Umar memulai pembicaraannya:
“Suatu malam Rasulullah Saw sedang berbicara dan bermusyawarah dengan Abu Bakar ra seputar permasalahan kaum muslimin.Saat itu aku bersama mereka. Kemudian Rasulullah Saw keluar dan kami ikut keluar bersamanya. Ternyata kami dapati ada seorang pria yang sedang shalat di mesjid dan kami tidak tahu siapa dia sebenarnya. Rasul Saw diam sejenak untuk mendengarkan bacaannya. Kemudian Beliau menoleh ke arah kami sambil bersabda: “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an yang segar seperti baru diturunkan, maka bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abdin!”
Kemudian terlihat Abdullah bin Mas’ud duduk dan berdo’a. Maka Rasulullah Saw langsung bersabda kepadanya: “Mintalah pasti engkau akan diberi! Mintalah pasti engkau akan diberi!”
Lalu Umar meneruskan kisahnya:
“Aku berkata dalam diri: Demi Allah, besok pagi aku akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan aku akan menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah Saw mengaminkan do’anya. Keesokan harinya aku datang kepada Abdullah untuk menyampaikan kabar gembira ini, namun aku temui Abu Bakar telah mendahuluiku untuk memberi kabar gembira ini kepadanya.
Demi Allah, tidak pernah aku mengalahkan Abu Bakar dalam kebaikan, pasti ia sudah lebih dahulu melakukannya!”
Ilmu Abdullah bin Mas’ud tentang Kitabullah telah sampai pada tingkatan sebagaimana yang ia katakan:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. Tidak ada satu ayatpundari Kitabullah yang turun kecuali aku mengetahui dimana ia diturunkan, dan aku mengetahui dalam peristiwa apa ia diturunkan. Jika aku tahu ada seseorang yang lebih mengerti Kitabullah dariku, jika mungkin untuk ditempuh pasti akan ku datangi ia.
Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan saat ia berkata tentang dirinya. Inilah kisah Umar bin Khattab ra yang berjumpa dengan sebuah kafilah dalam sebuah perjalanan, dan malam sudah meliputi siang sehingga membuat kafilah tadi kegelapan.
Dalam kafilah tersebut terdapat Abdullah bin Mas’ud. Maka Umar bin Khattab memerintahkan seseorang untuk memanggil mereka: “Dari mana kafilah ini?” Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Minal fajjil amiq (Dari lembah yang jauh)!’ Umar bertanya: “Hendak kemana kalian?”
Abdullah menjawab: “Al Baital atiq (Ke rumah tua / Ka’bah)!” Maka Umar berkata: “Dalam kafilah ini ada seorang yang Alim… dan Umar memerintahkan seseorang untuk bertanya: “Ayat Al Qur’an mana yang paling agung?” Maka Abdullah menjawab: “Allahu La Ilaaha illa Huwa Al Hayyu Al Qayyum, La Takhudzuhu sinatun wa la naum (Allah, tiada Tuhan selai Dia Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri. Ia tidak pernah merasa ngantuk dan tertidur.”
Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka ayat Al Qur’an mana yang paling bijak?” Maka Abdullah menjawab: “Inna Allaha ya’muru bil adli wal ihsan wa iitai dzil qurba (Sungguh Allah memerintahkan untuk berbuat adil, baik dan memberikan bantuan kepada kerabat terdekat).”
Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling lengkap?” Abdullah menjawab: “Fa man ya’mal mitsqala dzarratin khayran yarahu, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarahu (Siapa orang yang melakukan kebaikan seberat biji dzarrah maka ia akan melihatnya. Siapa orang yang melakukan keburukan seberat biji dzarrah maka ia akan melihatnya.”
Umar memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling membuat takut?” Abdullah menjawab: “Laisa bi amaniyikum wa la amaniyi ahlil kitab man ya’mal suu’an yujza bihi wa la yajid lahu min duunillahi waliyyan wa la nashiran ((Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan- angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah).”
Umar lalu memerintahkan: “Tanyakan kepada mereka, ayat Al Qur’an mana yang paling memberi harapan?” Abdullah menjawab: “Qul ya ibadiya alladzina asrafu ala anfusihim wa la taqnatuu min rahmatillah Innallaha yaghfiru Adz dzuuuba jamiian. Innahu Huwa Al Ghafuur Al Rahiim (Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).”
