Jika kalian tidak mau masuk ke dalam Islam, kami akan mengambil jizyah (upeti) dari kalian dan kami akan memberikan perlindungan untuk kalian. Jika kalian tidak mau membayar jizyah, maka kami akan memerangi kalian.”
Maka meledaklah amarah Yazdajurd begitu mendengar kalimat tadi. Ia lalu berkata: “Aku belum pernah tahu adanya sebuah ummat di muka bumi ini yang lebih celaka dari kalian, lebih sedikit jumlahnya, amat tercerai- berai, dan paling buruk kondisinya. Kami telah mempercayai urusan penanganan kalian kepada para gubernur daerah agar kalian mau tunduk dan taat kepadaku.”
Kemudian ia berkata dengan tenang:
“Jika kebutuhan hidup yang telah membuat kalian datang ke tempat kami ini, maka kami akan memerintahkan untuk menyiapkan pasokan makanan sehingga daerah kalian tidak kelaparan. Kami juga akan mengirimkan pakaian bagus untuk para pembesar dan pemuka kaum kalian. Dan kami akan menunjuk salah seorang di antara kami untuk menjadi raja yang dapat melindungi kalian.”
Salah seorang utusan kaum muslimin menjawab dengan nada emosi. Ia berkata: “Kalau saja para utusan dijamin tidak akan dibunuh, pasti aku akan membunuhmu! Bangunlah kalian karena aku tidak membutuhkan apapun dan beritahukanlah kepada panglima kalian bahwa aku diutus kepadanya (Rustum) sehingga aku akan menguburkannya dan menguburkan kalian semua dalam parit Al Qadisiyah.”
Kemudian Yazdajurd memerintahkan untuk dibawakan kantong pasir dan ia berkata kepada para pembantunya: “Bawalah kantong pasir ini di atas kepala mereka semua. Giringlah ia di depan kalian sehingga orang- orang menyaksikan sehingga ia keluar dari gerbang ibu kota ini.”
Maka para pembantu Yazdajurd bertanya kepada para utusan muslimin ini: “Siapakah pemimpin kalian?” Maka ‘Ashim bin Umar segera menjawab: “Akulah pemimpin mereka!”
Maka para pembantu raja tadi menaruh kantong pasir di atas kepala ‘Ashim sehingga ia keluar dari kota Al Mada’in. Kemudian para pembantu raja membawa ‘Ashim menuju untanya dan mereka juga membawanya untuk kembali ke Sa’d bin Abi Waqash. Sa’d memberitahukan ‘Ashim
bahwa Allah akan menundukan negeri Persia bagi kaum Muslimin, dan debu tanah mereka akan membuat mereka tunduk.
Kemudian terjadilah peperangan Al Qadisiyah. Dan parit-parit di Al Qadisiyah penuh dengan ribuan bangkai korban. Akan tetapi bangkai- bangkai ini bukan berasal dari pasukan kaum muslimin, akan tetapi mereka adalah para pasukan Kisra.
Persia tidak menerima kekalahan mereka di Al Qadisiyah. Maka mereka mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan pasukan. Sehingga jumlah pasukan tersebut mencapai bilangan 150 ribu orang para pejuang yang gagah berani.
Sat Umar Al Faruq mendengar berita pasukan musuh yang begitu banyak, ia berniat untuk turun menghadapi bahaya besar ini. Akan tetapi para pemuka kaum muslimin saat itu menolaknya untuk melakukan hal itu. Mereka berpendapat hendaknya Umar mengirimkan seorang panglima yang ia percaya untuk menyelesaikan permasalahan besar ini.
Umar lalu berkata: “Tunjukkanlah kepadaku seseorang yang dapat aku tunjuk menjadi panglima dalam perang ini!”
Mereka menjawab: “Engkau lebih tahu tentang tentaramu sendiri, ya Amirul Mukminin!”
Ia berkata: “Demi Allah, aku akan menunjuk seorang panglima dari pasukan muslimin yaitu seseorang –yang jika kedua pasukan sudah bertemu –ia akan menjadi orang yang lebih cepat dari ujung anak panah, dialah Nu’man bin Muqarrin Al Muzani!” Mereka menjawab: “Ya, dia memang pantas!”
Umar lalu mengirimkan surat kepadanya yang berbunyi: “Dari hamba Allah Umar bin Khattab kepada Nu’man bin Muqarrin.
