Sebagian kaum sufi berpendapat bahwa kaum Hawariyin bukan tidak mengetahui kekuasaan Allah SWT tetapi pertanyaan itu justru bersumber dari cinta kepada Allah SWT dan keinginan menyaksikan kekuasaan Allah SWT. Sikap mereka ini menyerupai dengan perbedaan tingkatan sikap Nabi Ibrahim as ketika beliau mengatakan:
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?' Allah berfirman: 'Apakah kamu belum percaya?' Ibrahim menjawab: 'Saya telah percaya, tetapi agar bertambah mantap hatiku.'" (QS. al-Baqarah: 260)
Oleh karena itu, kaum Hawariyin berkata: "Dan hati kami menjadi mantap," sebagaimana Nabi Ibrahim berkata: "Agar bertambah mantap hatiku." Inilah tafsir yang membuat kita puas dan membuat hati kita tenang. Nabi Isa menjawab pertanyaan mereka: 'Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman.' Yakni, hati-hatilah kalian dengan banyak bertanya dan menguji Allah SWT karena kalian tidak mengetahui apa yang boleh kalian minta untuk didatangkan bukti- bukti kekuasaan Allah SWT. Perkataan Nabi Isa, jika kalian benar-benar beriman terfokus kepada apa yang dibawanya yang berupa mukjizat- mukjizat atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Nabi Isa bermaksud untuk mengatakan, sesungguhnya apa yang telah aku bawa dari mukjizat- mukjizat bagi kalian seharusnya sudah cukup membuat hati kalian mantap. "Mereka berkata: 'Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tentram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.'"
Kaum Hawariyin menjelaskan kepada Isa sebab pertanyaan mereka ketika beliau melarangnya. Jika Nabi Isa keluar, maka beliau diikuti lima ribu orang atau lebih. Sebagian mereka dari kalangan Hawariyin dan sebagian yang lain campuran di antara pengikutnya dan musuhnya. Dikatakan bahwa mereka berpuasa dan mereka tidak mempunyai makanan, lalu para pengikut berkata kepada kaum Hawariyin, "Tanyalah kepada Isa apakah ia mampu berdoa kepada Tuhannya sehingga diturunkan kepada kita makanan dari langit." Kemudian kaum Hawariyin pergi dengan membawa surat kaum itu kepada Isa. Ketika Isa meminta mereka untuk merasa cukup dengan mukjizat-mukjizat sebelumnya, mereka kembali melontarkan kebenaran permintaan mereka: 'Kami ingin memakan hidangan itu. Mereka adalah orang-orang yang lapar sementara mereka tidak mempunyai makanan. Dan supaya tentram hati kami.
Hati kaum Hawariyin menjadi tenang seperti tenangnya hati Ibrahim. Dan para pengikut pun merasa hatinya tenang dan mengakui bahwa Isa adalah Nabi yang diutus untuk mereka. Dan hati musuh juga menjadi tenang karena mereka menyaksikan kebatilan mereka sehingga pilihan mereka untuk tidak mengikuti Isa berakibat pada suatu saat mereka akan diminta pertanggungjawaban.
"Dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami. Yakni kami mengetahui bahwa engkau utusan Allah. Dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu. Yakni, kami menyaksikan keesaan Allah dan risalah dan kenabianmu. Dan bagi orang lain yang tidak menyaksikannya, maka kami akan menceritakan kepada mereka peristiwa yang terjadi."
Isa putra Maryam berdoa: 'Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu: beri rezekilah kami dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.'
Ketika kaum Hawariyin bertanya kepada Isa bin M aram agar diturunkan makanan dari langit, maka Nabi Isa berdiri dan meletakkan pakaian dari kulit wol kemudian beliau melangkahkan kakinya dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, lalu beliau menundukkan kepalanya dalam keadaan khusyuk dan tunduk kepada Ala SWT. Kemudian beliau membuka matanya dan menangis sehingga air matanya membasahi janggutnya bahkan mencapai dadanya dan berkata: 'Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit... Allah berfirman: 'Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu.
Lalu turunlah makanan besar dari celah dua awan: satu awan di atasnya satu awan di bawahnya. Saat itu manusia melihatnya. Nabi Isa berkata, "Ya Allah jadikanlah makanan ini sebagai rahmat dan jangan menjadi fitnah." Lalu turunlah di depan Nabi Isa sapu tangan yang menutupinya kemudian Nabi Isa tersungkur dalam keadaan sujud yang diikuti oleh kaum Hawariyin. Mereka mendapati suatu bau yang harum yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.
Nabi Isa berkata, "Siapakah di antara kalian yang paling ikhlas dan paling percaya kepada Allah SWT agar ia membuka makanan itu sehingga kita bisa makan darinya serta berzikir kepada Allah SWT atasnya serta bersyukur kepadanya." Kaum Hawariyin berkata: "Wahai Ruhullah sesungguhnya engkau lebih berhak daripada kami dalam hal itu.", maka Nabi Isa berdiri lalu beliau mengambil wuduk dan solat. Kemudian beliau banyak berdoa sambil duduk di sisi makanan itu dan membukanya. Tiba- tiba di atas makanan itu terdapat ikan yang lazat yang tidak ada durinya. Nabi Isa ditanya: "Wahai Ruhullah, apakah ini makanan dari dunia atau dari syurga?" Nabi Isa menjawab: "Bukankah Tuhan kalian melarang kalian untuk bertanya pertanyaan semacam ini. Ia turun dari langit dan tidak ada makanan sepertinya di dunia dan ia bukan berasal dari syurga tetapi ia adalah sesuatu yang Allah SWT ciptakan
dengan kekuasaan yang luar biasa di mana Dia cukup mengatakan "jadilah, maka jadilah."
