Abu Ayub Al Anshary (Khalid bin Zaid Al Najary) Bagian 2

  • Home
  • Abu Ayub Al Anshary (Khalid bin Zaid Al Najary) Bagian 2
Abu Ayub mencintai Rasulullah Saw dengan seluruh hati dan sanubarinya. Dan Rasul Saw juga mencintai Abu Ayub dengan begitu cintanya sehingga tak berjarak lagi. Dan Beliau menganggap bahwa rumah Abu Ayub sudah seperti rumah Beliau.

Ibnu Abbas ra berkata: “Pada suatu siang hari yang panas Abu Bakar datang ke mesjid dan Umar melihatnya seraya bertanya: ‘Wahai Abu Bakar, apa yang membuatmu datang ke mesjid pada saat seperti ini?’ Abu Bakar menjawab: ‘Yang membuatku datang ke mesjid tiada lain karena aku merasa amat lapar sekali.’ Umar pun bertukas: ‘Demi Allah, saya pun keluar dari rumah karena saya juga merasa amat lapar.’ Saat keduanya sedang merasa amat lapar, lalu datanglah Rasulullah Saw ke arah mereka sambil bertanya: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada saat seperti ini?’ Keduanya menjawab: ‘Demi Allah, kami keluar dari rumah karena di rumah kami tidak terdapat apa-apa untuk di makan dan kami merasa amat lapar.’ Rasul membalas: ‘Demi Allah, Aku pun keluar karena hal yang sama… kalau begitu, ikutilah aku.”

Akhirnya, mereka bertiga datang ke rumah Abu Ayub Al Anshary ra. Abu Ayub setiap hari menyisakan makanan untuk Rasulullah Saw. Jika Rasulullah terlambat datang atau tidak datang pada waktu makan, maka makanan tersebut ia berikan kepada keluarganya.

Begitu mereka sampai di depan pintu rumah Abu Ayub, maka keluarlah Ummu Ayub sambil berkata: “Selamat datang kepada Nabi Allah dan orang yang bersamanya.” Lalu Nabi Saw bertanya kepadanya: “Kemana Abu Ayub?” Abu Ayub mendengar suara Nabi Saw –saat itu sedang bekerja di bawah pohon kurma dekat rumahnya- dan ia pun langsung datang menghadap segera sambil berkata: “Selamat datang kepada Rasulullah dan orang yang bersamanya.” Kemudian ia menyambung: “Wahai Nabi Allah, ini bukanlah waktu yang biasanya Engkau datang.” Rasul Saw lalu menjawab: “Engkau benar.” Lalu Abu Ayub berlari ke arah pohon kurmanya dan ia memotong satu tandan yang berisikan kurma yang matang dan belum masak.

Rasul Saw lalu bersabda: “Aku tak menginginkan dirimu untuk memotongnya akan tetapi cukup kau petikan saja buahnya untuk kami?” Abu Ayub menjawab: “Ya Rasulullah, aku amat ingin Engkau memakan kurma yang masak maupun tidak dari pohon ini, dan aku akan menyembelih hewan untukmu juga.” Rasul menjawab: ‘Jika kau ingin menyembelih hewan, sembelihlah namun jangan yang banyak susunya!”

Maka Abu Ayub langsung mengambil seekor anak kambing lalu menyembelihnya. Lalu ia berkata kepada istrinya: ‘Aduklah adonan dan buatkan kami roti sebab engkau amat tahu cara membuat roti.’ Ia lalu mengambil separuh dari anak kambing tadi dan memasaknya. Setengahnya lagi ia panggang. Begitu makan telah masak dan telah dihidangkan dihadapan Rasulullah Saw dan kedua sahabatnya, maka Rasulullah Saw langsung mengambil sepotong daging dari anak kambing tadi dan Beliau meletakkannya dalam roti. Beliau pun bersabda: “Ya Abu Ayub, Bawalah segera potongan daging ini kepada Fathimah, karena ia belum memakan apapun seperti ini sejak pagi tadi.”

Begitu mereka semua telah menikmati makanan dan merasa kenyang, Nabi Saw bersabda: “Roti, daging, kurma mentah dan kurma masak!!!” Lalu kedua mata Rasul Saw meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini adalah kenikmatan yang akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan kalian maka bacalah: Bismillah. Jika kalian sudah merasa kenyang maka bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang
dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi mulia).

Lalu Rasulullah Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah menghadap kami besok hari!”

Rasulullah Saw adalah seorang yang bila menerima jasa baik dari orang lain maka ia ingin membalas kebaikan tersebut; akan tetapi Abu Ayub belum pernah mendengar hal itu.

Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Saw menyuruhmu untuk mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!”

Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.”

Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Saw dan Nabi memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya. Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia bersama kami.”

Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Saw telah memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.” Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan Rasul Saw?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang lebih baik akan wasiat Rasul Saw daripada membebaskannya.” Istrinya menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran. Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak tersebut dibebaskan oleh Abu Ayub.

Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban.

Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Saw hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain.

Perang terakhir yang diikutinya adalah saat Mu’awiyah mempersiapkan sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub adalah seorang tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat
dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Swt.

Akan tetapi tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka: ‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan membawa jasad Abu Ayub.

Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan menguruknya dengan tanah.

Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu berkisar 80 tahun.