Nu’aim bin Mas’ud Bagian 1

  • Home
  • Nu’aim bin Mas’ud Bagian 1
“Nu’aim bin Mas’ud Adalah Orang yang Mengerti bahwa Perang Adalah Tipu-Daya”


Nu’aim bin Mas’ud adalah seorang pemuda yang memiliki hati yang hidup. Dia adalah pemuda yang cerdas, sering memberikan ide dan solusi. Ia tidak pernah merasa terhalang, dan tidak pernah menyerah terhadap segala problema.

Dia adalah seorang figur anak padang pasir dengan segala potensi yang Allah berikan pada dirinya dengan ketepatan perkiraan dan dugaannya, kecepatan intuisi dan kecerdikan yang luar biasa... Akan tetapi dia adalah orang yang amat menyukai kesenangan yang sering kali ia katakan kepada para kaum Yahudi di Yatsrib.

Maka setiap kali jiwanya rindu kepada suara penyanyi wanita dan ingin mendengarkan dentingan alat musik, ia akan segera meninggalkan kampungnya di Najd dan pergi menuju Madinah dimana ia dapat menghamburkan uang dengan amat mudahnya kepada kaum Yahudi di sana, agar ia mendapatkan kenikmatan yang lebih banyak lagi.

Dari sinilah, Nu’aim seringkali pulang-pergi ke Yatsrib, dan ia sudah berkenalan akrab dengan para Yahudi di sana, apalagi dengan Bani Quraidzah.

Ketika Allah Swt memuliakan manusia dengan mengutus kepada mereka seorang Rasul-Nya yang membawa agama petunjuk dan kebenaran, sehingga seluruh daerah di Mekkah tersinari oleh cahaya Islam; saat itu Nu’aim bin Mas’ud masih saja menjadi orang yang selalu memuaskan hawa nafsunya.

Ia menolak agama yang baru ini dengan begitu kerasnya, karena ia merasa khawatir bahwa agama tersebut dapat menghalanginya dari kesenangan dan kenikmatan.

Kemudian ia mendapati dirinya telah bergabung dengan para musuh Islam yang begitu keras, yang menyerang Islam dengan menghunuskan pedang di wajahnya.

Akan tetapi Nu’aim bin Mas’ud telah membuka sebuah lembaran baru dalam sejarah dakwah Islam bagi dirinya pada hari peperangan Al Ahzab. Dalam lembaran ini ia menuliskan sebuah kisah terbaik tentang strategi dan tipu daya berperang.

Sebuah kisah yang masih terus dituliskan oleh sejarah karena kekaguman terhadap tokoh kisah ini yang amat cerdas dan cerdik.

Untuk memahami kisah Nu’aim bin Mas’ud kita akan kembali ke belakang sejenak.

Sesaat sebelum terjadinya perang Al Ahzab, ada sebuah kelompok Yahudi dari Bani Nadhir dimana para pemuka dan pembesar mereka membagi orang-orang dalam beberapa kelompok untuk memerangi Rasulullah Saw dan menumpas agamanya.

Mereka datang menghadap suku Quraisy di Mekkah, dan menghasut mereka untuk memerangi pasukan muslimin. Para Yahudi tersebut juga berjanji kepada pihak Quraisy bahwa mereka akan bergabung begitu bangsa Quraisy tiba di Madinah, dan para Yahudi tadi membuat perjanjian kepada Quraisy yang tidak akan mereka ingkari.

Kemudian para Yahudi tadi meninggalkan bangsa Quraisy lalu berangkat menuju Gathfan di Najd. Lagi-lagi para Yahudi menghasut penduduk di sana untuk menentang Islam. Yahudi tersebut mengajak mereka untuk memberantas agama baru Muhammad dari akar-akarnya. Mereka menceritakan dengan sembunyi-sembunyi atas perjanjian yang telah mereka buat dengan bangsa Quraisy. Yahudi tersebut juga melakukan perjanjian yang sama dengan penduduk Gathfan, dan memberitahukan mereka waktu yang tepat untuk menjalankan misi tersebut.

Berangkatlah bangsa Quraisy dengan semua kekuatannya, dengan pasukan berkendara dan pasukan yang berjalan kaki. Mereka berangkat di bawah komando Abu Sufyan bin Harb dan menuju ke arah Madinah.

Bangsa Gathfan pun dari Najd berangkat dengan seluruh kekuatannya di bawah komando Uyainah bin Hishn Al Gathfani.

Salah seorang dari pasukan Gathfan adalah tokoh kisah ini yang bernama Nu’aim bin Mas’ud.

Begitu Rasulullah Saw mendengar kabar keberangkatan mereka, Beliau langsung mengumpulkan para sahabatnya untuk memusyawarahkan permasalahan ini. Kemudian mereka mengambil keputusan untuk menggali parit di sekeliling Madinah untuk mencegah pasukan besar ini yang tak mampu mereka hadapi.

Begitu kedua pasukan dari Mekkah dan Najd hampir tiba di penghujung kota Madinah, para pemuka Yahudi dari Bani Nadhir mendatangi para pemuka Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di Madinah. Yahudi dari Bani Nadhir mengajak Yahudi Bani Quraizhah untuk turut serta memerangi Muhammad Saw dan mengajak mereka untuk bergabung dengan dua pasukan besar yang datang dari Mekkah dan Najd.

Maka berkatalah para pembesar Bani Quraizhah: “Kalian telah mengajak kami untuk melakukan hal yang amat kami sukai. Akan tetapi kalian sudah tahu bahwa di antara kami dan Muhammad terdapat sebuah perjanjian yang tertulis bahwa kami tidak boleh menyerahkan dia dan meninggalkan dia dan agar kami dapat tinggal di Madinah dengan aman dan nyaman. Kalian sudah tahu bahwa tinta perjanjian kami dengannya, sampai sekarang belum juga mengering.

Kami khawatir, jika Muhammad berhasil menang dalam peperangan ini, maka ia akan menyiksa kami dengan amat kejamnya. Ia pasti akan mengusir kami sebagai balas dari pengkhianatan yang kami lakukan terhadapnya.”

Akan tetapi para pemuka Bani Nadhir ini masih saja terus membujuk mereka untuk mengkhianati perjanjian terhadap Muhammad. Mereka juga memastikan kepada Bani Quraizhah bahwa kemenangan kali ini pasti akan diraih oleh pihak mereka, dan itu tidak akan meleset.

Mereka semakin menambahkan keyakinan Bani Quraizhah bahwa dua pasukan yang besar sudah tiba di Madinah.

Maka segeralah Bani Quraizhah turut dengan bujukan tersebut dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah Saw. Mereka lalu merobek naskah perjanjian mereka dengan Muhammad, dan mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan pasukan lain untuk memerangi Beliau.

Maka sampailah berita ini ke telinga kaum muslimin bagai kilat menyambar.