Umar memerintahkan: “Apakah ada Abdullah bin Mas’ud bersama kalian?” Maka rombongan tersebut serempak menjawab: “Benar!”
Abdullah bin Mas’ud tidak hanya pandai, mengerti Al Qur’an, taat beribadah dan zuhud saja; akan tetapi ia bahkan adalah sosok yang kuat, tegar, mujahid yang pantang mundur jika berperang.
Dalam hal ini sebagi buktinya cukup dengan pernyataan bahwa dia adalah muslim pertama di muka bumi setelah Rasul Saw yang berani membacakan Al Qur’an dengan terang-terangan.
Pada suatu hari para sahabat Rasulullah Saw tengah berkumpul di Mekkah. Saat itu mereka adalah kelompok minoritas yang selalu tertindas. Mereka berkata: “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Al Qur’an dibacakan dengan keras kepada mereka. Siapakah orang yang berani membacakannya kepada mereka?!”
Maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku yang akan membacakan Al Qur’an kepada mereka!”
Maka para sahabat tadi menukas: “Kami khawatir mereka akan mencelakaimu. Yang kami inginkan adalah seseorang yang memiliki keluarga besar yang dapat melindungi dan menjaganya dari kejahatan mereka bila mereka berniat melakukannya.”
Abdullah menjawab: “Biarkan aku melakukannya, karena Allah akan menjaga dan melindungiku!”
Kemudian ia pergi ke Masjidil Haram dan ia berjalan ke arah maqam Ibrahim pada waktu dhuha. Saat itu suku Quraisy sedang duduk di sekeliling Ka’bah. Abdullah lalu berdiri di depan Maqam Ibrahim dan membacakan dengan suara keras: “Bismillahirrahmanirrahim, Ar Rahman, Allamal Qur’an, Khalaqal Insana, Allamahul Bayan. ((Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara).” Ia masih meneruskan bacaannya. Maka suku Quraisy mulai meresapi bacaannya. Mereka berkata: “Apa yang sedang dibacakan oleh Ibnu Ummi Abdin? Celaka dia! Dia sedang membaca sebagian ayat yang dibawa oleh Muhammad!”
Maka mereka langsung menghampiri Abdullah dan memukuli wajahnya dan ia masih saja meneruskan bacaannya sehingga batas yang Allah tentukan. Kemudian ia datang menghadap para sahabatnya dan darah mengalir dari tubuhnya. Para sahabatnya berkata: “Inilah yang kami khawatirkan pada dirimu!”
Abdullah menjawab: “Demi Allah, para musuh Allah tidak ada yang lebih berat dari mereka mulai saat ini. Jika kalian mau, besok pagi aku akan membuat mereka semua seperti ini!” Para sahabat menjawab: “Jangan, cukuplah karena engkau telah berani membacakan kepada mereka apa yang mereka benci!”
Abdullah bin Mas’ud masih hidup hingga masa khilafah Utsman bin Affan ra. Saat ia sudah mendekati ajalnya, Utsman menjenguknya lalu bertanya: “Apa yang kau keluhkan?” Ia menjawab: “Dosa-dosaku.” Utsman bertanya: “Apa yang kau inginkan?” Ia menjawab: “Rahmat Tuhanku.” Utsman bertanya: “Apakah engkau menginginkan jatahmu yang selalu kau tolak sejak bertahun-tahun lalu?” Ia menjawab: “Aku tidak memerlukannya.” Utsman berkata: “Itu akan bermanfaat bagi anak-anak putrimu sepeninggalmu nanti” Ia menjawab: “Apakah engkau khawatir anak-anakku menjadi faqir? Aku telah memerintahkan mereka untuk
membaca surat Al Waqiah setiap malam. Dan aku pernah mendengar sabda Rasul Saw: ‘Siapa yang membaca surat Al Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan terkena kefakiran untuk selamanya.”
Begitu malam tiba, Abdullah bin Mas’ud kembali kepangkuan Tuhannya. Lisannya basah dengan dzikir kepada Allah, dan penuh dengan aya-ayat Allah yang jelas.
Jenazahnya dishalatkan oleh ribuan kaum muslimin; termasuk didalamnya Zubeir bin Awwam.
Kemudian ia dimakamkan di Baqi. Semoga Allah merahmatinya.