Utbah bin Ghazwan Bagian 1

  • Home
  • Utbah bin Ghazwan Bagian 1
“Utbah bin Ghazwan Memiliki Posisi Terhormat dalam Islam” (Umar bin Khattab)


Amirul Mukminin merebahkan dirinya di ranjang setelah shatal Isya. Ia ingin sekali beristirahat setelah ia berkeliling melihat rakyatnya pada waktu malam.

Akan tetapi kantuk yang ia rasakan pun pergi, karena ada sebuah surat yang datang kepada Beliau berbunyi: “Pasukan Persia yang dikalahkan oleh pasukan muslimin rupanya selalu mendapatkan bala bantuan dari mana saja. Tidak lama lagi pasukan Persia akan mempersiapkan kekuatannya dan akan kembali melakukan perang.”

Dan ada yang mengatakan kepada khalifah bahwa kota Al Ubullah mempersiapkan bantuan yang amat banyak bagi pasukan Persia dengan memberikan harta dan prajurit yang berjumlah banyak.

Maka Umar langsung bertekad untuk mengirimkan sebuah pasukan untuk menaklukan Al Ubullah, dan memutuskan pasokan logistik mereka kepada pasukan Persia, akan tetapi khalifah masih ragu karena jumlah pasukan yang sedikit yang kini sedang ia miliki.

Hal itu dikarenakansebab pasukan muslimin baik yang masih muda maupun tua telah pergi mengarungi bumi untuk berjuang di jalan Allah, sehingga yang tersisa di Madinah hanyalah sedikit orang saja.
Maka khalifah berpikir dengan caranya sendiri yang telah masyhur dikenal orang. Yaitu dengan mengganti sedikitnya pasukan dengan kekuatan yang dimiliki oleh seorang panglima.

Lalu khalifah menghamburkan anak-anak panah milik para prajuritnya, kemudian Beliau menguji mereka satu demi satu dalam memanah. Kemudian ia berkata: “Aku telah menemukannya. Ya, aku telah menemukannya.”

Kemudian khalifah menuju kudanya dan berkata: “Dia adalah seorang mujahid yang telah turut dalam perang Badr, Uhud, Khandaq dan lain-lain. Tidak pernah pedangnya salah tebas, dan anak panah yang dilesatkannya tidak pernah meleset.

Dan ia telah berhijrah dua kali. Dan ia adalah orang ketujuh yang masuk Islam di muka bumi ini.”

Begitu waktu Shubuh tiba, khalifah berkata: “Panggilkan Utbah bin Ghazwan untuk menghadapku!”

Kemudian khalifah mempercayakan panji pasukan kepada Utbah yang didukung oleh 310 orang prajurit lebih. Dan Khalifah berjanji kepada Utbah bahwa ia akan menambahkan jumlah pasukannya.

Begitu pasukan yang sedikit ini hendak berangkat. Umar Al faruq berdiri untuk berpesan dan memberikan nasehatnya kepada pemimpin pasukan ini. Ia berkata: “Ya Utbah, Aku telah memerintahkanmu untuk berangkat ke Ubullah yang merupakan salah satu benteng musuh. Aku berharap Allah Swt akan membantumu untuk menaklukannya.

Jika engkau sudah tiba di sana, maka serulah penduduk Ubullah untuk kembali kepada Allah. Siapa di antara mereka yang memenuhi seruanmu, maka terimalah mereka dengan baik. Siapa yang tidak mau menerima seruanmu, maka pungutlah jizyah dengan menghinakan mereka. Kalau mereka tidak mau memberikannya, maka letakkanlah pedang di leher mereka bukan pada punuk mereka. Bertaqwalah selalu, ya Utbah dengan amanah yang kau emban.

Waspadalah dengan jiwamu yang dapat menimbulkan rasa sombong dan dapat merusak akhiratmu. Ketahuilah bahwa engkau pernah menjadi sahabat Rasulullah Saw sehingga Allah memuliakan engkau karena Beliau setelah hidup nista. Ia telah memberi kekuatan kepadamu karena Beliau setelah kelemahan, sehingga engkau menjadi seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan. Menjadi seorang panglima yang ditaati. Apa yang kau katakan akan didengar. Apa yang kau perintahkan akan ditaati. Alangkah hebat nikmat yang diberikan ini kepadamu selagi ia tidak memperdayamu dan memasukkanmu ke dalam jahannam. Semoga Allah akan melindungi dirimu dan diriku dari api jahannam.”

Utbah bin Ghazwan berangkat bersama para pasukannya dan ia juga diiringi oleh istrinya dan lima wanita lain yang merupakan istri atau saudari dari para prajurit. Mereka berjalan terus hingga tiba di daerah Qashba’ yang terletak tidak jauh dari kota Ubullah. Mereka tidak punya apa-apa untuk di makan.

Begitu lapar sudah menggila mereka rasakan, maka berkatalah Utbah kepada beberapa orang dari prajuritnya: “Carilah oleh kalian sesuatu yang dapat dimakan oleh kita dari negeri ini!”

Maka berangkatlah para prajurit yang disuruh tadi untuk mencari makanan yang dapat menghilangkan rasa lapar mereka. Rupanya ada kisah tersendiri yang dimiliki oleh para prajurit ini saat sedang mencari makanan. Salah seorang mereka berkisah:

Saat kami sedang mencari sesuatu yang dapat dimakan, kami menemukan sebuah pohon yang lebat dimana terdapat dua buah keranjang yang salah satunya berisikan kurma, dan pada yang lainnya berisikan biji putih kecil yang dibungkus dengan kulit kuning. Maka lalu keduanya kami ambil dan kami bawa menuju ke perkemahan. Lalu salah seorang dari kami melihat keranjang yang berisikan biji-bijian dan ia berkata: “Ini adalah racun yang disiapkan oleh musuh untuk kalian. Janganlah kalian mendekatinya!” Kemudian kami membawa keranjang yang berisi kurma dan kami makan sekeranjang kurma tersebut.

Sementara kami sedang asyik makan lalu tiba-tiba ada kuda yang telah berhasil memutuskan tali kekangnya, kemudian ia mendatangi keranjang yang berisi biji putih tadi kemudian memakannya. Demi Allah, kami ingin sekali untuk menyembelihnya sebelum ia mati sehingga kami dapat memanfaatkan dagingnya.

Lalu pemilik kuda tersebut menghampiri kami dan berkata: “Biarkan dia, aku akan mengawasi kuda ini pada malam hari. Jika aku melihat bahwa ia akan mati, maka aku akan menyembelihnya. Keesokan paginya, kami mendapati bahwa kuda tersebut masih sehat dan tidak terjadi apapun pada dirinya.

Lalu saudariku berkata: “Wahai saudaraku, aku pernah mendengar ayah berkata bahwa racun tidak akan berbahaya jika ditaruh di atas api dan dimatangkan.”
Kemudian aku mengambil beberapa biji tadi dan aku taruh di atas tungku lalu aku menyalakan api di bawahnya.
Kemudian saudariku berkata: “Kemarilah kalian! Lihatlah! Bagaimana warnanya menjadi merah, kemudian biji tersebut terkelupas kulitnya dan keluarlah dari bagian dalam biji yang berwarna putih.”