Aku menjawab: “Aku menduga hal yang paling buruk bakal terjadi padaku.”
Ia bertanya: “Mengapa demikian?”
Aku menjawab: “Karena apa yang telah aku lakukan padamu, dan karena aku telah menyusahkanmu dan Allah telah membuatmu dapat menangkapku.”
Ia berkata: “Apakah engkau mengira bahwa aku akan menyiksamu padahal engkau telah minum dan makan bersama bapakku, dan engkau telah membuatnya bersedih pada malam itu?!!”
Begitu aku mendengar nama bapaknya maka aku langsung bertanya: “Apakah engkau adalah Zaid Al Khail?” Ia menjawab: “Benar!” Aku berkata kepadanya: “Kalau demikian, jadilah engkau sebaik-baiknya orang yang menawan!” Ia menjawab: “Tidak masalah.” Iapun membawa aku ke tempatnya. Ia berkata kepadaku: “Demi Allah, kalau saja unta-unta ini adalah milikku pasti aku berikan ini semua kepadamu. Akan tetapi unta- unta ini milik saudariku. Tinggalah bersama kami selama beberapa hari! Sebab aku sebentar lagi akan ikut perang dan bisa jadi aku pulang dengan membawa ghanimah.Hanya tiga hari setelah itu, ia pergi berperang melawan Bani Numair. Dan ia mendapatkan ghanimah hampir mencapai 100 unta dan ia memberikannya kepadaku. Ia pun mengutus beberapa orang untuk melindungiku hingga tiba di Al Hirah.
Itulah cerita Zaid al Khail saat ia masih dalam masa jahiliah. Sedangkan kisahnya saat ia masuk Islam tercantum dalam kitab-kitab sirah sebagai berikut:
Begitu telinga Zaid Al Khail mendengar kisah Nabi Saw, ia langsung menyiapkan kendaraannya. Ia juga mengajak beberapa orang pembesar kaumnya untuk datang ke Yatsrib dan menjumpai Nabi Saw. Maka berangkatlah ia bersama dengan rombongan yang banyak yang terdiri dari Zur bin Sadus, Malik bin Jubair, Amir bin Juwain dan lainnya. Begitu mereka sampai di Madinah, mereka menuju ke Masjid Nabawi dan memberhentikan unta mereka di depan pintu masjid.
Saat mereka masuk, Rasulullah Saw sedang berkhutbah di hadapan kaum muslimin dari atas mimbar. Pembicaraan Rasul saat itu memukau mereka. Dan mereka merasa takjub dengan sikap kaum muslimin yang begitu patuh dengan Beliau. Mereka begitu mendengarkan, dan menyerap apa yang Beliau sabdakan.
Saat Rasulullah Saw melihat keberadaan mereka, maka Rasul bersabda sambil berkhutbah kepada kaum muslimin: “Aku lebih baik bagi kalian daripada Uzza dan dari setiap hal yang kalian sembah… Aku lebih baik bagi kalian dari pada unta hitam yang pernah kalian sembah selain Allah Swt!”
Ucapan Rasulullah Saw telah meresap ke dalam diri Zaid al Khail dan rombongannya; ada sebagian dari mereka yang menerima kebenaran ini dan ada sebagian lagi yang berpaling dari kebenaran dengan amat sombongnya.
Sebagian berada di surga dan sebagian lagi di neraka.
Sedangkan Zur bin Saduds begitu ia hampir saja melihat Rasulullah Saw yang sedang berada dalam posisinya yang amat bagus dan menyentuh setiap hati yang beriman dan terlihat oleh mata yang jatuh cinta. Hampir saja ia berimah hingga kedengkian merasuki hatinya dan rasa takut memenuhi sanubarinya. Ia lalu berkata kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: “Aku kini melihat seorang manusia yang akan menundukkan
leher semua bangsa Arab. Demi Allah, aku tidak akan pernah membiarkan dia menundukkan leherku!” Lalu ia berangkat ke negeri Syam, mencukur rambutnya dan masuk ke dalam agama Nashrani.
