Sa’d bin Abi Waqash Bagian 2

  • Home
  • Sa’d bin Abi Waqash Bagian 2
Aku selalu mendatanginya dari waktu ke waktu untuk memintanya agar mau memakan sedikit makanan atau meminum sedikit minuman. Ia menolak permintaanku dengan keras. Ia masih bersumpah untuk tidak makan dan minum hingga mati atau aku harus meninggalkan agamaku.

Pada saat itu aku katakan kepadanya: “Wahai bunda, meski aku begitu mencintaimu, namun cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar lagi. Demi Allah, jika engkau memiliki 1000 nyawa, lalu satu per satu nyawamu itu keluar dari tubuhmu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan agamaku ini demi apapun juga!”

Begitu ia melihat kesungguhanku, ia mau makan dan minum dengan hati yang kesal. Lalu turunlah firman Allah Swt:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] :15)

Hari di mana Sa;d bin Abi Waqash masuk Islam adalah hari dimana kaum muslimin merasakan adanya kebaikan terbanyak pada Islam:

Pada perang Badr, Sa’d dan saudaranya yang bernama Umair memiliki kisah tersendiri. Umair pada saat itu adalah seorang pemuda yang baru saja baligh. Begitu Rasulullah Saw memperhatikan barisan pasukan muslimin sebelum berangkat ke medang perang, Umair saudara Sa’d mundur kebelakang karena khawatir Rasulullah Saw akan melihatnya sehingga akan menolaknya karena usianya yang masih kecil. Benar saja Rasulullah Saw melihatnya lalu menolaknya yang membuat Umair menangis. Tangisannya membuat hati Rasulullah Saw luluh sehingga Beliau membolehkan Umair turut-serta.

Pada saat itu Sa’d menjadi gembira. Ia mengikatkan tali sarungnya pada diri Umair karena ia masih kecil. Dan berangkatlah kedua bersaudara tadi untuk berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh.

Begitu peperangan usai, Sa’d kembali ke Madinah sendirian. Sedangkan Umair telah gugur menjadi seorang syahid di medan Badr, dan Sa’d memohon kepada Allah agar saudaranya diberikan pahala seperti yang telah dijanjikan.

Pada perang Uhud. Saat pendirian pasukan muslimin mulai goyah dan berpisah dari barisan Nabi Saw sehingga tersisa sedikit saja yang bersama Beliau yang berjumlah tidak lebih dari 10 orang. Sat itu Sa’d bin Abi Waqash berdiri membela Rasulullah Saw dengan busur panahnya. Tidak satupun anak panah yang dilesatkan kecuali memakan seorang korban dari pihak kamu musyrikin.

Saat Rasulullah Saw melihat Sa’d melesatkan anak panahnya dengan cara ini, Rasulullah lalu memberikan semangat kepadanya dengan bersabda: “Panah mereka ya Sa’d, panah mereka demi ayah dan ibumu!”

Maka dengan motivasi Rasulullah Saw, Sa’d berbangga hati selama hidupnya seraya berkata: “Rasulullah Saw tidak pernah menggabungkan kedua orang tua dari seseorang saat bersumpah kecuali kepadaku saja.” Dan itu terjadi saat Rasululullah Saw bersumpah demi ayah dan ibunya secara bersamaan.

Akan tetapi Sa’d baru meraskan kebahagiaannya saat Umar Al Faruq bertekad untuk mengalahkan bangsa Persia lewat perang yang dapat membuat negeri mereka hancur, istana mereka roboh dan untuk mencabut akar penyembahan berhala dari muka bumi. Maka Umar mengirimkan surat kepada seluruh pegawainya yang ada di semua daerah yang berbunyi: “Kirimkanlah kepadaku semua orang yang memiliki senjata atau kuda, pertolongan atau pendapat, atau kemampuan dalam bersyair atau beretorika dan lainnya yang dapat membantu kami dalam peperangan!”

Maka datanglah gelombang para mujahidin ke Madinah dari setiap penjuru.Begitu semuanya telah terpenuhi, Umar Al Faruq meminta pendapat kepada Ashabul Halli wal Aqdi tentang orang yang dapat memimpin pasukan yang amat besar ini sehingga Umar dapat memberikan mandat kepadanya. Mereka semua berpendapat orang tersebut adalah: Si singa menerkam yaitu Sa’d bin Abi Waqash. Maka Umar memanggil Sa’d ra dan memberikan panji komando kepadanya.

Begitu pasukan yang besar ini hendak meninggalkan Madinah, Umar bin Khattab memberikan wasiat dan pesannya kepada panglima pasukan ini:

“Ya Sa’d, Janganlah engkau terpedaya dari jalan Allah jika ada yang mengatakan: Dia adalah paman Rasulullah dan sahabat Rasulullah. Sebab
Allah Swt tidak akan menghapuskan keburukan dengan keburukan. Akan tetapi Ia akan menghapuskan keburukan dengan kebaikan.

Ya Sa’d, Tidak ada nasab di antara Allah dan seseorang selain ketaatan. Manusia yang tinggi dan rendah dihadapan Allah adalah sama. Allah adalah Tuhan mereka, dan mereka adalah para hamba-Nya. Mereka akan mulia karena taqwa dan mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah dengan ketaatan. Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh Nabi karena itulah perintah yang sebenarnya.”

Berangkatlah pasukan yang penuh berkah ini. Dalam pasukan ini terdapat 99 orang yang pernah ikut dalam perang Badr. Ada 310 lebih orang yang pernah melakukan Bai’at Ridwan. 300 orang yang turut dalam Fathu Makkah bersama Rasulullah dan 700 orang anak-anak para sahabat.

Berangkatlah Sa’da dan pasukannya menuju Al Qadisiyah. Pada hari Harir(hari terakhir dari peperangan Al Qadisiyah), pasukan muslimin bertekad untuk mengalahkan Persia. Kaum muslimin mengepung musuh mereka dengan begitu ketatnya. Mereka menyerang dan merangsek barisan musuh dari segala penjuru dengan bertahlil dan bertakbir.

Maka kepala Rustum panglima pasukan Persia sudah diangkat dengan tombak-tombak pasukan muslimin. Maka merasuklah ketakutan dan kepanikan dalam setiap hati musuh Allah, sehingga bila ada seorang muslim yang menunjuk seorang dari pasukan Persia maka ia bisa mati, atau muslim tadi membunuhnya dengan senjata dengan amat mudah.

Sedangkan ghanimah tidak usah dibayangkan. Adapun yang menjadi korban,cukuplah Anda ketahui bahwa yang mati hanya karena tenggelam mencapai jumlah 3000 orang.

Sa’d dianugerahi umur panjang dan harta yang banyak. Akan tetapi saat ia menjelang wafat, ia meminta sebuah jubah yang terbuat dari shuf (wol) tebal. Ia berkata: “Kafankan aku dengan shuf itu, sebab aku menghadapi pasukan musyrikin dalam perang Badr dengan mengenakan baju itu. Aku berharap dapat berjumpa dengan Allah sambil mengenakan shuf itu.