Suatu ketika, Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghozali As Syafi’i At Tussi (a.k.a Imam Ghozali) sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya usai menimba ilmu dari tempat yang jauh.
Dalam perjalanan itu, beliau bertemu dengan seorang perampok. Imam Ghozali berkata kepada Sang perampok bahwa dia rela seluruh hartanya diambil asalkan jangan kotak yang Beliau bawa. Karena penasaran, Sang perampok memeriksa kotak tersebut dan menemukan banyak catatan ilmu yang telah dikumpulkan oleh Imam Ghozali.
Perampok itu menertawakannya seraya berkata, “Mengapa kau capek-capek belajar kalau ilmu kau tidak bermanfaat dan hanya jadi tumpukan kertas untukmu sendiri tanpa dibagikan kepada orang lain?”
Sejak saat itu, Imam Ghozali mulai menuliskan ilmu-ilmu yang telah didapatkannya. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang sampai sekarang masih menjadi rujukan para ulama. Kitab- kitab Beliau yang paling terkenal adalah kitab tentang Tasawwuf, diantaranya adalah Ihya Ulumuddin, Bidayat Al Hidayah, dan Minhaj Al ‘Abidin.
Begitulah jika seorang ulama dalam mengambil hikmah. Tidak memandang siapa yang berbicara, namun memandang hikmah apa yang bisa diambil dari ucapannya. Rahimahullah Imam Ghozali. Semoga ilmu yang telah engkau sebarkan bisa bermanfaat untuk generasi- generasi setelahmu. Dan semoga kita bisa meneladani sikap Beliau dalam mengambil hikmah dari mana saja. Aamiin