Zaid Bin Tsabit Al Anshary Bagian 1

  • Home
  • Zaid Bin Tsabit Al Anshary Bagian 1
Penterjemah Rasulullah
“Siapa yang Lebih Menguasai Ilmu Qafiyah Daripada Hasan & Putranya… Siapa yang Lebih Tahu Tentang Ilmu Ma’ani Daripada Zaid Bin Tsabit” (Hassan Bin Tsabit)


Kita kini sedang memasuki tahun kedua hijriyah… kota Madinah semakin sesak dipenuhi oleh manusia yang bersiap-siap untuk menyambut perang Badr.

Nabi Saw melakukan cek akhir pada pasukan pertama yang akan berangkat dibawah komandonya sendiri untuk berjihad di jalan Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi.

Terlihat di sana, ada seorang anak kecil yang belum genap berusia 12 tahun yang nampak memiliki kecerdasan dan kemuliaan diri.

Di tangannya terdapat sebilah pedang yang sama panjangnya dengan tubuh bocah tadi atau lebih panjang dari tubuhnya. Ia mendekat ke arah Rasul Saw lalu berkata: “Aku akan menjadi pelindungmu, ya Rasulullah. Izinkanlah aku untuk turut serta bersamamu dan berperang melawan musuh-musuh Allah di bawah panjimu.”

Rasulullah Saw lalu melihat anak ini dengan perasaan senang dan kagum. Kemudian Beliau menepuk pundak anak ini dengan lembut dan penuh perasaan sayang. Beliau menghibur anak ini, kemudian menyuruhnya pulang karena ia masih berusia dini.

Pulanglah bocah kecil tadi dengan menyeret pedangnya ke tanah dengan perasaan kesal dan sedih, sebab ia dilarang untuk menemani Rasulullah Saw dalam peperangan pertama yang Beliau lakukan.

Di belakang langkahnya juga turut pulang ibunya yang bernama An Nawar binti Malik, yang juga tidak kalah bersedih dan kesal.

Ibunya telah berharap bahwa matanya akan berbinar-binar saat melihat anaknyaberjalan bersama rombongan pria dewasa untuk berjihad di bawah komando Rasulullah Saw.

Ibunya berharap bahwa bocahnya dapat menempati posisi yang diharapkan yang dapat diisi oleh ayahnya kalau saja ia masih hidup.

Akan tetapi bocah Anshar ini saat ia tidak berhasil untuk mendekatkan diri kepada Rasulullah Saw dalam bidang ini karena usianya yang masih kecil, akan tetapi kecerdasannya –yang tidak berhubungan dengan umur- membuat dirinya dapat berhubungan dengan Nabi Saw.

Bidang itu adalah: ilmu pengetahuan dan hapalan.

Kemudian bocah tadi menceritakan ide ini kepada ibunya. Maka senang dan gembiralah ibunya, dan ia semangat untuk mewujudkan ide anaknya.

An Nawar menceritakan keinginan anaknya kepada para pria dari kaumnya. Maka beberapa pria tadi berangkat untuk menemui Rasulullah Saw dan berkata kepada Beliau: “Ya Nabi Allah, ini adalah seorang dari anak kami yang bernama Zaid bin Tsabit yang mampu menghapal 17 surat dari kitab Allah. Ia membacanya dengan benar persis seperti yang diturunkan kepada hatimu.

Lebih dari itu, ia adalah anak yang cerdas yang pandai menulis dan membaca. Ia ingin sekali dengan potensi yang ada dapat mendekatkan diri kepadamu dan mendampingimu… Jika engkau berkenan, silahkan dengarkan penuturannya!”

Rasulullah Saw lalu mendengarkan dari bocah Zaid bin Tsabit beberapa ayat Al Qur’an yang ia hapalkan. Rupanya bocah ini mampu membacanya dengan begitu baik, dan pelafalannya pun sempurna. Kalimat Al Qur’an keluar dari kedua bibirnya seperti bintang di langit yang menyala. Bacaannya begitu memberikan ilustrasi akan apa yang sedang ia baca. Setiap tanda waqaf di mana ia berhenti, menandakan bahwa ia amat mengerti akan hal yang dibacanya.

Maka gembiralah hati Nabi Saw karena mendapati bahwa bocah ini memiliki potensi yang lebih dari apa yang mereka katakan. Hal yang membuat Rasul lebih gembira adalah karena bocah ini amat pandai menulis… maka Rasulullah Saw melihat ke arah bocah ini dan bersabda: “Ya Zaid, pelajarilah untukku tulisan bangsa Yahudi. Sebab aku tidak mempercayai mereka atas apa yang aku katakan!” Maka Zaid menjawab: “Baik, ya Rasulullah!”

Maka mulailah Zaid mempelajari bahasa Ibrani sehingga ia menguasai bahasa tersebut dalam waktu singkat saja. Kemudian ia menuliskan bahasa tersebut kepada Rasulullah, jika ia berkeinginan untuk menulis surat buat bangsa Yahudi. Dan Zaid akan membacakan kepada Rasul, jika mereka mengirimkan surat kepada Beliau.

Lalu ia juga mempelajari bahasa Suryani atas perintah Rasul, sebagaimana ia mempelajari bahasa Ibrani.

Maka sejak saat itu pemuda yang bernama Zaid bin Tsabit menjadi penterjemah Rasulullah Saw.

Begitu Rasulullah Saw merasa percaya akan kecerdasan dan sifat amanah Zaid, ketelitian dan pemahamannya, maka Nabi Saw mempercayakan dia untuk menuliskan risalah langit yang turun ke bumi. Maka Rasul Saw menunjuknya sebagai salah seorang pencatat wahyu Allah…