KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 4

  • Home
  • KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 4
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnya karena saking laparnya. Musa mengingat Allah S.W.T dan memanggil-Nya dalam hatinya:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)

"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi): 'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)


Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang kuat."

Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah S.W.T. Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah S.W.T-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.

Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya karena merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.

Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang zalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang- bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya."

Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah S.W.T sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."

Allah S.W.T berfirman:

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikanmu memberi minum ternak) kami. Ketika (Musa) mendatangi ayah wanita itu (Syeikh Madyan) dan dia (Syeikh Madyan) menceritakan kepadanya kisah (mengenai dirinya), dia berkata, Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu. Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya. Dia (Syeikh Madyan) berkata, Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik. Dia (Musa) berkata, Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan." (QS. al-Qashash: 25-28)

Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.

Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)

Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.

Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah S.W.T. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan kakek- kakeknya.

Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah S.W.T.