Abu Al Ash Bin Al Rabi Bagian 1

  • Home
  • Abu Al Ash Bin Al Rabi Bagian 1
“Abu Al Ash Berbicara Kepadaku & Ia Membenarkanku, Ia Berjanji Kepadaku & Ia Menepatinya Untukku.” (Muhammad Rasulullah)


Abu Al Ash bin Al Rabi adalah seorang dari suku Al Absyami yang berafiliasi ke suku Quraisy. Dia adalah seorang pemuda yang bagus posturnya, dan membuat iri orang yang melihatnya. Kenikmatan hidup telah datang pada dirinya dan ia juga memiliki garis keturunan yang mulia. Maka ia menjadi idola bagi para penunggang kuda bangsa Arab karena ia memiliki semua faktor yang dapat dijadikan kebanggan dirinya. Dia juga memiliki ciri-ciri manusia yang punya harga diri dan berkomitmen serta orang yang mempunyai semua peninggalan leluhurnya.

Abu Al Ash telah mewariskan hobby dagang Quraisy pada dirinya sehingga selalu melakukan ekspedisi pada waktu musim dingin dan musim panas. Kafilahnya tidak pernah berhenti melakukan perjalanan pulang- pergi Mekkah-Syam. Kafilah yang ia miliki terdiri dari 100 unta dan 200 orang. Banyak manusia yang menyerahkan harta mereka untuk ia perdagangkan bersama dengan harta yang ia miliki. Mereka begitu percaya kepadanya karena mereka sudah mengetahui kecerdasan, kejujuran dan sifat amanahnya.

Bibinya yang bernama Khadijah binti Khuwailid istri Nabi Muhammad bin Abdullah menjadikan ia seperti anak sendiri. Khadijah menempatkan Abul Ash di hati dan rumahnya sebuah tempat yang terhormat yang dipenuhi dnegan rasa cinta dan penerimaan.

Kecintaan Muhammad bin Abdullah pun kepada Abul Ash tidak kalah dari kecintaan Khadijah kepadanya.

Waktu berjalan tahun demi tahun menghampiri rumah keluarga Muhammad bin Abdullah. Anak putri tertua Beliau yang bernama Zainab

sudah beranjak remaja. Ia sudah mekar bak sekuntum bunga yang harum semerbak. Maka jangak sekali para putara pembesar Mekkah yang hendak meminangnya.

Bagaimana tidak?! Padahal Zainab adalah salah seorang putri Quraisy yang berasal dari garis keturunan terpandang. Orang tuanya adalah manusia terhormat, dan ia adalah gadis yang paling cerdas dan berakhlak di sana.

Akan tetapi, bagaimana mereka dapat meminang Zainab?!

Sebabnya mereka terhalang oleh sepupu Zainab senidir yang bernama Abul Ash bin Al Rabi yang juga seorang pemuda Mekkah!!

Hanya beberapa tahun setelah Zainab binti Muhammad dinikahkan dengan Abul Ash, maka terbitlah cahaya Ilahi yang begitu mulia di dataran Mekkah. Dan Allah Swt mengutus Nabi-Nya yang bernama Muhammad untuk membawa agama petunjuk dan kebenaran. Allah juga memerintahkan Beliau untuk memberikan peringatan kepada keluarganya yang terdekat. Maka mereka yang pertama kali beriman kepada Beliau adalah istrinya Khadijah binti Khuwailid, para putrinya yang bernama Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fathimah, meskipun pada saat itu Fathimah masih berusia belia.

Akan tetapi menantu Beliau Abul Ash enggan untuk meninggalkan agama leluhurnya dan menolak untuk masuk Islam sebagaimana yang dilakukan oleh istrinya, meskipun Abul Ash amat mencintai istrinya dan memberikan seluruh hatinya untuk Zainab.

