Al Rabi’ Bin Ziyad Al Haritsi Bagian 1

  • Home
  • Al Rabi’ Bin Ziyad Al Haritsi Bagian 1
“Tidak Ada Orang yang Begitu Percaya Kepadaku Sejak Aku Menjadi Khalifah Sebagaimana yang Dilakukan Oleh Al Rabi Bin Ziyad.” (Umar Bin Khattab)


Madinah Rasulullah Saw masih dirundung kesedihan karena telah kehilangan seorang yang amat mulia bernama Abu Bakar As Shiddiq.

Banyak utusan dan delegasi yang berdatangan dari segala penjuru setiap hari untuk membai’at Khalifah yang baru, Umar bin Khattab dan untuk menyatakan kepatuhan dan loyalitas mereka baik dalam kondisi senang maupun susah.

Pada suatu pagi datanglah delegasi dari Bahrain untuk menghadap Amirul Mukminin dan beberapa rombongan delegasi yang lainnya.

Umar Al Faruq ra senang sekali mendengar pembicaraan para delegasi dengan harapan ia akan mendapatkan nasehat yang bermanfaat, ide yang berguna atau nasehat bagi Allah, kitab-Nya dan bagi ummat muslim secara keseluruhan.

Ia meminta beberapa orang dari para hadirin saat itu untuk berbicara akan tetapi apa yang mereka sampaikan tidak begitu berarti.

Kemudian khalifah menoleh kepada seorang pria yang beiau duga sebagai orang baik. Kemudian Beliau menoleh ke arahnya dan berkata: “Ungkapkanlah pendapatmu!”

Kemudian pria tadi memuji Allah dan berkata: “Ya Amirul Mukminin amanat ummat yang telah Anda emban ini tiada lain merupakan ujian Allah yang ditimpakan kepadamu. Maka bertaqwalah kepada Allah atas amanah ini. Ketahuilah olehmu, anda ada seeang yankor domba tersesat di tdepi sungai Eufrat maka pasti enrgkau akan ditanyakan di hari kiamat nanti tentang domba tadi.”

Maka menangislah Umar dengan suara yang keras lalu berkata: “Tidak ada orang yang berkata jujur kepadaku sejak aku menjadi khalifah sebagaimana yang telah ia lakukan. Siapakah dirimu?!” Ia menjawab: “Al rabi bin Ziyad Al Haritsi

Umar bertanya: “Apakah engkau saudaranya Al Muhajir bin Ziyad?” Rabi menjawab: “Benar.”

Begitu pertemuan itu berakhir, Umar lalu memanggil Abu Musa Al Asy’ari dan berkata: “Selidikilah siapa sebenarnya Rabi bin Ziyad! Jika ia adalah seorang sahabat maka pada dirinya terdapat kebaikan yang banyak dan ia dapat membantu kita dalam mengemban tugas ini. Angkatlah ia sebagai pegawai dan kirimkan kabar kepadaku tentang dirinya!”

Tidak berlangsung lama setelah itu, Abu Musa Al Asy’ari menyiapkan sebuah pasukan untuk menaklukkan Manadzir yang terletak di daerah Al Ahwaz berdasarkan perintah Khalifah. Abu Musa Al Ays’ari mengajak serta Rabi bin Ziyad dan saudaranya yang bernama Al Muhajir.

Abu Musa Al Asy’ari berhasil mengepung Manadzir dan melakukan sebuah peperangan melawan penduduknya dengan begitu keras yang jarang terjadi peperangan sedemikian keras.

Pasukan musyrikin menunjukkan kekuatan dan keteguhan yang amat hebat yang tidak pernah terbersit sebelumnya, sehingga banyak sekali korban berguguran di pihak muslimin yang tak pernah diperkirakan.

Pada saat itu kaum muslimin yang sedang melakukan perang tersebut juga sedang melakukan puasa Ramadhan

Tatkala Al Muhajir saudara Rabi binZiyad melihat sudah banyak korban yang berguguran pada pasukan muslimin, ia bertekad untuk mempersembahkan dirinya demi mencari keridhaan Allah Swt. Al Muhajir lalu melumurkan badannya dengan wewangian kematian dan mengenakan kain kafan, lalu ia berwasiat kepada saudaranya…

Lalu datanglah Rabi menghadap Abu Musa dan berkata: “AL Muhajir telah bertekad untuk mempersembahkan jiwanya mati di dalam perang dan saat ini ia masih berpuasa. Pasukan muslimin semuanya sudah begitu menderita akibat ganasnya perang dan laparnya berpuasa sehingga melemahkan semangat mereka. Namun mereka masih saja tidak mau berbuka. Apa pendapatmu?”

Abu Musa Al Asy’ari langsung berdiri dan menyerukan kepada pasukannya: “Wahai ma’syaral muslimin, Aku bersumpah, agar mereka yang berpuasa agar lekas berbuka atau tidak usah ikut berperang!” Kemudian Abu Musa minum dari tempat minum yang ia bawa agar prajurit yang lain mau mengikuti apa yang telah ia kerjakan.

Begitu Al Muhajir mendengar seruan Abu Musa, maka ia langsung meminum seteguk air dan berkata: “Demi Allah, aku tidak minum air tersebut karena merasa haus. Akan tetapi aku meminumnya demi memenuhi sumpah pemimpinku.”

Kemudian ia menghunuskan pedangnya dan mulai menerobos barisan musuh dan ia menghadapi banyak musuh dengan tanpa rasa takut dan gentar.

Begitu ia masuk menerobos pasukan musuh, lalu mereka segera menyerang Al Muhajir dari segala penjuru dan menebaskan pedang mereka dari depan dan dari belakang tubuhnya sehingga ia pun menemui ajalnya.

Kemudian para musuh tadi memenggal kepala Al Muhajir lalu memancangkannya pada sebuah tempat yang tinggi di medan pertempuran.

Rabi lalu melihat kepala saudaranya itu dan berkata: “Amat beruntung engkau dan berhak mendapatkan tempat kembali yang terbaik. Demi Allah, aku akan membalas dendam untuk mu dan untuk semua korban yang gugur di pihak muslimin, Insya Allah.”

Begitu Abu Musa melihat kesedihan pada diri Rabi akibat kematian saudaranya, dan ia mengerti apa yang dirasakan oleh Rabi terhadap para musuh Allah itu, maka Abu Musa mempersilahkan Rabi untuk memimpin pasukan dan kemudian berangkat menuju Al Sus untuk menaklukannya.

Rabi beserta pasukannya menyerang pasukan musyrikin bagaikan serangan angin topan yang kencang. Mereka menghancurkan pertahanan mereka bagaikan bebatuan yang jatuh dari dataran tinggi akibat longsor. Rabi dan pasukannya berhasil memporak-porandakan barisan musuh dan melemahkan kekuatan mereka. Dan akhirnya Allah berkenan menaklukan kota Al Manadzir untuk Rabi bin Ziyad. Sehingga ia dapat mengalahkan para musuh. Menawan beberapa orang untuk dijadikan budak, dan ia mendapatkan harta ghanimah sesuai kehendak Allah.