Amr bin Al Ash Bagian 3

  • Home
  • Amr bin Al Ash Bagian 3
Allah Swt pun berkenan menaklukkan Mesir lewat perjuangan Amr bin Ash.

Salah satu bukti kecerdasannya juga adalah saat ia sedang mengepung salah satu benteng negeri Mesir yang kuat, tokoh agama Romawi meminta panglima pasukan muslimin untuk mengirimkan seorang negosiator dan juru runding. Beberapa orang dari pasukan muslimin rela untuk melakukan tugas ini. Akan tetapi Amr bin Ash berkata: “Aku akan menjadi utusan kaumku untuk menemuinya.” Lalu Amr bin Ash menemui tokoh agama tadi, kemudian ia berhasil memasuki benteng tadi dengan berpura- pura bahwa dirinya adalah utusan panglima pasukan muslimin.

Tokoh agama itu bertemu dengan Amr dan tokoh agama tersebut tidak mengenalinya.

Maka terjadilah perundingan antara mereka berdua dan Amr bin Ash berhasil memperlihatkan kecerdasan dan pengalamannya. Maka tokoh agama Romawi ini berniat untuk mengkhianati Amr. Tokoh agama tersebut memberikan hadiah yang besar kepada Amr dan menyuruh para penjaga benteng untuk membunuh Amr sebelum ia melewati parit.

Akan tetapi Amr mengetahui niat jahat dari pancaran mata para penjaga tersebut. Lalu Amr kembali lagi menemui tokoh agama tadi dan berkata: “Wahai Tuan, pemberian yang engkau berikan kepadaku tidak bakal cukup untuk dibagi kepada seluruh sepupuku. Maukah engkau mengizinkan aku untuk mengajak sepuluh orang dari mereka untuk mendapatkan hadiah yang sama darimu?”

Tokoh agama tadi menjadi bahagia, dan ia berharap dapat membunuh sepuluh orang dari pihak muslim daripada hanya membunuh satu orang saja.”

Kemudian tokoh agama tadi memberi isyarat kepada para penjaga benteng untuk membiarkan Amr bin Ash pergi.

Maka selamatlah Amr bin Ash dari ancaman pembunuhan.

Ketika Mesir berhasil ditaklukan dan diserahkan kepada pihak muslimin, tokoh agama tadi berjumpa dengan Amr bin Ash dan bertanya dengan nada keheranan: “Apakah ini adalah kamu sebenarnya?” Amr menjawab: “Ya, seperti saat hendak kau khianati dulu.”

Amr bin Ash adalah manusia yang amat pandai berbicara dan berdialog. Sehingga Umar Al Faruq menganggap bahwa kepandaian Amr bin Ash dalam berbicara merupakan tanda kekuasaan Allah Swt.

Maka setiap kali Umar melihat ada orang yang gagap dalam berbicara, maka Umar berkata: “Sang Pencipta orang ini dan Sang Pencipta Amr bin Ash adalah Tunggal.”

Salah satu ucapan Amr bin Ash yang sarat dengan makna adalah: “Manusia itu terbagi tiga; Manusia yang sempurna, separuh manusia dan manusia yang tak bermakna.

Adapun manusia yang sempurna adalah manusia yang lengkap agama dan akalnya. Jika ia hendak memutuskan sebuah perkara, maka ia akan meminta pendapat orang-orang cerdas sehingga ia akan terus mendapatkan petunjuk.

Sedangkan separuh manusia adalah orang yang yang disempurnakan agama dan akalnya oleh Allah. Jika ia hendak meutuskan sebuah perkara, ia tidak meminta pendapat orang lain, dan ia akan berkata: “Manusia seperti apa yang mesti aku ikuti pendapatnya kemudian aku akan meninggalkan pendapatku dan mengikuti pendapatnya?” Maka terkadang ia benar, terkadang ia salah.

Adapun orang yang tak bermakna adalah orang yang tidak beragama dan tidak berakal. Maka ia akan selalu keliru dan terbelakang.

Demi Allah, aku senantiasa meminta pendapat orang lain, bahkan kepada pembantuku.

Saat Amr bin Ash jatuh sakit dan merasakan ajalnya telah tiba, ia meneteskan air mata dan berkata kepada anaknya: “Aku pernah menjalani tiga kondisi yang diketahui oleh diriku sendiri. Aku pernah menjadi orang kafir, kalau saja saat itu aku mati maka aku pasti akan masuk ke dalam

neraka. Saat aku berbai’at kepada Rasulullah Saw, aku menjadi manusia yang amat malu terhadap Beliau, sehingga kedua mataku tak berani menatap Beliau. Kalau saja aku mati pada saat itu, pasti banyak orang yang mengatakan: ‘Selamat bagi Amr yang telah masuk Islam secara baik dan mati secara baik.’

Kemudian aku mengalami banyak kejadian setelah itu, dan aku tidak tahu bahwa semua itu akan memberi kebaikan kepadaku ataukah keburukan?”

Kemudian Amr bin Ash menghadapkan wajahnya ke arah dinding dan berkata: “Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!”

Kemudian ia meletakkan tangannya di bawah lehernya dan ia mengangkat pandangannya ke arah langit dan berdo’a: “Ya Allah tidak ada kekuatan yang aku miliki, maka menangkanlah aku! Tidak ada yang tidak memiliki kesalahan, maka maafkanlah! Aku bukanlah orang yang sombong akan tetapi orang yang memohon ampunan. Maka ampunilah aku, wahai Dzat Yang Maha Pengampun!”

Ia terus mengulangi do’a tersebut sehingga ruhnya berpisah dari badan.


Next    

Referensi