Hudzaifah bin Yaman Bagian 1

  • Home
  • Hudzaifah bin Yaman Bagian 1
Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw
“Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!” (Hadits Rasulullah)


“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!”

Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah.

Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini:

Al Yaman, ayah Hudzaifah adalah orang asli Mekkah dari Bani Absin akan tetapi ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah.

Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. Akan tetapi ia lebih lama tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah.

Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman ayah Hudzaifah adalah salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah. Oleh karena itu, Hudzaifah adalah orang Mekkah asli, namun besar di Madinah.

Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah masuk Islam sebelum masuk usia dewasa.
as rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau. Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau.

Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi. Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!”

Maka ia menjawab: “Saya adalah termasuk suku Anshar, ya Rasulullah!”

Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan.

Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri:

Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr karena aku pada saat itu sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” Kami menjawab: “Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali setelah membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami.

Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa yang mesti kami perbuat?

Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.”

Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang tersebut. Akan tetapi ia gugur bukan karena sabetan pedang musyrikin akan tetapi karena sabetan pedang muslimin. Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada bagian berikut:

Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak karena keduanya adalah orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya:

“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan. Usia kita tinggal hari ini saja atau besok98. Mengapa kita tidak mengambil pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” Kemudian keduanya mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan berkecamuk dalam gelombang perang.

Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku… ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya, tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia adalah Dzat Yang Amat Pengasih.”

Kemudian Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada Hudzaifah diyat ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya.

Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.

Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah adalah adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya.

Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan
kepada salah seorang sahabatnya yang lain- Rasul memerintahkan kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin.

Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw).

Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq100 dimana kaum muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka. Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan, dan sebagian kaum muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt.