Salman Al Farisi Bagian 2

  • Home
  • Salman Al Farisi Bagian 2
Ia menjawab: “Anakku, Aku tidak mengenal orang yang kau cari kecuali ada seorang yang tinggal di Mosul. Dia adalah orang yang tidak pernah membuat-buat dan tidak pernah mengganti agama. Maka carilah ia!”

Begitu sahabatku meninggal, maka aku mencari orang yang berada di Mosul tadi. Begitu aku berjumpa dengannya, aku menceritakan kisahku kepadanya. Aku katakan: “Si fulan berwasiat kepadaku menjelang wafatnya bahwa aku disuruh mencarimu. Ia mengatakan bahwa engkau adalah orang yang berpegang teguh dengan kebenaran.” Ia menjawab: “Tinggallah bersamaku!” Aku pun tinggal bersamanya dan aku mengenalnya sebagai sosok yang selalu benar.

Namun tidak lama kemudian, ajalnya tiba. Akupun berkata kepadanya: “Ya fulan, engkau mengetahui bahwa ketentuan Allah akan berlaku pada dirimu dan engkau mengetahui kondisi diriku. Kepada siapa kau mewasiatkan aku? Siapakah yang harus aku ikuti nanti?”

Ia menjawab: “Wahai anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Nasibin. Dia adalah fulan, maka carilah dia!”

Begitu ia dikuburkan, aku pergi mencari orang yang tinggal di Nasibin. Kepadanya aku ceritakan kisahku dan apa yang diperintahkan sahabatku tadi kepadaku. Lalu ia berkata: “Tinggalah bersama kami!” Maka akupun tinggal bersamanya. Dia adalah orang baik seperti kedua sahabatnya tadi. Demi Allah, kematian akhirnya berlaku juga pada dirinya. Begitu ajalnya tiba aku bertanya kepadanya: “Engkau tahu bagaimana kondisiku. Kepada siapa engkau hendak mewasiatkan aku?”

Ia menjawab: “Hai Anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Amuriyah. Dia adalah fulan, maka carilah dia!” Aku pun mencarinya dan aku ceritakan padanya kisahku. Ia pun berkata: “Tinggallah bersamaku... Aku pun tinggal bersama seorang pria yang demi Allah menganut agama yang sama dengan para sahabatnya tadi. Selama aku tinggal bersamanya aku berhasil memiliki banyak sapi dan kambing.

Lalu ia pun wafat menyusul para sahabatnya. Begitu ajal tiba, aku bertanya kepadanya: “Engkau tahu kondisiku, lalu kepada siapa kau mewasiatkan aku? Apa yang ingin aku perbuat?”

Ia menjawab: “Anakku, demi Allah aku tidak mengetahui adanya seseorang yang masih menganut agama yang kita ikuti. Akan tetapi sebentar lagi akan muncul di tanah Arab seorang Nabi yang di utus dengan membawa agama Ibrahim. Kemudian ia berhijrah dari negerinya ke sebuah negeri yang memiliki banyak pohon kurma di antar dua buah lembah berbatu. Dia memiliki tanda-tanda yang jelas. Ia menerima hadiah dan menolak sedekah. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian. Jika kau mampu datang ke negeri tersebut, maka lakukanlah!”

Kemudian ajal menjemputnya. Setelah ia wafat, aku masih tinggal di Amuriyah beberapa lama hingga sekelompok pedagang Arab dari kabilah Kalb datang.

Aku katakan kepada mereka: “Jika kau membawaku ke tanah Arab, maka aku akan memberikan semua sapi dan kambingku ini!” Mereka menjawab: “Baik, kami akan membawamu!” Maka aku berikan semua hewan ternakku kepada mereka, dan mereka membawaku hingga kami tiba di Wadi Al Qura. Sesampai di sana mereka mengkhianatiku dan menjualku kepada seorang Yahudi. Maka akupun menjadi pembantunya.

Tidak lama kemudian ada sepupu majikanku dari Bani Quraidzah yang mengunjunginya dan ia pun membeliku darinya. Ia membawaku ke Yatsrib, dan aku melihat di sana pepohonan kurma seperti yang diceritakan oleh sahabatku di Amuriyah. Aku tersadar bahwa ini adalah Madinah yang ia gambarkan itu. Lalu aku pun tinggal di sana bersamanya.

Saat itu, Nabi Saw sedang berdakwah kepada kaumnya di Mekkah. Akan tetapi aku tidak pernah mengetahui kabar Beliau karena aku sibuk dengan tugasku sebagai seorang budak.

Sesudah lama berselang maka Nabi Saw berhijrah ke Yatsrib. Demi Allah saat itu aku sedang berada di atas pohon kurma tuanku sambil mengerjakan beberapa tugas. Tuanku saat itu sedang duduk di bawahnya ketika seorang sepupunya datang sambil mengatakan: “Semoga Allah membinasakan Bani Qailah. Demi Allah, mereka kini sedang berkumpul di Quba untuk menyambut seorang pria yang datang dari mereka dan mengaku sebagai Nabi.

Begitu aku mendengar apa yang diucapkannya, maka aku seperti langsung demam dan aku menjadi terguncang. Sehingga aku khawatir akan jatuh menimpa tuanku. Aku segera turun dari pohon kurma, dan aku berkata kepada pria tadi: “Apa yang kau ucapkan?! Ceritakan kembali berita tadi kepadaku!!” Maka tuanku langsung emosi dan meninjuku dengan begitu keras. Ia berkata kepadaku: “Apa urusanmu dengan berita ini?! Kembalilah lagi untuk meneruskan pekerjaanmu!”

Begitu hari menjelang petang. Aku mengambil beberapa kurma yang aku kumpulkan dan aku bawa ke tempat Rasulullah Saw menginap. Aku masuk menghadapnya dan aku berkata: “Aku mendengar bahwa engkau adalah orang yang shalih, dan kau membawa para sahabat yang membutuhkan bantuan. Ini adalah sedikit barang yang dapat aku sedekahkan. Menurutku kalian lebih pantas untuk menerima ini dari lainnya.” Kemudian aku mendekat ke arah Beliau. Beliau lalu bersabda kepada para sahabatnya: “Makanlah oleh kalian!” Ia tidak menggerakkan tangannya dan memakan kurma bawaanku. Aku berkata dalam hati: “Inilah sebuah tandanya!” Kemudian aku kembali ke rumah dan aku kumpulkan beberapa buah kurma. Begitu Rasulullah Saw berangkat dari Quba menuju Madinah aku menghampiri Beliau sambil berkata: “Aku perhatikan bahwa engkau tidak makan harta sedekah dan ini adalah hadiah yang aku bawakan buatmu.” Lalu Beliau memakannya dan menyuruh para sahabatnya untuk makan bersama Beliau. Lalu aku berkata dalam diri: “Inilah tanda yang kedua!”

Lalu aku mendatangi Rasulullah Saw yang saat itu sedang berada di Baqi Al Gharqad untuk menguburkan para sahabatnya. Aku dapati Beliau sedang duduk dengan memakai dua buah kain kasar. Aku memberikan salam kepadanya, kemudian aku berputar untuk melihat punggung Beliau. Dan benar, aku melihat tanda seperti yang diceritakan oleh sahabatku yang berada di Amuriyah.

Begitu Rasulullah Saw melihatku sedang memperhatikan punggungnya, Beliau mengetahui maksudku. Kemudian Beliau melepaskan selendang dari punggungnya. Maka aku memperhatikan dan aku melihat tanda itu. Aku semakin yakin dan akupun langsung tersungkur, mencium tangannya dan aku menangis.

Maka Rasulullah Saw bertanya kepadaku: “Apakah ceritamu ini?”

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya dan Beliau merasa kagum mendengarnya. Beliau kemudian berkeinginan agar para sahabatnya juga mendengar kisahku ini. Maka aku pun menceritakan kepada mereka. Mereka begitu kagum mendengarnya. Mereka semua menjadi begitu bahagia.

Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mulai mencari kebenaran di setiap tempat.

Selamat atas Salman Al Farisi saat ia mengetahui kebenaran, lalu beriman kepadanya dengan sebaik-baiknya.

Selamat atasnya pada hari ia wafat, dan pada saat ia dibangkitkan untuk hidup kembali.