KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 18

  • Home
  • KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 18
Konon, rahasia kehebatan sapi ini adalah karena Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahwa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahwa Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bagian dalam dari anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.

Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.

Barangkali pembaca akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah S.W.T tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh karena itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.

Jadi, masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala berarti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas karena ia mengetahui bahwa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoritas dari mereka beriman dan mengetahui bahwa ini adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan mayoritas mereka mengingkari Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90)

Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu tidak mau lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah S.W.T dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah S.W.T memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahwa Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khawatir jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. Harun mengetahui bahwa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah S.W.T melaknatnya - adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala.

Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad SAW. Sebagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan oleh sebagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab Allah S.W.T dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."

Nabi SAW duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, karena saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan
selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah S.W.T dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.

Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:

"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)

Musa berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang Harun dari rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil berkata:

"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)

Musa bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahwa ia merestuinya atau bagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api kemarahan Musa semakin membara. Harun berbicara kepada Musa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan janggutnya karena mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)

Harun memberi pengertian kepada Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khawatir jika ia meninggalkan mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab kepada mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khawatir jika ia memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa :


NABI MUSA A.S. DENGAN 'AUJ BIN UNUQ

'Auj bin Unuq adalah manusia yang berumur sehingga 4,500 tahun. Tinggi badannya di waktu berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat menenggelamkan negeri pada zaman Nabi Nuh A.S. Ketinggian air tersebut tidak dapat melebihi lututnya. Ada yang mengatakan bahwa dia tinggal di gunung. Apabila dia merasa lapar, dia akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk menangkap ikan kemudian memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia marah atas sesebuah negeri, maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah penduduk negeri itu tenggelam di dalam air kencingnya.

Apabila Nabi Musa bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka 'Auj bermaksud untuk membinasakan Nabi Musa bersama kaumnya itu. Kemudian 'Auj datang untuk memeriksa tempat kediaman kaum Nabi Musa A.S., maka dia mendapati beberapa tempat kediaman pengikut Nabi Musa itu tidak jauh dari tempatnya. Kemudian dia mencabut gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di atas kepalanya supaya mudah untuk dicampakkan kepada pengikut Nabi Musa A.S.

Sebelum sempat 'Auj mencampakkan gunung-gunung yang dijunjung di atas kepalanya kepada kaum Nabi Musa A.S, Allah telah mengutuskan burung hud-hud dengan membawa batu berlian dan meletakkannya di atas gunung yang dijunjung oleh 'Auj. Dengan kekuasaan Allah, berlian tersebut menembusi gunung yang dijunjung oleh 'Auj sehinggalah sampai ke tengkuknya (leher bagian belakang). 'Auj tidak sanggup menghilangkan berlian itu, akhirnya 'Auj binasa disebabkan batu berlian itu.

Dikatakan bahwa ketinggian Nabi Musa A.S adalah empat puluh hasta dan panjang tongkatnya juga empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya kepada 'Auj tepat mengenai mata dan kakinya. Ketika itu jatuhlah 'Auj dengan kehendak Allah S.W.T dan akhirnya tidak dapat lari daripada kematian sekalipun badannya tinggi serta memiliki kekuatan yang hebat.