Bilal bin Rabah Bagian 3

  • Home
  • Bilal bin Rabah Bagian 3
Dan bersama mereka terdapat Abu Sufyan bin Harb yang berkata: “Aku tidak akan mengatakan apapun… Sebab kalau aku mengeluarkan satu kata saja dari mulutku, debu-debu ini akan menyampaikan ucapanku tersebut kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal terus menjadi muadzin Rasulullah Saw selama hidupnya. DanRasul Saw menjadi cinta kepada suara ini yang dahulunya pernah disiksa namun selalu mengatakan: “Ahad… Ahad”

Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Saat itu waktu shalat telah tiba. Maka berdirilah Bilal untuk mengumandangkan adzan kepada manusia –saat itu Nabi Saw sudah dikafankan namun belum dikubur-, saat ia hendak mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah… ia serasa tercekik, dan suaranya tidak keluar dari kerongkongan. Maka sontak, semua kaum muslimin yang ada pada saat itu menangis, dan mereka semua tenggelam dalam kesedihan.

Kemudian setelah tiga hari sejak hari itu, Bilal kembali mengumandangkan adzan. Namun setiap kali ia sampai pada kalimat Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, ia menangis dan menangislah semua orang yang mendengarnya.

Pada saat itu, Bilal meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengizinkannya agar tidak mengumandangkan adzan terlebih dahulu karena ia merasa tidak sanggup untuk melakukannya.

Bilal meminta izin kepada Khalifah Abu Bakar untuk turut dalam jihad di jalan Allah dan tinggal di negeri Syam untuk menghadapi musuh.

Abu Bakar menjadi ragu dalam memberikan izin kepada Bilal. Maka Bilal pun berkata kepada khalifah: “Jika engkau telah membeliku untuk kepentingan dirimu, maka tahanlah aku. Jika engkau telah memerdekakan aku, maka biarkanlah aku sesuai kehendak Allah Yang telah membuatmu memerdekakan aku.”

Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, aku tidak berniat membelimu, kecuali karena Allah! Aku tidak memerdekakan mu kecuali di jalan-Nya.” Kemudian Bilal berkata: “Aku tidak akan mengumandangkan adzan untuk siapapun setelah Rasulullah wafat.” Abu Bakar berkata: “Engkau berhak untuk itu.”


Bilal berangkat dari Madinah Al Munawarah bersama utusan pertama pasukan muslimin. Dan ia tinggal di Daraya dekat dari Damaskus.

Bilal masih tidak mau mengumandangkan adzan sehingga Umar bin Khattab datang ke negeri Syam yang menjumpai Bilal setelah sekian lama tidak berjumpa.

Umar amat rindu kepada Bilal dan amat hormat kepadanya. Sehingga jika nama Abu Bakar disebut didepannya, maka Umar akan berkata: “Abu Bakar adalah pemimpin kami dan dialah yang telah memerdekakan pemimpin kami (maksudnya adalah Bilal).”

Pada saat itulah para sahabat mendesak Bilal untuk mengumandangkan adzan dihadapan Umar Al Faruq.

Begitu suara Bilal berkumandang, Umar serta-merta meneteskan air mata, dan semua sahabat yang ada pada saat itu turut menangis, sehingga bulu janggut menjadi basah oleh air mata.

Bilal telah berhasil membangkitkan kerinduan mereka kepada Madinah.

Sang pengumandang adzan ini terus tinggal di Damaskus sehingga menjumpai ajalnya di sana. Istrinya setia mendampingi Bilal saat menjelang maut sambil berkata: “Duh, kasihannya!” Dan Bilal membuka kedua matanya setiap kali istrinya berkata demikian, dan ia berkata: “Alangkah gembiranya!”

Kemudian Bilal melepaskan nafas terakhirnya sambil melantunkan:

“Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu Muhammad dan ara sahabatnya… Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, yaitu uhammad dan para sahabatnya.”