Para mufasir berbeda pendapat sekitar bentuk makanan yang diturunkan kepada Isa, apakah itu ikan atau daging? Apakah roti atau buah-buahan? Kami memandang bahwa pembahasan-pembahasan ini kurang penting. Sesuatu yang paling penting yang perlu kita perhatikan adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Isa, Sesungguhnya ia diciptakan oleh Allah SWT dengan kekuasaan yang mengagumkan di mana Dia cukup mengatakan "Jadilah, maka jadilah ia."
Inilah hakikat makanan tersebut. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yaitu suatu tanda yang Allah SWT mengancam bagi siapa yang menentangnya Dia akan menyiksanya dengan azab yang belum pernah diterima oleh seseorang pun di dunia. Para ulama berbeda pendapat apakah makanan tersebut memang diturunkan atau tidak, tetapi menurut pendapat majoriti dan ini yang benar makanan tersebut memang diturunkan, sesuai dengan firman Allah SWT: "Aku akan menurunkan hidangan itu bagimu. "
Dikatakan bahwa ribuan pengikut Nabi Isa memakannya dan makanan tersebut tidak habis. Setiap orang yang buta ia sembuh dari butanya dan setiap orang yang belang ia sembuh dari belangnya akibat memakan hidangan itu. Alhasil, setelah menyantap makanan itu, orang yang sakit sembuh dari penyakitnya. Maka hari turunnya makan itu dijadikan hari raya dari hari raya-hari raya kaum Hawariyin dan para pengikut Nabi Isa. Kemudian berita dan peristiwa turunnya makanan itu mulai hilang dan mulai dilupakan sehingga kita tidak menemukan beritanya hari ini di Injil- Injil yang mereka akui. Setelah peristiwa makanan yang Allah SWT ceritakan dalam surah al-Maidah, Allah SWT menunjukkan kepada kita sikap lain dari Nabi Isa bin Maryam. Allah SWT berkata setelah menceritakan kepada kita tentang turunnya mukjizat makanan dari langit:
"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: 'Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah!' Isa menjawab: 'Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau beri padaku (mengatakan)nya yaitu: 'Sembahlah Allah, Tuhanku, dan Tuhanmu,' dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.' Allah berfirman: 'lni adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka syurga yang di bawahnya mengalir sungai- sungai; mereka kekal di dalamnya selama-selamanya; Allah redha terhadap mereka dan mereka pun redha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.' Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. " (QS. al-Maidah: 116-120)
Dengan ayat-ayat tersebut, Al-Quran menutup surah al-Maidah. Demikianlah konteks Al-Quran berpindah secara mengejutkan dari turunnya makanan kepada sikap atau dialog antara Allah SWT dan Isa bin Maryam pada hari kiamat. Allah SWT bertanya pada hari kiamat: 'Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'
Para ahli ilmu sepakat bahwa pertanyaan tersebut bukan bersifat pertanyaan murni meskipun tampak dalam bentuk pertanyaan karena Allah SWT mengetahui apa yang dikatakan oleh Isa. Tentu yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah sesuatu yang lain. Ada yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud memberitahu Isa bahwa kaumnya telah mengubah ajarannya sepeninggalannya. Dan mereka telah mendapatkan fitnah. Ada lagi yang mengatakan bahwa Allah SWT bermaksud dari pertanyaan itu untuk mencela orang-orang yang mengubah akidah Nabi Isa setelah beliau tidak ada. Kami kira pertanyaan tersebut memuat dua makna dan mencakup makna yang lain.
Allah SWT ingin menyingkap dan memberitahu manusia dalam Kitab-Nya yang terakhir bahwa Nabi Isa terlepas dari berbagai macam tuduhan, dan apa saja yang dilakukan kaumnya sepeninggalannya. Konteks Al- Quran menunjukkan tentang peristiwa ghaib yang belum terjadi meskipun akan terjadi pada hari kiamat. Oleh karena itu, Al-Quran menyampaikannya dalam bentuk fi'il madhi (kata kerja bentuk lampau). Al-Quran menyampaikan berita ghaib ini kepada penduduk dunia agar mereka mengetahui hakikat Isa bin Maryam.
Allah SWT bertanya kepadanya dan Isa bin Maryam menjawab. Sebagai nabi besar, Isa tidak menjawab kecuali setelah ia mengatakan: 'Maha Suci Engkau ya Allah.' Sebelum menjawab, Isa memulai dengan tasbih dan menyucikan Allah SWT. Nabi Isa menampakkan kepatuhan dan ketundukan kepada kemuliaan Allah SWT dan rasa takut terhadap azab- Nya. Qurthubi menyampaikan dalam tafsirnya: