Amr bin Al Ash Bagian 1

  • Home
  • Amr bin Al Ash Bagian 1
“Amr bin Al Ash Masuk Islam Setelah Ia Melakukan Perenungan dan Pemikiran yang Cukup Panjang. Rasulullah Saw Pernah Bersabda tentang Diri Amr: “Para Manusia telah Masuk Islam, dan Amr bin Al Ash telah Beriman.”


“Ya Allah, Engkau dulu pernah memerintahkan kami, namun kami bermaksiat. Engkau dulu pernah melarang kami, namun kami masih saja tak berhenti melakukannya. Tidak ada daya upaya kami selain berharap ampunan-Mu, wahai Dzat Yang Paling Penyayang!”

Dengan do’a yang sarat dengan kerendahan hati dan harapan ini, Amr bin Ash menutup usia dan menjelang kematian.

Kisah hidup Amr bi Ash sarat dengan cerita berharga.

Dalam masa hidupnya, ia telah berhasil mempersembahkan untuk Islam dua daerah besar dan makmur. Keduanya adalah Palestina dan Mesir.

Ia berhasil meninggalkan sebuah riwayat berharga dan senantiasa dibaca oleh manusia sepanjang masa.

Kisah ini di mulai kira-kira setengah abad sebelum hijrah saat Amr dilahirkan, dan berakhir 43 tahun setelah hijrah saat ia menutup usia.

Ayahnya bernama Al Ash bin Wa’il yang menjadi salah seorang pemimpin dan tokoh Arab terpandang pada masa jahiliah. Ayahnya juga merupakan sosok yang memiliki kedudukan tinggi pada bangsa Quraisy.

Sedangkan ibunya, memiliki nasib yang berbeda. Ibunya adalah seorang budak tawanan saja.

Oleh karenanya orang-orang yang merasa iri terhadap Amr bin Ash selalu mengungkit kisah ibunya saat Amr sudah menjabat posisi tertentu atau saat ia sedang menaiki tangga mimbar untuk memberikan khutbah.

Bahkan ada seseorang yang membujuk seorang lain untuk berdiri saat Amr bin Ash hendak naik ke atas mimbar lalu menanyakan Amr tentang kisah ibunya. Orang yang menyuruh tadi menjanjikan sejumlah uang kepada orang yang berani melakukan hal ini.

Orang yang disuruh itu bertanya: “Siapakah ibu dari pemimpin kita ini?” Amr langsung berusaha menekan emosinya dan menggunakan akal sehatnya. Ia menjawab: “Dia adalah Nabighah binti Abdullah. Ia pernah tertawan pada masa jahiliah kemudian ia dijual sebagai budak di pasar Ukadz. Kemudian ia dibeli oleh Abdullah bin Jad’an yang kemudian diberikan kepada Ash bin Wa’il (yaitu ayah Amr) sehingga membawa karunia seorang anak bagi Ash. Jika orang yang hatinya teracuni sifat dengki menjanjikan sejumlah uang kepadamu, maka ambillah!”

Saat kaum muslimin yang menderita berhijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dari siksaan bangsa Quraisy dan tinggal di sana. Pada saat itu bangsa Quraisy bertekad untuk memulangkan mereka ke Mekkah lagi, kemudian menyiksa mereka dengan berbagai siksaan.

Bangsa Quraisy menunjuk Amr bin Ash untuk melakukan tugas ini, sebab ia memiliki hubungan lama yang baik dengan An Najasy.

Bangsa Quraisy juga membekali Amr dengan hadiah yang disenangi oleh An Najasy dan para pemuka agama di sana.

Begitu Amr bin Ash bertemu dengan An Najasy, Amr bin Ash memberikan penghormatan kepadanya dan berkata: “Ada sebuah kelompok dari kaum kami yang telah berpaling dari agama orang tua dan kakek moyang kami, mereka kini telah membuat agama baru untuk diri mereka. Bangsa Quraisy mengutusku untuk bertemu denganmu untuk mendapatkan izin darimu agar mereka dapat dikembalikan kepada kaumnya dan kembali kepada agama mereka.”

Maka An Najasy segera memanggil beberapa orang dari sahabat Nabi yang berhijrah. An Najasy bertanya kepada mereka tentang agama yang mereka anut, Tuhan yang mereka imani dan tentang Nabi mereka yang membawa ajaran agama ini.

An Najasy mendengarkan dari penuturan para sahabat tadi yang membuat hatinya menjadi yakin dan tenang. Akidah mereka telah membuat An Najasy menjadi suka dengan ajaran agama mereka dan beriman kepadanya.

Maka An Najasy menolak dengan keras permintaan Amr bin Ash. Kemudian An Najasy mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh Amr bin Ash.

Saat Amr bin Ash hendak berangkat menuju Mekkah, An Najasy berkata kepadanya: “Bagaimana bisa engkau menjauh dari urusan Muhammad, ya Amr padahal aku tahu bahwa engkau adalah orang yang berpikiran cerdas dan berwawasan luas?! Demi Allah dia adalah seorang utusan Allah kepada kalian khususnya dan kepada manusia secara umum.”

Amr lalu bertanya: “Apakah kau sungguh mengatakan hal demikian, wahai paduka raja?!”

An Najasy menjawab: “Demi Allah, taatilah titahku, ya Amr dan berimanlah kepada Muhammad dan kepada kebenaran yang ia bawa untuk kalian!”

Amr bin Ash meninggalkan Habasyah. Ia terus melanjutkan perjalanannya namun ia tidak mengerti apa yang ia lakukan. Kalimat yang telah diucapkan An Najasy meninggalkan bekas mendalam dan berhasil mengguncang hatinya.

Ucapan An Najasy tentang Muhammad membuat dirinya ingin segera menemui Muhammad, akan tetapi ia tidak memiliki kesempatan hingga pada tahun 8 hijriyah. Pada saat Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadanya untuk menerima agama yang baru. Maka pada saat itulah Amr berangkat menyusuri jalan yang menuju ke Madinah Munawarah untuk menemui Rasulullah Saw dan menyatakan keislaman dirinya dihadapan Beliau.

Saat ia sedang di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan Khalid bin Al Walid dan Utsman bin Thalhah. Keduanya pun memiliki tujuan yang sama. Akhirnya ketiga orang itu pun berangkat bersama-sama.

Begitu mereka menjumpai Nabi Saw, Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah segera berbai’at (melakukan sumpah setia) kepada Nabi Saw.

Kemudian Rasulullah Saw membentangkan tangannya kepada Amr, lalu Amr memegang tangan Beliau.