KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 12

  • Home
  • KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 12
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah S.W.T meskipun sehujung rambut pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan siksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.

Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya. Fir'aun meyakini bahwa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa - sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan sumber-sumber yang zalim maka ia tidak segan- segan untuk menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahwa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:

"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)

Kita perhatikan bahwa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahwa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.

Ide tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Quran tidak menyebutkan namanya karena namanya tidak begitu penting dan begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya karena sifatnya tidak begitu penting. Al-Quran hanya menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia berkata bahwa Musa hanya mengatakan bahwa Allah S.W.T adalah Tuhannya, lalu untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahwa Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak melakukan sesuatu yang karenanya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah S.W.T ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari siksaan-Nya jika menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."

Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.

Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh dari sikap orang-orang yang zalim:

"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)

Demikianlah pernyataan para penguasa yang zalim ketika mereka menghadapi masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah. Oleh karena itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah S.W.T menceritakan sikap demikian ini dalam surah Ghafir:

"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)

Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:

"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: 'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)

Kita perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbedaan dengan pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh Allah S.W.T, lalu Allah S.W.T menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu jauh dengan zaman sekarang.

Sejarah Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah S.W.T? Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoritas orang- orang mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok mayoritas yang kafir? Bukankah Allah S.W.T telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah S.W.T menenggelamkan mereka dengan topan dan Allah S.W.T menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah S.W.T menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahwa usaha kita membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?

Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahwa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh karena itu, ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:

"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min: 38-40)

Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya.