Abdullah bin Abbad Bagian 2

  • Home
  • Abdullah bin Abbad Bagian 2
Aku bersumpah kepada Allah dihadapan kalian, apakah keputusan orang dalam menjaga darah dan jiwa mereka serta menjaga hubungan baik di antara mereka lebih baik dari keputusan mereka atas kelinci yang haya seharga 4 dirham saja?”

Mereka menjawab: “Yang lebih baik adalah keputusan mereka dalam menjaga tumpahnya darah kaum muslimin dan menjaga hubungan baik diantara mereka.”

Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sudah sepakat dalam masalah ini?” Mereka menjawab: “Ya, kita sepakat!”

Ibnu Abbas berkata: “Adapun ucapan kalian: bahwa Ali melakukan perang namun tidak menjadikan Aisyah sebagai budaknya sebagaimana Rasul Saw selalu menangkap wanita milik musuh sebagai budak. Apakah kalian menginginkan untuk menjadikan ibu kalian ‘Aisyah menjadi budak kalian yang dapat kalian pergauli sebagaimana layaknya budak wanita?! Jika kalian mengatakan ‘ya’ maka kalian telah kafir. Jika kalian mengatakan bahwa ia bukanlah ibu kalian, maka kalian juga telah kafir. Allah Swt berfirman:


“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. al-Ahzab [33] : 6)
Pilihlah mana yang kalian sukai bagi diri kalian.”
Kemudian Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat mengenai hal ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Ibnu Abbas berkata lagi: “Sedangkan perkataan kalian yang mengatakan bahwa Ali telah menghapuskan gelar Amirul Mukminin, itu disebabkan karena Rasulullah Saw saat Beliau meminta kepada kaum musyrikin pada perjanjian Hudaibiyah untuk menuliskan dalam perjanjian

damai yang Beliau adakan bersama mereka “Inilah yang diputuskan oleh Muhammad Rasulullah” Mereka berkata: ‘Kalau kami beriman bahwa engkau adalah Rasulullah, maka kami tidak akan menghalangimu untuk datang ke Baitullah dan kami tidak akan memerangimu, akan tetapi tuliskanlah ‘Muhammad bin Abdullah.’ Maka saat mereka berkata demikian Rasul bersabda: “Demi Allah, saya adalah Rasulullah meski kalian mendustaiku.”
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat dalam masalah ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Maka hasil dari pertemuan itu, dan hasil dari hikmah yang begitu mendalam yang ditampilkan Ibnu Abbas telah membuat 20 ribu orang kembali bergabung dengan pasukan Ali, dan masih ada 4 ribu lagi orang yang berkeras untuk memusuhi Ali dan berpaling dari kebenaran.

Pemuda bernama Abdullah bin Abbas ini telah menempuh semua jalan untuk mendapatkan ilmu, dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk meraihnya.

Ia telah meminum air wahyu dari Rasulullah Saw selagi Beliau hidup. Begitu Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya, maka Ibnu Abbas belajar langsung dengan para ulama sahabat.

Ia bercerita tentang dirinya: “Jika aku mendengar ada sebuah hadits yang dimiliki oleh salah seorang sahabat Nabi Saw, maka aku akan mendatangi pintu rumahnya pada waktu qailulah dan aku akan membentangkan selendangku digerbang rumahnya. Maka debu pun beterbangan di atas tubuhku. Kalau aku ingin meminta izin agar diperbolehkan masuk, pasti ia akan mengizinkanku…

Akan tetapi, aku melakukan hal itu sebagai penghormatan terhadap dirinya. Jika ia keluar dari rumahnya dan melihatku dalam kondisi demikian, ia akan berkata: “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang membuatmu datang ke sini?! Apakah engkau tidak berkirim surat saja sehingga aku datang kepadamu?”

Maka aku menjawab: “Aku yang lebih pantas untuk datang kepadamu. Ilmu itu didatangi bukan datang sendiri.” Kemudian aku menanyakan kepadanya tentang hadits Rasulullah Saw.

Sebagaimana Ibnu Abbas menghinakan dirinya saat menuntut ilmi, ia juga memulyakan derajat ulama.

Inilah Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu dan pemuka Madinah dalam urusan qadha, fiqih, qira’at dan al faraidh yang saat itu hendak menunggangi kendaraannya, lalu berdirilah pemuda Al Hasyimi bernama Abdullah bin Abbas dihadapannya seperti berdirinya seorang budak dihadapan tuannya. Ia memegang kendali tunggangan tuannya.

Zaid berkata kepada Ibnu Abbas: “Tidak usah kau lakukan itu, wahai sepupu Rasulullah!” Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diajarkan kepada kami untuk bersikap kepada para ulama!” Zaid lalu berkata: “Perlihatkan tanganmu kepadaku!”

Ibnu Abbas lalu menjulurkan tangannya. Lalu Zaid mendekati tangan tersebut dan menciuminya seraya berkata: “Demikianlah, kami diperintahkan untuk bersikap kepada ahlu bait Nabi kami.”

Ibnu Abbas telah menempuh perjalanan dalam menuntut ilmu yang dapat membuat unta jantan tercengang…

Masruq bin Al Ajda’ salah seorang tabi’in ternama berkata tentang diri Ibnu Abbas: “Jika aku melihat Ibnu Abbas, menurutku dia adalah manusia yang paling tampan. Jika ia berkata, maka menurutku ia adalah orang yang paling fasih. Jika ia berbicara, menurutku ia adalah orang yang paling alim.

Begitu Ibnu Abbas merasa puas dengan obsesi yang dikejarnya sebagai penuntut ilmu, maka ia beralih menjadi seorang muallim yang mengajarkan ilmu kepada manusia.

Maka rumah Ibnu Abbas menjadi seperti sebuah universitas bagi kaum muslimin. Benar, bagai sebuah universitas seperti universitas yang ada pada zaman sekarang ini.

Perbedaan yang mendasar antara universitas Ibnu Abbas dan universitas masa kini adalah bahwa universitas pada masa kini memiliki puluhan bahkan ratusan dosen. Sedangkan universitas Ibnu Abbas hanya memiliki seorang dosen saja, yaitu Ibnu Abbas sendiri.

Salah seorang sahabatnya meriwayatkan: “Aku melihat Ibnu Abbas memiliki sebuah majlis yang dapat membuat bangga seluruh bangsa Quraisy. Aku pernah melihat banyak orang yang berkumpul di jalan menuju rumah Ibnu Abbas sehingga jalan terasa sempit sekali dan mereka hampir menutupi jalan tersebut dari pandangan manusia. Lalu aku masuk ke rumah Ibnu Abbas dan kabarkan padanya bahwa banyak manusia berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia berkata kepadaku: ‘Siapkan air untuk aku berwudhu!’ kemudian ia berwudhu dan duduk. Lalu ia berkata: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang Al Qur’an dan hurufnya maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka. Mereka pun masuk sehingga memenuhi seluruh isi rumah dan kamar. Tidak ada satu pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan. Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.

Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan, Siapa yang hendak bertanya tentang tafsir dan takwil Al Qur’an maka masuklah! Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.

Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab. Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan. Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat- sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.