A’shim Bin Tsabit Bagian 1

  • Home
  • A’shim Bin Tsabit Bagian 1
“Siapa yang Hendak Berperang Maka Berperanglah Seperti yang Dilakukan Oleh A’shim Bin Tsabit” (Muhammad Rasulullah)


Bangsa Quraisy berduyun-duyun yang terdiri dari para pembesar hingga para budak pergi untuk menjumpai Muhammad bin Abdullah di Uhud.

Kebencian mengisi relung hati mereka, dan mereka hendak menuntut balas atas setiap darah yang tertumpah dari korban yang berjatuhan di pihak mereka pada perang Badr.

Lebih dari itu, mereka juga mengajak beberapa orang wanita turut- serta untuk memberikan semangat kepada para pria untuk melakukan perang, dan mengobarkan api perjuangan pada jiwa setiap prajurit. Wanita-wanita tadi akan terus mengobarkan semangat setiap prajurit, setiap kali mereka lemah atau takut.

Salah seorang wanita yang turut serta dalam perang ini adalah Hindun binti Utbah istri dari Abu Sufyan, Raithah binti Munabbih istri dari Amr bin Al Ash, Sulaqah binti Sa’d yang disertai oleh suaminya yang bernama Thalhah dan ketiga putranya yang bernama: Masafi’, Al Julas dan Kilab. Dan banyak lagi wanita lain yang turut-serta dalam peperangan ini seperti mereka.

Begitu kedua belah pihak sudah saling bertemu, dan api peperangan telah berkobar. Hindun binti Utbah bersama para wanita yang lain berdiri di belakang barisan bangsa Quraisy. Mereka memukulkan genderang sambil bersenandung:

Jika kalian berani maju, maka kami akan memberikan kalian pelukan

dan kami akan membentangkan bantal-bantal

Jika kalian kabur dari perang maka kami akan meminta cerai

Perceraian yang tidak akan menyenangkan

Lantunan suara mereka membangkitkan kobaran semangat di hati mereka, dan seolah memiliki daya sihir pada diri para suami mereka.

Lalu usailah peperangan. Dan kemenangan berada di pihak Quraisy atas pasukan muslimin. Para wanita tadi begitu senang dengan kemenangan yang mereka raih. Lalu mereka berkeliling di medan perang yang telah selesai. Mereka melakukan penyiksaan kepada korban perang dengan amat kejinya: Mereka merobek perut korban, mencungkil mata, memutus telinga dan hidung.

Bahkan salah seorang dari mereka masih merasa tidak puas kecuali setelah membuat kalung dan untaian dari hidung dan telinga. Mereka menjadikan kalung telinga dan hidung tersebut sebagai hiasan sebagai balas dendam atas ayah, saudara, paman mereka serta lainnya yang telah terbunuh di Badr.

Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Sulaqah binti Sa’d berbeda dengan wanita Quraisy lainnya.

Ia terlihat bingung dan panik sambil menunggu suami dan salah seorang dari ketiga anaknya. Ia ingin tahu kabar tentang mereka, dan ia juga ingin berbagi kebahagiaan karena kemenangan ini bersama wanita yang lain.

Setelah ia menunggu lama tanpa hasil, maka ia pun memasuki bekas medan peperangan tadi. Ia memeriksa setiap orang yang menjadi korban.Dan ternyata ia menemukan suaminya telah terbunuh dengan berlumuran darah.

Maka ia bagaikan singa betina yang ketakutan. Ia langsung menyisirkan pandangannya ke setiap penjuru untuk mencari ketiga anaknya: Masafi’, Kilab dan Al Julas.

Tidak lama kemudian, ia mendapatkan bahwa ketiganya sudah tergeletak di tanah Uhud.

Masafi’ dan Kilab rupanya sudah tewas. Sedangkan Al Julas, rupanya ia masih memiliki sedikit nafas untuk bertahan hidup.

Sulafah menangisi anaknya yang sedang menghadapi sakaratul maut. Ia meletakkan kepala anaknya di pangkuannya. Sulafah mencoba untuk menghapuskan darah yang ada di kening dan mulut anaknya. Sulafah sudah kehabisan air mata akibat kesedihan yang ia rasakan pasca perang.

Kemudian Sulafah mendekatkan diri kepada anaknya sambil berkata: “Siapa yang telah mengalahkanmu, wahai anakku?” Anaknya berusaha untuk menjawab, akan tetapi ia tak kuasa lagi. Kemudian Sulafah kembali mendesak dengan pertanyaannya, dan kali ini anaknya mampu menjawab dengan berkata: “Orang yang membunuhku adalah A’shim bin Tsabit,… dan ia juga yang telah membunuh saudaraku Musafi, dan… akhirnya Al Julas pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Maka menjadi gilalah Sulafah binti Sa’d. Ia langsung berteriak sambil menangis sekuatnya. Ia bersumpah demi Lata dan Uzza bahwa ia tidak akan pernah merasa puas kecuali bila bangsa Quraisy telah membalaskan
dendamnya dari Ashim bin Tsabit dan membawa tengkorak kepalanya agar ia jadikan tempat khamr untuk diminum.

Kemudian Sulafah bernazar untuk memberikan siapa saja yang mampu menangkap, menawan atau membunuh A’shim bin Tsabit lalu membawa kepalanya kepada Sulafah, maka ia akan diberi harta apa saja yang paling indah.

Maka tersebarlah berita tentang nadzar Sulafah ini di kalangan bangsa Quraisy. Lalu setiap pemuda Mekkah mulai berangan untuk dapat mengalahkan Ashim bin Tsabit lalu mempersembahkan tengkorak kepalanya kepada Sualafah, agar ia akan memenangkan hadiah Sulafah ini.

Kembalilah pasukan muslimin ke Madinah setelah mereka melakukan perang Uhud. Mereka mengenang peperangan yang baru saja mereka lakukan dan mereka pun mengenang setiap kejadian dalam perang tersebut. Mereka berbelasungkawa atas setiap prajurit yang mendapatkan syahadah di medan laga. Mereka pun memberikan pujian kepada para ksatria yang begitu berani berperang… dan mereka menyebutkan salah satu dari para ksatria tersebut adalah Ashim bin Tsabit. Para pasukan muslimin merasa kagum kepada Ashim, bagaimana ia bisa dapat mengalahkan tiga orang bersaudara dari satu keluarga dari sekian banyak korban yang berguguran di tangannya.