Salamah bin Qais Al Asyjai’ian Bagian 2

  • Home
  • Salamah bin Qais Al Asyjai’ian Bagian 2
Begitu aku menghampiri Amirul Mukminin, ia berkata kepadaku: “Duduklah!”

Kemudian aku duduk di tengah-tengah manusia, lalu aku disodorkan makanan dan aku pun memakannya.

Begitu semua orang selesai makan, kemudian Amirul Mukminin berkata: “Ya Yarfa’, angkatlah piring-piring besar itu!”

Kemudian Yarfa’ mengangkat piring-piring tersebut dan aku membantunya.

Begitu Amirul Mukminin masuk ke dalam rumahnya, aku pun meminta izin untuk dipersilakan masuk, dan ia mengizinkan. Aku dapati Amirul Mukminin sedang duduk di atas bantal dari kumpulan bulu, Beliau bersandar di atas dua buah bantal terbuat dari kulit yang diisi oleh bulu. Kemudian ia melemparkan salah satunya kepadaku, kemudian aku duduk di atas bantal tersebut.

Di belakang tubuhnya terdapat sebuah tirai, kemudian ia menoleh ke arah tirai tersebut dan berkata: “Ya Ummu Kultsum, siapkan makanan untuk kami!”

Aku berujar dalam diri: “Kira-kira apa makanan yang akan disiapkan khusus buat Amirul Mukminin?!”

Kemudian Ummu Kultsum memberikan sepotong roti dengan minyak yang ditaburi garam yang tidak merata.

Kemudian khalifah menoleh ke arahku dan berkata: “Makanlah!” Aku pun melaksanakannya dan aku makan sedikit saja. Ia pun turut makan. Aku tidak pernah melihat orang yang memiliki cara lebih baik daripadanya saat makan.

Kemudian ia berkata: “Bawakan air untuk kami!” maka penghuni rumahnya membawakan sebuah gelas untuk Beliau yang berisikan minuman dari tepung jernih. Kemudian Khalifah berkata: “Berikan minuman tersebut kepada orang ini terlebih dahulu!” Maka para orang tadi memberikan minuman tersebut kepadaku.

Aku pun mengambil gelas tersebut dan aku minum sedikit darinya, karena tepung jernih milikku lebih wangi dan lebih berkualitas. Kemudian Khalifah mengambilnya dan meminum dari gelas tersebut hingga ia merasa puas. Kemudian ia berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan sehingga merasa kenyang. Yang telah memberi kami minum, sehingga kami merasa tidak haus.”

Pada saat itu, aku menatapnya dan berkata: “Aku membawa sebuah surat untukmu, wahai Amirul Mukminin.” Ia bertanya: “Dari mana?” Aku menjawab: “Dari Salamah bin Qais.” Ia langsung berseru: “Selamat datang untuk Salamah bin Qais, selamat datang bagi utusannya! Ceritakan kepadaku tentang pasukan muslimin!”

Aku menjawab: “Sebagaimana yang engkau inginkan, wahai Amirul Mukminin. Mereka semua selamat, dan berhasil menang menghadapi para musuh mereka dan musuh Allah.”

Aku pun memberitahukan kepadanya tentang kemenangan. Aku memberitahukannya tentang kondisi pasukan muslimin baik secara umum maupun terperinci.

Ia berkata: “Segala puji bagi Allah Yang telah memberi dan melebihkan, Yang telah menganugerahkan dan memperbanyak!”

Kemudian ia bertanya: “Apakah engkau melewati Bashrah?” Aku menjawab: “Ya, aku melewatinya wahai Amirul Mukminin.”

Ia bertanya: “Bagaimana kaum muslimin di sana?” Aku jawab: “Semuanya baik-baik saja dengan rahmat Allah.” Ia bertanya: “Bagaimana harga barang-barang di sana?” Aku jawab: “Harga barang di sana adalah yang paling murah.” Ia bertanya: “Bagaimana dengan daging di sana? Sebab daging adalah bak pepohonan bagi bangsa Arab. Bangsa Arab tidak merasa damai kecuali mereka memiliki pepohonan.”

Aku jawab: “Daging di sana amat banyak dan berkecukupan.”

Kemudian ia melihat kotak kecil yang aku bawa, kemudian ia bertanya:
“Apa yang kau bawa di tanganmu itu?!”

Aku menjawab: “Saat Allah memberikan kemenangan kepada kami saat menghadapi musuh, kami pun mengumpulkan harta ghanimah. Salamah lalu melihat terdapat sebuah perhiasan. Kemudian Salamah berkata kepada semua prajurit: ‘Perhiasan ini bila dibagikan kepada kalian maka akan menjadi tidak berarti. Apakah kalian mengizinkan jika perhiasan ini aku kirimkan kepada Amirul Mukminin?’ Para prajurit menjawab: ‘Baiklah!’” Kemudian aku memberikan kotak kecil tersebut kepada Khalifah.

Begitu ia membukanya dan melihat batu-batu mulia yang bertahta di perhiasan tersebut dengan berbagai warna merah, kuning dan hijau, ia langsung melompat dari tempat duduknya. Ia lalu menjulurkan tangannya dihadapanku. Ia kemudian mencampakkan kotak kecil tadi ke tanah, maka berhamburanlah semua yang ada di dalamnya tercerai-berai.

Para wanita yang ada di dalam rumah menduga bahwa aku berniat untuk membunuh Khalifah. Semua wanita tadi berdatangan ke arah tirai. Kemudian Khalifah menatapku dan berkata: “Kumpulkan perhiasan itu!” dan ia berkata kepada budaknya: “Pukullah dan sakiti dia!”

Aku lalu mengumpulkan isi kotak kecil yang berhamburan, sementara Yarfa’ memukuliku.

Kemudian Khalifah berkata: “Berdirilah dengan cara yang tidak terhormat, baik engkau maupun sahabatmu!”

Aku berkata: “Tolong kembalikan hewan tungganganku yang akan membawa aku dan budakku ke Al Ahwaz. Budakmu telah mengambil hewan tersebut dariku.”

Kemudian Khalifah berkata kepada Yarfa’: Berikan kepadanya dua unta tunggangan dari harta sedekah untuk dia dan budaknya!”

Kemudian ia berkata kepadaku: “Jika engkau telah merasa tidak memerlukannya lagi dan engkau mendapati ada orang yang lebih membutuhkannya daripadamu, maka berikanlah kedua unta tadi kepadanya!”

Aku menjawab: “Baik, akan aku lakukan ya Amirul Mukminin, Insya Allah!”

Kemudian Khalifah menatapku sambil berkata: “Demi Allah, jika para prajurit sudah berpisah sebelum perhiasan ini dibagikan kepada mereka, maka aku sendiri yang akan mematahkan tulang punggunngmu dan sahabatmu itu!”

Maka aku pun segera berangkat sehingga aku menemui Salamah dan aku berkata: “Tiada keberkahan Allah atas tugas yang engkau berikan kepadaku. Bagikanlah perhiasan ini kepada para prajurit sebelum sebuah musibah bakal terjadi kepadaku dan kepadamu!”

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya.

Ia pun tidak meninggalkan majlisnya sebelum ia membagikan perhiasan tersebut kepada para prajurit.