Khalid Bin Said Bin Al Ash Bagian 2

  • Home
  • Khalid Bin Said Bin Al Ash Bagian 2
Maka merekahlah kebahagiaan di wajah Khalid, dan ia berkata: “Asyhadu an la ilaha illa-Llahu wa annaka Abdullahi wa Rasuluhu.”
Maka Khalid bin Said Al Ash adalah orang kelima atau keenam yang masuk Islam di muka bumi. Karena tidak ada orang yang mendahuluinya untuk mendapatkan kemuliaan yang agung ini selain Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Shiddiq, dan Sa’d bin Abi Waqash ra.

Khalid bin Said meninggalkan istana ayahnya yang tinggi yang terletak di dataran tinggi Al Hajun, dan ia meninggalkan kehidupannya yang mewah dan nikmat.

Ia menghapalkan ayat-ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Saw, dan ia beribadah kepada Allah secara sembunyi karena khawatir akan aniaya Quraisy.

Begitu Khalid telah lama menghilang dari rumah, maka ayahnya mencari-cari dimana keberadaannya, namun ia tidak dapat menjumpainya. Maka ayahnya mengutus beberapa orang untuk mencari informasi tentang keberadaan anaknya. Akhirnya ayahnya mendapatkan berita bahwa anaknya telah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad.

Maka menjadi kalutlah sang pemimpin Mekkah ini. Sebab ia tidak pernah menduga bahwa salah seorang putranya akan berani keluar dari asuhannya, berpaling dari Lata dan Uzza lalu menjadi pengikut Muhammad.

Maka ayahnya mengutus seorang budaknya yang bernama Rafi’ dan kedua saudaranya yang bernama Aban dan Umar. Ketiganya berhasil menemukan Khalid yang sedang melakukan shalat di sebuah jalan yang membuat hati dan jiwa mereka menjadi damai.

Ketiganya lalu berkata kepada Khalid: “Ayahmu memanggilmu untuk segera menemuinya. Ia menjadi marah karena engkau telah berani meninggalkan rumah tanpa seizinnya.”

Maka berangkatlah Khalid bersama ketiganya. Dan ketika ia sudah bertemu dengan ayahnya, Khalid mengucapkan salam Islam kepadanya.

Ayahnya berkata kepadanya: “Celaka kamu. Apakah engkau telah keluar dari agamamu, agama ayahmu dan agama kakekmu lalu kini kau mengikuti Muhammad?!”

Khalid menjawab: “Aku tidak keluar, akan tetapi aku beriman kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku percaya dengan kenabian Rasul-Nya yang bernama Muhammad Saw. dan aku menyingkirkan segala berhala yang kalian sembah selain Allah.”

Ayahnya langsung berkata: “Celaka kamu! Apakah engkau mengatakan bahwa engkau telah percaya kepada orang yang mengaku Nabi ini?”

Khalid menjawab: “Dia bukanlah orang yang mengaku Nabi, akan tetapi dia adalah orang yang jujur yang menyampaikan risalah Tuhannya. Ia bertugas untuk memberi nasehat bagiku, bagimu dan bagi semua manusia.”

Ayahnya berkata: “Engkau harus berpaling darinya dan mendustakannya!” Khalid menjawab: “Aku tidak akan melakukannya selagi di dalam tubuhku ada darah yang mengalir.” Ayahnya berkata: “Kalau demikian, aku tidak akan memberi rizqiku kepadamu!” Khalid menjawab: “Itu adalah hal yang lebih rendah dari perkiraanku. Dan Allah adalah pemberi rizqi kepadamu dan kepadaku.”

Maka timbullah amarah pemuka Bani Abdi Syamsin ini terhadap anaknya. Kemudian ia mendekat ke arah anaknya dengan membawa sebuah tongkat besar yang telah ia siapkan. Lalu ayahnya memukulkan tongkat tersebut ke kepala Khalid, lalu mengalirlah darah merah berhamburan.

Ayahnya tidak berhenti memukulkan tongkat ke kepala dan tubuh Khalid, sehingga darah terus mengalir.

Kemudian ayahnya memerintahkan agar Khalid diikat dengan tali dan ia dikurung di sebuah kamar yang gelap. Ia tidak diberi makan dan minum selama 3 hari.

Kemudian pada hari keempat datanglah beberapa orang dari anggota keluarganya dan berkata: “Bagaimana kondisimu, ya Khalid?” Ia menjawab: “Aku senantiasa berada dalam kenikmatan dari Allah Azza wa Jalla.” Mereka bertanya: “Bukankah tepat kiranya bila kau kembali menggunakan akal sehatmu dan mentaati ayahmu?!” Ia menjawab: “Akal sehatku tidak pernah pergi dariku dan akupun tidak pernah meninggalkannya. Dan aku tidak akan mentaati ayahku selagi ia bermaksiat kepada Allah Swt.”

Mereka berkata kepadanya: “Katakan sebuah ucapan tentang Lata dan Uzza yang dapat membuat ayahmu senang, maka ia akan mengurangi penderitaanmu!” Khalid menjawab: “Lata dan Uzza adalah dua batu yang tuli dan bisu. Dan aku tidak akan mengatakan ucapan tentang keduanya kecuali ucapan yang dapat membuat Allah dan Rasul-Nya ridha kepadaku. Meski ayah akan melakukan apa saja yang ia suka kepadaku.”

Abu Uhaihah semakin mengencangkan tali pengikat pada diri Khalid. Ia memerintahkan para pembantunya untuk mengeluarkan Khalid setiap hari pada waktu siang ke padang pasir Mekkah. Para pembantu tadi diperintahkan untuk melemparkan Khalid di antara bebatuan sehingga ia akan terbakar oleh terik matahari.