Muadz bin Jabal Bagian 1

  • Home
  • Muadz bin Jabal Bagian 1
“Manusia yang Paling Mengerti Akan Hal-Hal yang Halal & Haram dalam Ummatku Adalah Mu’adz bin Jabal.” (Muhammad Rasulullah)


Saat jazirah Arab mulai diterangi oleh cahaya petunjuk dan kebenaran, saat itu seorang bocah Yatsrib yang bernama Muadz bin Jabal adalah seorang pemuda yang baru masuk usia remaja. Ia memiliki keunggulan dibandingkan para kawan sebayanya dari sisi kecerdasan, kecerdikan, kecakapan dalam berbicara dan tingginya cita-cita.

Di samping itu, Muadz memiliki rupa yang tampan, mata yang lentik, rambut yang keriting. Senantiasa dipuji orang dan membuat senang orang yang memandangnya.

Pemuda yang bernama Muadz bin Jabal ini masuk Islam lewat seorang da’i yang berasal dari Mekkah bernama Mus’ab bin Umair. Pada malam terjadinya Bai’at Aqabah, ia menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan tangan Nabi Saw dan berbaiat kepada Beliau.

Muadz juga termasuk kelompok yang berjumlah 72 orang yang berangkat ke Mekkah untuk berjumpa Nabi Saw dan berbaiat kepada Beliau serta untuk mencantumkan nama mereka dalam catatan sejarah.

Begitu pemuda ini kembali dari Mekkah ke Madinah, maka ia beserta beberapa orang anak sebayanya membuat sebuah kumpulan yang bertugas untuk menghancurkan semua berhala di Madinah dan merebutnya dari semua rumah orang musyrik yang berada di Yatsrib baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Salah satu hasil dari gerakan para pemuda ini adalah dengan masuknya seorang tua Yatsirb ke dalam Islam yang bernama Amr bin Al Jamuh.

Amr bin Jamuh adalah seorang pemuka dan tokoh Bani Salamah. Ia telah membuat sebuah berhala untuk dirinya dari kayu yang paling bagus sebagaimana kebiasan para pembesar di sana.

Amr bin Jamuh ini adalah seorang tokoh Bani Salamah yang amat memperhatikan berhalanya. Ia selalu memakaikan pakaian sutra kepada berhala tadi, dan memberikan wewangian kepada berhalanya setiap pagi.


Para pemuda tadi mengambil berhala tersebut di tengah kegelapan malam, lalu membawanya ke belakang perumahan Bani Salamah. Mereka kemudian melemparkan berhala tersebut ke dalam sebuah lubang tempat pembuangan sampah dan kotoran.

Keesokan paginya, Amr bin Jamuh mencari-cari berhala tadi namun ia tidak mendapatinya. Ia mencari berhala tersebut ke seluruh tempat dan akhirnya ia menemukan berhala itu sedang tertelungkup dan tenggelam di antara sampah dan kotoran. Amr berkata: “Celaka kalian, siapa yang berani berbuat begini kepada tuhan kami tadi malam?!”

Kemudian Amr mengeluarkan berhala tersebut dari tempat sampah. Ia memandikannya lalu memberikan wewangian kepadanya. Amr lalu membawa berhala tadi kembali pulang ke rumah. Amr berkata kepada berhalanya: “Ya Manat, kalau saja aku tahu siapa yang telah berbuat ini kepadamu, pasti akan aku siksa dia!”

Begitu malam tiba dan Amr yang tua sudah tertidur, maka masuklah para pemuda tadi untuk melakukan hal yang sama kepada berhala sebagaimana yang mereka lakukan pada kemarin malam.

Amr terus mencari berhalanya dan ia mendapati berhala itu berada pada lubang lainnya.

Amr mengeluarkan berhala, memandikannya, mensucikannya, memberikan wewangian dan mengancam orang yang melakukan keburukan kepada berhalanya dengan ancaman yang paling menakutkan.