Amma Ba’du, Aku mendapat kabar bahwa ada pasukan bangsa asing yang telah dikumpulkan untuk menghadapi kalian yang kini berada di kota Nahawand. Jika suratku ini telah sampai di tanganmu, maka berangkatlahdengan perintah, pertolongan Allah bagi kaum muslimin yang menyertaimu. Dan jangan tenpatkan mereka di tanah yang tidak rata, karena itu akan menyulitkan mereka. Sebab seorang muslim lebih aku cintai dari pada 100 ribu dinar. Wassalamu alaika.
Nu’man berangkat bersama pasukannya untuk berhadapan dengan musuh. Ia mengutus beberapa orang penunggang kuda di depannya untuk membuka jalan. Saat para penunggang kuda ini mendekat ke kota Nahawand, maka kuda-kuda mereka berhenti. Lalu mereka menyentak kuda mereka untuk berlari, namun kuda-kuda tadi tetap saja diam di
tempatnya. Maka mereka pun turun dari punggung kuda untuk mengetahui apa yang telah terjadi. Rupanya mereka mendapati pada kaki- kaki kuda terdapat serpisan besi yang menyerupai ujung paku. Mereka lalu melemparkan pandangan ke tanah dan ternyata rupanya Persia telah menabarkan duri besi pada jalan yang menuju kota Nahawand; itu mereka gunakan untuk melukai para penunggang kuda dan pasukan berjalan (infantry) untuk menghalang mereka tiba di Nahawand.
Para penunggang kuda lalu memberitahukan Nu’man apa yang telah mereka lihat. Mereka meminta Nu’man untuk berpendapat dalam masalah ini. Maka Nu’man memerintahkan mereka untuk tetap berada di tempat mereka. Serta agar mereka menyalakan api pada malam hari agar pihak musuh melihat mereka. Pada saat itu mereka harus berpura-pura takut dihadapan musuh, dan merasa takut kalah agar para musuh mau mengejar mereka dan menyingkirkan duri besi yang telah mereka tanam di jalanan.
Dan tak-tik ini ternyata dapat memperdaya bangsa Persia. Begitu mereka melihat pasukan muslimin seperti ketakutan dihadapan mereka, maka mereka mengirimkan beberapa tentara mereka untuk membersihkan jalan. Maka pasukan muslimin dapat menyerang mereka dan menguasai jalan tersebut.
Nu’man bin Muqarrin berkemah di pinggiran kota Nahawand dan ia bertekad untuk membuat serangan yang mengejutkan bagi musuhnya. Ia berkata kepada pasukannya: “Aku akan bertakbir sebanyak 3 kali. Jika aku bertakbir pada kali pertama, maka yang belum siap, bersiaplah! Jika aku bertakbir untuk yang kedua kali, maka masing-masing harus menyiapkan senjatanya.Jika aku bertakbir untuk yang ketiga kali, itu berarti aku mulai menyerang musuh-musuh Allah, dan kalian harus mengikutiku!”
Nu’man bin Muqarrin meneriakkan ketiga takbirnya. Ia merangsek ke barisan musuh seolah ia seekor singa yang menerkam. Di belakangnya, pasukan muslimin mengalir bagaikan air. Maka terjadilah antara dua belah pihak sebuah peperangan yang begitu sengit dan jarang terjadi sepanjang sejarah.
Pasukan Persia amat terpecah dengan barisan yang tanpa komando lagi. Korban dari pihak Persia memenuhi semua daratan dan pegunungan. Darah mereka membasahi semua jalan dan gang. Kuda Nu’man tergelincir oleh darah sehingga ia tewas. Nu’man terluka serius karenanya. Saudaranya segera merebut panji dari tangannya kemudian menutup jasadnya dengan selendang yang ia bawa. Saudaranya tadi menyembunyikan berita kematian Nu’man kepada pasukan muslimin.
Begitu kemenangan besar telah diraih oleh pihak muslimin yang mereka namakan dengan ‘Penaklukan Terbesar.’ Maka para tentara kaum muslimin menanyakan panglima mereka yang gagah berani, Nu’man bin Muqarrin.
Maka saudara Nu’man mengangkat selendang yang menutupi jasadnya seraya berkata:
“Inilah panglima kalian. Allah telah membuat hatinya tenang dengan penaklukan ini, dan menutup usianya dengan syahadah.