Allah S.W.T mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tentaranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah S.W.T memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tentaranya. Fir'aun dan tentaranya tenggelam. Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan kepada Allah S.W.T telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sadar dan tabir telah terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyadari bahwa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah derhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan
bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah S.W.T bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah S.W.T.
Allah S.W.T berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)
Allah S.W.T menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar
(mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kezaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahwa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya dan mengetahui bahwa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari lehernya.
Setelah itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Quran al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat setelah jatuhnya rejim Fir'aun dan setelah tentaranya tenggelam; Al-Quran tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah S.W.T menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung semua itu; Al-Quran justru memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui dari ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah merusak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merusak fitrah mereka sehingga mereka menyiksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kezaliman terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah S.W.T karena mereka mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah S.W.T berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah S.W.T turun kepada mereka di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh awan. Al-Manna adalah makanan yang rasanya mendekati manis dan ia dihasilkan oleh sebagian pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah S.W.T juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang bernama as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga batu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua belas cucu maka Allah S.W.T mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyadarkan mereka untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan mengatakan bahwa mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah S.W.T dan mengeluarkan dari bumi makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahwa mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa menyadari betapa mereka merindukan kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan- makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya, mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya.