NABI ISMAIL A.S MEMBANGUN KA’BAH BERSAMA AYAHNYA
Nabi Ismail dibesarkan di Mekah. Apabila dewasa beliau menikah dengan wanita dari suku Jurhum. Walaupun tinggal di Mekah, Ismail sering dikunjungi bapaknya.
Pada satu ketika, bapaknya menerima wahyu daripada Allah supaya membina Ka’bah. Perkara itu disampaikan kepada anaknya. Ismail berkata: “Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu.”Ketika membina Ka’bah, Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: “Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku letakkan di satu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia.”Kemudian Jibril memberi ilham kepada Ismail supaya mencari batu hitam untuk diserahkan kepada Nabi Ibrahim.Setiap kali bangun, mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”Bangunan (Ka’bah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenali Makam Ibrahim.
Nabi Ibrahim sering berulang-alik mengunjungi anaknya. Pada satu hari, beliau tiba di Mekah dan mengunjungi rumah anaknya. Bagaimanapun Ismail tiada di rumah ketika itu melainkan istrinya. Istri Ismail tidak mengenali orang tua itu adalah bapak Ismail. Apabila Nabi Ibrahim bertanya istri Nabi Ismail mengenai suaminya itu, beliau diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Istrinya berkata: “Kami berada dalam kesempitan. ”Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan minuman?“ Dijawab isteri Ismail: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.”Kelakukan istri Nabi Ismail itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim karena kelihatan tidak ridha dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya. Malah, dia kelihatan bersifat pelit karena tidak mengalu-alukan kedatangan tamunya. Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya: “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.”
Selepas itu Nabi Ibrahim pergi dari situ. Beberapa waktu kemudian, Nabi Ismail pulang ke rumah dengan hati gembira karena dia menganggap tiada perkara, tidak diingini yang terjadi sepanjang ketiadaannya di rumah. Nabi Ismail bertanya isterinya: “Apakah ada orang datang menemui kamu?“ Isterinya berkata: “Ya, ada orang tua yang mengunjungi kita.” Ismail berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?“ Isterinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.”Ismail berkata: “Dia adalah bapaku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah kepada keluargamu. ”Selepas menceraikan isterinya, Nabi Ismail menikah lagi, kali ini dengan seorang lagi wanita daripada kaum Jurhum. Isteri baru itu mendapat keredaan bapanya karena pandai menghormati tamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan suaminya dan bersyukur dengan nikmat Allah. Ismail hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan beberapa anak.
Nabi Ismail mempunyai 12 anak lelaki dan seorang anak perempuan yang dinikahkan dengan anak saudaranya, iaitu Al-’Ish bin Ishak. Daripada keturunan Nabi Ismail lahir Nabi Muhammad s.a.w. Keturunan Nabi Ismail juga mewujudkan bangsa Arab Musta’ribah.
NABI ISMAIL SEBAGAI QURBAN
Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Mekah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya untuk menghilangkan rasa rindu hatinya kepada putranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu cemas bila mengenang keadaan putranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim A.S. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail putranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk termenung memikirkan ujian yang sangat berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikaruniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putra yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putra yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan kurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam taat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: "Allah lebih mengetahui dimana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya". Nabi Ibrahim tidak membuang waktu lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai kurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Mekah untuk menemui dan menyampaikan kepada putranya apa yang Allah perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:
"Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putra tunggalnya."
Kemudian dipeluknya Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai seorang putra yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah golok tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang golok di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah putranya ke golok yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, golok diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan. Akan tetapi apa daya, golok yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pegorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pengorbanan putaranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa golok itu tidak memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. "Akan tetapi golok itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya: "Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan". Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya ‘idul adha di seluruh pelosok dunia.