Begitu pertentangan antara Rasulullah Saw dan Quraisy semakin sengit, maka sebagian mereka ada yang berkata: “Payah kalian! Kalian akan dapat membuat Muhammad galau karena kalian pernah menikahkan putra kalian dengan salah satu putrinya. Kalau kalian kembalikan putri tersebut kepadanya, pasti ia akan kerepotan mengurusi mereka!”

Maka Quraisy yang lain menjawab: “Alangkah bagusnya pendapat mu.” Lalu mereka mendatangi Abul Ash dan berkata kepadanya: “Ceraikan istrimu, wahai Abul Ash dan pulangkan ia ke rumah orang tuanya. Kami akan menikahkanmu dengan wanita mana saja yang paling cantik dari suku Quraisy.”

Abul Ash menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan menceraikan istriku.
Aku tidak mau menikahi semua wanita di dunia ini selain dia.”

Adapun kedua putri Rasulullah Saw yang lain yang bernama Ruqayyah dan Ummu Kultsum, mereka berdua telah dicerai dan dikembalikan ke rumah orang tuanya. Maka senanglah hati Rasulullah Saw dengan kembalinya kedua putri tadi ke pangkuannya, dan Beliau berharap bahwa Abul Ash akan melakukan hal yang sama, namun Rasulullah Saw tidak memiliki kekuatan untuk memaksakan kehendak tersebut, dan lagi pula pada saat itu belum disyariatkan bahwa mengawinkan perempuan mukmin kepada pria musyrik adalah haram.

Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah dan Beliau semakin memiliki pendukung dan kekuatan di sana, maka pihak Quraisy berangkat untuk membunuh Beliau di Badr. Maka Abul Ash pun turut serta dengan kondisi terpaksa. Sebab ia sendiri tidak ingin memerangi kaum muslimin, apalagi mengalahkan mereka. Akan tetapi posisinya di masyarakat yang membuatnya harus turut serta dalam keberangkatan ini. Perang Badr berakhir dengan kekalahan di pihak Quraisy yang telah mampu mengalahkan kekuatan syirik dan mematahkan punggung orang-orang yang ke lewat batas. Sebagian dari mereka terbunuh. Sebgaian lagi tertawan. Dan sebagian lagi menyelamatkan diri dengan berlari dari medan perang.

Dan termasuk orang-orang yang menjadi tawanan adalah Abul Ash, suami Zainab binti Muhammad Saw.

Rasulullah Saw menetapkan tebusan atas para tawanan tersebut agar mereka dapat dibebaskan. Tebusan tersebut berkisar antara 1000-4000 dirham sesuai status dan kekayaan tawanan tersebut.

Dan mulailah banyak utusan yang bolak-balik Mekkah-Madinah dengan membawa harta yang berasal dari uang tebusan tawanan.

Maka Zainab pun mengirimkan seorang utusannya ke Madinah yang membawa uang tebusan atas suaminya Abul Ash. Dan sebagai tebusannya adalah kalung yang dihadiahkan ibunya Khadijah binti Khuwailid saat Zainab akan melangsungkan perkawinan… Begitu Rasulullah Saw melihat kalung tersebut, maka wajah Beliau langsung dirundung kesedihan yang mendalam, dan Beliau menjadi begitu kasihan kepada putrinya. Lalu Rasul melihat ke arah para sahabatnya dan bersabda: “Zainab telah mengirimkan harta ini untuk menebus Abul Ash. Jika kalian berkenan untuk membebaskan tawanan ini baginya dan mengembalikan hartanya, maka lakukanlah!”

Maka para sahabat menjawab: “Baik. Kami akan melakukannya agar hatimu senang, ya Rasulullah!”

Namun Anbi Saw mensyaratkan kepada Abul Ash sebelum Beliau melepaskannya agar Abul Ash mau mengirimkan putrinya Zainab segera tanpa tunda-tunda.

Begitu Abul Ash tiba di Mekkah, ia langsung segera menepati janjinya.