KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 6

  • Home
  • KISAH NABI MUSA DAN NABI HARUN A.S Bagian 6
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)

Musa kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap bergerak. Allah S.W.T berkata kepada Musa:

"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)

Musa menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah S.W.T terjadi dengan cepat. Kemudian Allah S.W.T memerintahkan kepadanya:

"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat
bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)

Musa meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah S.W.T padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.

Musa merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah S.W.T memerintahkan kepadanya - setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah S.W.T memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah S.W.T dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah S.W.T menenangkan Musa dengan mengatakan bahwa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah S.W.T memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah S.W.T agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.

Allah S.W.T berfirman:

"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)

Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan dengan firman Allah S.W.T kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah S.W.T telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah S.W.T memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah S.W.T yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.

Selesailah masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah S.W.T memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah S.W.T mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh Fir'aun.

Allah S.W.T berkata kepada Musa dan Harun:

"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)

Inilah tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah S.W.T padanya:

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)

Musa bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah S.W.T, tentang rahmat-Nya, tentang surganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah S.W.T, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahwa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa."

Musa mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya dan berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang.