Utbah bin Ghazwan Bagian 2

  • Home
  • Utbah bin Ghazwan Bagian 2
Kemudian kami menaruhnya di sebuah jufnah agar kami dapat memakannya. Kemudian Utbah berkata kepada kami: “Sebutlah nama Allah pada makanan tersebut lalu makanlah oleh kalian!” Kemudian kami memakannya dan rupanya ia bagus sekali. Setelah itu kami baru tahu bahwa namanya adalah beras.

Ubullah yang menjadi tujuan pasukan Utbah bin Ghazwan bersama pasukannya yang sedikit adalah sebuah kota yang terbenteng rapat dan

terletak di pinggir sungai Dajlah. Bangsa Persia telah menjadikan kota Ubullah sebagai tempat penyimpanan senjata mereka. Mereka juga membuat beberapa menara dari benterng tersebut untuk mengintai dan mengawasi para musuh mereka.

Akan tetapi itu semua tidak menghalangi Utbah bin Ghazwah untuk memeranginya, meski jumlah pasukannya yang sedikit dan persenjataan yang tidak lengkap. Karena pasukannya hanya terdiri dari 600 orang prajurit yang disertai sejumlah wanita. Mereka juga tidak memiliki persenjataan yang memadai selain pedang dan tombak. Maka Utbah harus menggunakan kecerdasannya dalam hal ini.

Utbah menyiapkan beberapa panji yang terikat di ujung tombak untuk dipegang oleh para wanita. Ia memerintahkan kepada para perempuan tadi untuk berjalan di belakang para prajurit. Ia berkata kepada para perempuan tersebut: “Jika kami sudah mendekat ke kota tersebut. Maka hamburkanlah debu dari belakang kami sehingga memenuhi angin.”

Begitu mereka sudah mendekat ke kota Ubullah, maka dihampiri oleh pasukan Persia yang melihat kedatangan mereka. Kemudian pasukan Persia melihat panji-panji yang berkibar di belakang pasukan muslimin dan mereka juga melihat debu-debu bertebaran yang telah memenuhi langit.

Salah seorang dari pasukan Persia berkata: “Mereka ini adalah pasukan pembuka. Dibelakang mereka ada sebuah pasukan yang amat besar yang mampu menerbangkan debu. Sedangkan kita adalah pasukan yang sedikit.”

Lalu merasuklah rasa takut di hati mereka, maka mereka segera membawa semua yang enteng bobotnya namun mahal harganya bersama mereka. Mereka segera berlomba-lomba untuk menaiki perahu-perahu besar yang ada di sungai Dajlah, dan mereka pun melarikan diri.

Maka masuklah Utbah ke kota Ubullah tanpa kehilangan seorang pun dari pasukannya.

Kemudian ia menaklukan semua kota dan kampung yang terletak disekeliling Ubullah.

Ia mendapatkan ghanimah dari sana yang tidak dapat dihitung lagi, dan melebihi semua hitungan. Sehingga ada salah seorang prajuritnya yang kembali ke Madinah dan ditanya oleh orang lain: “Bagaimana kaum muslimin yang ada di Ubullah?” Ia menjawab: “Apa yang hendak kalian pertanyakan?!! Demi Allah, saat aku tinggalkan, mereka sedang menakar emas dan perak!” Maka serentaklah manusia segera berangkat ke Ubullah.

Pada saat itulah Utbah bin Ghazwan melihat bahwa pasukannya yang tinggal di kota-kota yang telah ditaklukkan akan membuat mereka terbiasa dengan kehidupan yang lembek, dan membuat mereka bergaya hidup seperti para penduduk negeri tersebut, serta dapat melemahkan tekad mereka untuk meneruskan jihad. Lalu Utbah mengirimkan surat kepada Umar bin Khattab yang meminta izin kepadanya untuk membangun kota Bashrah dan memberitahukan kepada khalifah tempat yang ia pilih, dan khalifah pun mengizinkannya.

Utbah lalu membuat berbagai perencanaan untuk kota yang baru.
Bangunan pertama yang ia buat adalah sebuah mesjid yang besar.

Ini tidak mengherankan, sebab karena masjid ia dan beberapa sahabatnya berangkat berjihad di jalan Allah. Dan dengan masjid, ia dan para sahabatnya menang dalam menghadapi para musuh Allah.

Kemudian para prajurit berlomba-lomba dalam memiliki tanah dan membangun rumah.

Akan tetapi Utbah belum juga membangun rumah untuk dirinya sendiri, akan tetapi ia masih tinggal di sebuah rumah yang terbuat dari kain. Hal itu dikarenakan bahwa ia telah merahasiakan sesuatu di dalam dirinya.

Utbah melihat bahwa dunia telah terbentang luas bagi kaum muslimin di Basrah sehingga membuat manusia lupa diri.

Dan para prajuritnya yang dulu tidak pernah kenal makanan yang lebih enak dari beras yang direbus bersama gabahnya, saat ini telah merasakan berbagai makanan bangsa Persia seperti Faludzaj, Lauzinaj dan lainnya yang membuat mereka suka.

Maka Utbah merasa khawatir terhadap urusan agama yang mulai terganggu oleh perdaya dunia. Dan ia juga menyeru untuk mendahulukan akhirat daripada dunia.

Lalu ia mengumpulkan semua penduduk di Masjid Kufah dan berkhutbah dihadapan mereka dengan berkata: “Wahai manusia, sungguh dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Sedangkan kalian dari dunia ini akan berpindah ke sebuah negeri yang tidak pernah ada akhirnya. Maka pindahlah kalian ke semua ke negeri tersebut dengan amal-amal baik kalian.

Aku adalah orang ke tujuh yang masuk Islam dan beriman kepada Rasulullah Saw. Kami saat itu tidak memiliki apapun untuk dimakan selain daun pepohonan sehingga ujung bibir kami terluka karena memakannya.

Aku pernah menemukan sebuah selendang -pada suatu hari- kemudian aku membaginya menjadi dua bagian satu untukku dan satunya lagi untuk Sa’d bin Abi Waqash. Kemudian selendang tersebut aku jadikan sarung, dan Sa’d pun menjadikan sarung dengan setengah bagian selendang tadi.

Lalu tiba-tiba pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kita kecuali ia telah menjadi seorang amir atas daerah tertentu. Aku berlindung kepada Allah untuk menjadi besar dihadapan diri sendiri dan kecil dihadapan Allah.”

Kemudian Utbah menunjuk seseorang dari mereka untuk menggantikannya, kemudian ia mengucapkan kata perpisahan kepada mereka dan ia pun berangkat ke Madinah.

Begitu ia menghadap Umar Al Faruq, Utbah mengundurkan diri sebagai Gubernur Bashrah namun Umar tidak mengizinkannya. Kemudian Utbah mendesak namun Umar pun masih tetap dengan pendiriannya.

Kemudian Umar memerintahkan Utbah untuk kembali ke Bashrah dan Utbah pun patuh atas perintah Umar dengan hati yang berat, dan ia menunggangi untanya dan berdo’a: “Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke sana... Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke sana!”

Maka Allah Swt mengabulkan do’anya. Tidak jauh dari Madinah, unta yang ia tunggangi ditemukan oleh orang, dan Utbah jatuh dari atasnya dengan tiada bernyawa. Rupanya ia sudah meninggal.