Sedangkan Zaid dan manusia yang tersisa lain lagi ceritanya. Begitu Rasulullah Saw mengakhiri khutbahnya, ia langsung berdiri di antara kumpulan muslimin –dia adalah orang yang paling tampan, berakhlak baik dan paling tinggi-sehingga meski ia berada di atas kuda maka kakinya akan menyentuh tanah seolah ia hanya mengendari seekor keledai saja.
Ia berdiri dengan postur yang tegap dan berbicara dengan suara lantang: “Ya Muhammad, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah!” Rasul Saw membalas dengan pertanyaan: “Siapakah engkau?” Ia menjawab: “Saya adalah Zaid Al Khail bin Muhalhil.” Rasul langsung bersabda: “Engkau adalah Zaid al Khair bukan Zaid al Khail. Segala puji bagi Allah Yang telah membawamu dari perjalanan yang menyusuri pantai dan pegunungan, dan Yang telah membuat hatimu luluh menerima Islam.”
Sejak itu, ia dikenal dengan sebutan Zaid Al Khair.
Kemudian ia mengikuti Rasulullah Saw ke rumah Beliau disertai dengan Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat lainnya. Begitu sampai di rumah Beliau, Rasulullah Saw membentangkan bangku sandaran buat Zaid. Zaid merasa segan dan menolak bangku sandaran tersebut. Rasul Saw terus saja mempersilahkannya dan Zaid masih saja menolak sebanyak tiga kali.
Setelah lama majlis tersebut berlangsung, Rasulullah bersabda kepada Zaid Al Khair: “Ya Zaid, Tidak ada orang yang diceritakan kepadaku kemudian aku melihatnya kecuali ia tidak sesuai dengan apa yang diceritakan kepadaku kecuali kamu.” Lalu Rasul bertanya kepada Zaid: “Bagaimana engkau bisa demikian, Ya Zaid?” Zaid menjawab: “Aku selalu mencintai kebaikan dan orang yang melaksanakannya. Jika aku mengerti akan kebaikan maka aku akan meyakini pahalanya. Jika aku tidak sempat melakukan kebaikan itu, maka aku akan merindukannya.” Rasulullah Saw lalu bersabda: “Inilah tanda Allah bagi siapa saja yang Ia inginkan.” Zaid lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan aku sesuai dengan kehendak-Nya dan kehendak Rasul-Nya.”
Ia lalu menoleh ke arah Nabi Saw sambil berkata: “Kirimkan kepadaku wahai Rasulullah 300 orang penunggang kuda. Aku jamin bahwa aku akan menyerang negeri Romawi bersama mereka dan aku akan mengalahkannya.”
Maka Rasul Saw lalu membesarkan semangatnya ini dengan sabdanya: “Betapa banyak kebaikanmu, ya Zaid. Manusia seperti apa kau ini?”
Kemudian semua orang yang menemani Zaid dari kaumnya menyatakan diri masuk Islam.
Saat Zaid hendak kembali bersama rombongannya menuju kampung mereka di Najd, Rasulullah Saw melepas mereka dengan bersabda:
“Manusia seperti apa ini?! Betapa ia amat penting kalau saja ia selamat dari wabah di Madinah!!”
Madinah Al Munawarah pada saat itu sedang mendapat wabah demam. Begitu Zaid Al Khair meninggalkan Madinah maka ia terserang demam. Ia pun berkata kepada rombongannya: “Jauhkan aku dari negeri Qais, karena di antara kami ada dendam sejak masa jahiliah. Demi Allah aku tidak akan berperang melawan seorang muslim sehingga aku berjumpa dengan Allah Swt.
Zaid Al Khair meneruskan perjalanannya menuju kampungnya di Najd meski serangan demam terus menggila pada dirinya dari waktu ke waktu; Ia berharap ia dapat berjumpa lagi dengan kaumnya dan agar Allah menetapkan keislaman pada mereka lewat dakwahnya.
Tinggi cita-cita mulia yang hendak ia capai, namun belum juga ia dapat mewujudkannya, ia sudah terlebih dahulu menghembuskan nafasnya yang terakhir di tengah perjalanan. Sejak ia masuk Islam hingga ia wafat tidak ada kesempatan yang ia pergunakan hingga terjerumus dalam perbuatan dosa.