan, dan ia memberikan peringatan yang sama persis seperti yang ia berikan kepada Abu Sufyan.
Abu Sufyan ingin menguji Bani Quraizhah dan ia mengutus anaknya untuk menemui mereka dan berkata kepada mereka: “Ayahku menyampaikan salam kepada kalian dan berkata: ‘Sudah lama embargo yang kita lakukan terhadap Muhammad sehingga kami merasa bosan. Kami
sudah mengambil keputusan untuk menyerang Muhammad dan mengalahkannya...’ Ayah mengutusku kepada kalian untuk mengundang kalian ke perkemahannya besok.”
Bani Quraizhah berkata kepadanya: “Besok adalah hari Sabtu dan kami tidak akan melakukan apapun pada hari Sabtu. Kami tidak akan ikut perang bersama kalian sehingga kalian mengirimkan 70 orang pemuka kalian dan pemuka Gathfan sebagai jaminan untuk kami. Sebab kami khawatir bila peperangan nanti semakin sengit, kalian bisa kembali ke negeri kalian dan meninggalkan kami sendirian untuk menghadapi Muhammad. Kalian sudah tahu bahwa kami tidak akan mampu menghadapi pasukan Muhammad.”
Begitu anaknya Abu Sufyan kembali ke kaumnya dan menceritakan apa yang ia dengar dari Bani Quraizhah, maka mereka berkata dengan perkataan yang sama: “Celaka, anak-anak keturunan monyet dan babi itu! Demi Allah, jika mereka meminta kami untuk memberikan seekor kambing sebagai jaminan, maka tidak akan pernah kami memberikannya!”
Nu’aim bin Mas’ud berhasil memecah belah barisan pasukan Ahzab.
Kemudian Allah Swt mengirimkan kepada Quraisy dan para sekutunya angin yang kencang sehingga merusak tenda-tenda, menumpahkan tungku, memadamkan lampu, menampar wajah mereka dan mengisi mata mereka dengan pasir.
Mereka tidak menemukan lagi jalan keluar dari sana. Akhirnya, mereka pergi di tengah kegelapan malam.
Begitu pagi menjelang, kaum muslimin mendapati bahwa para musuh Allah telah lari yang membuat mereka semua mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya, menguatkan tentaranya dan menghancurkan Ahzab (pasukan musuh) dengan sendiri saja.”
Sejak saat itu, Nu’aim bin Mas’ud menjadi orang kepercayaan Rasulullah Saw. Rasul memberikan beberapa tugas kepadanya, dan memberikan tanggung jawab kepada dirinya. Sering kali ia diperintahkan untuk menjadi pembawa panji saat berperang.
Pada hari terjadinya Fathu Makkah, Abu Sufyan bin Harb memperhatikan rombongan pasukan muslimin. Kemudian ia melihat seorang pria yang membawa panji Gathfan dan Abu Sufyan bertanya kepada orang di sampingnya: “Siapakah orang itu?!” Mereka menjawab: “Dia adalah Nu’aim bin Mas’ud.” Abu Sufyan berkata: “Amat keji perbuatan yang ia lakukan kepada kita pada perang Khandaq. Demi Allah, dulunya dia adalah orang yang paling memusuhi Muhammad. Sekarang
dia membawa panji kaumnya bersama Muhammad, dan turut serta untuk memerangi kita di bawah panji yang dibawanya.