Begitu kejadian ini terjadi berulang-ulang dengan para pemuda yang mengambil berhala tadi lalu membuangnya, dan Amr yang mencucinya…

Lalu Amr membawa pedangnya dan ia gantungkan di leher berhala tadi. Amr berkata kepada berhalanya: “Demi Allah, aku tidak tahu siapakah yang telah berbuat ini kepadamu, seperti yang engkau lihat. Jika engkau memiliki kebaikan, ya Manat maka jagalah dirimu dan ini pedang aku berikan kepadamu!”

Begitu malam tiba, dan Amr yang tua ini sudah tertidur. Para pemuda tadi mendekati berhala dan mengambil pedang yang tergantung di leher berhala. Mereka kemudian mengikatkan berhala tadi di leher seekor anjing yang mati kemudian mereka melemparkan berhala dan anjing tadi di lubang yang sama. Keesokan paginya, Amr yang tua mencari dengan sungguh-sungguh akan berhalanya yang hilang hingga ia menemukan berhala tersebut berada di tengah kotoran yang terikat dengan seekor anjing yang mati dengan wajah yang tertelungkup. Pada saat itu Amr menatap berhalanya dan berkata:

Demi Allah, kalau benar engkau adalah tuhan maka engkau tidak akan terikat bersama anjing di dalam lubang.

Kemudian Amr yang tua itu pun masuk Islam dan ia menjalankan keislamannya dengan baik.

Begitu Rasulullah Saw datang ke Madinah sebagai seorang muhajir, Muadz bin Jabal selalu mendampingi Beliau bagaikan sebuah bayangan saja. Muadz belajar Al Qur’an langsung dari Rasul Saw. Ia mempelajari ilmu syariat Islam dari Beliau. Sehingga ia menjadi sahabat yang paling mengerti akan Al Qur’an dan Syariat agama.

Yazid bin Quthaib berkisah: “Aku masuk ke dalam Masjid Himsha, dan aku dapati disana ada seorang pemuda berambut keriting yang dikelilingi oleh banyak orang.”

Jika ia berbicara, seolah keluar dari mulutnya cahaya dan permata. Aku bertanya: “Siapakah dia?!” Orang-orang menjawab: “Dia adalah Muadz bin Jabal.”

Abu Muslim Al Khaulany berkata: Aku masuk ke Masjid Damaskus. Ternyata di dalamnya ada sebuah halaqah ilmiah yang diisi oleh beberapa sahabat Nabi Saw yang ternama.

Aku lihat ada seorang pemuda yang memiliki mata yang lentik dan gigi yang berkilau. Setiap kali para sahabat tadi berselisih tentang suatu permasalahan, maka mereka akan mengembalikan permasalahan tersebut kepada pemuda ini. Aku pun bertanya kepada orang yang duduk di sampingku: “Siapakah dia?!” Ia menjawab: “Dia adalah Muadz bin Jabal.”

Hal itu tidak mengherankan, sebab Muadz dididik langsung oleh Rasulullah Saw sejak kecil. Sehingga ia telah menyerap ilmu langsung dari sumbernya yang subur. Ia telah mengambil ilmu pengetahuan dari sumbernya yang asli. Ia telah menjadi murid terbaik dari guru yang terbaik.

Cukup sabda Rasul Saw menjadi jaminan kecerdasan Muadz saat Beliau bersabda: “Manusia yang paling mengerti akan hal-hal yang halal & haram dalam ummatku adalah Mu’adz bin Jabal.”

Ia layak untuk memiliki keutamaan atas ummat Muhammad Saw yang lain sebab dia adalah salah satu dari 6 orang yang bertugas untuk mengumpulkan Al Qur’an pada masa Rasulullah Saw.

Oleh karenanya, jika para sahabat Rasulullah Saw sedang berbicara dan Muadz berada di tengah mereka, maka para sahabat tadi akan memuliakan dirinya sebagai rasa penghormatan atas ilmu yang ia miliki.