Alkisah terdapat seorang anak yang sudah belajar ilmu agama sangat lama. Setelah belajar, Sang anak pulang menemui ayahnya dan meminta izin kepada Beliau untuk menjadi pendakwah di sebuah negeri yang jauh.
Sebelum memberi izin, Sang ayah pun meminta Sang anak pergi ke pasar untuk membawa seseorang yang lebih rendah derajatnya dari anaknya tersebut.
Sang anak pun pergi ke pasar. Namun sesampainya di pasar, tak jua ditemuinya seorang pun yang dirasa lebih rendah darinya hingga waktu dzuhur tiba. Selepas dzuhur, ia pun shalat. Selepas shalat dzuhur, ia melihat seorang kakek tua yang sejak sebelum Sang anak masuk masjid hingga selesai shalat dan keluar masjid, Sang kakek tua ini tetap berada dalam posisinya di pasar dan tidak menunaikan shalat.
Dia pun berpikir untuk membawa kakek ini kepada ayahnya. Dia merasa lebih baik dari Sang kakek karena dia shalat, sedangkan Beliau tidak shalat. Tetapi kemudian Sang anak berpikir bagaimana jika 5 menit lagi kakek ini shalat? Terlintas dalam kepalanya bahwa Sang kakek lebih tua dari dirinya dan Beliau mungkin sudah beramal lebih lama darinya. Tak jadilah dibawa Sang kakek tua ini.
Sang anak pun kembali berputar di pasar, dan tak dijumpainya juga seseorang yang lebih rendah daripadanya. Hingga dia melihat seekor anjing. Anjing itu pun hendak dibawanya. Namun, ketika hendak membawa anjing itu, ia terpikir bahwa dirinya bisa jadi lebih rendah dari anjing. Mengapa? Karena di hari kiamat, anjing tidak akan dihisab dan mungkin akan menjadi butiran debu, sedangkan dirinya sebagai manusia akan dihisab dan bisa saja dirinya menjadi penghuni neraka. Akhirnya, dia kembali ke rumah menemui ayahnya dengan tangan hampa.
Sang anak pun berkata kepada ayahnya bahwa dia tidak menemukan satu orang pun yang lebih rendah derajatnya. Sang ayah kemudian pun berkata. “Pergilah, kau sudah layak menjadi seorang pendakwah“.