Abu Ayub Al Anshary (Khalid bin Zaid Al Najary) Bagian 1

  • Home
  • Abu Ayub Al Anshary (Khalid bin Zaid Al Najary) Bagian 1
“Dimakamkan di Bawah Benteng Kostantinopel”


Ini adalah seorang sosok sahabat besar yang terkenal denga nama Khalid bin Zaid bin Kalib dari Bani An Najar. Panggilannya adalah Abu Ayub, dan ia berasal dari suku Anshar.

Siapakah dari kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayub Al Anshary?

Allah telah mengharumkan namanya dari timur hingga ke barat negeri. Allah telah meninggikan derajatnya saat Ia memilih rumah Abu Ayub bukan rumah kaum muslimin lainnya saat sebagai tempat singgah Rasulullah Saw saat Beliau tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Dan hal ini cukup membuat bangga diri Abu Ayub.

Saat Rasulullah Saw singgah di rumah Abu Ayub ada sebuah kisah yang amat manis dan indah untuk dikenang.

Hal itu dimulai begitu Rasulullah Saw tiba di Madinah, Beliau disambut oleh hati terbuka para penduduknya dengan sambutan yang begitu mulia. Mata mereka memancarkan kerinduan seorang kekasih kepada Nabi Saw. Mereka mau membukakan pintu hati mereka bagi Beliau Saw. Mereka juga membuka pintu mereka agar Nabi Saw mau singgah sebagai tempat singgah yang paling mulia. Akan tetapi Rasulullah Saw sempat singgah di Quba sebuah dataran yang terdapat di Madinah 4 hari lamanya. Selama itu Rasulullah sempat membangun sebuah mesjid yang kemudian menjadi mesjid pertama yang dibangun berdasarkan tqawa.

Kemudian Beliau pergi meninggalkan Quba dengan mengendarai untanya menuju Madinah, di tengah perjalanan para pemuka Yatsrib menghalangi jalan Rasul Saw. Masing-masing dari mereka menginginkan agar Rasulullah Saw berkenan singgah di rumah salah satu dari mereka… Masing-masing mereka menarik unta Rasul sambil berkata: “Menginaplah di rumah kami ya Rasulullah dalam penjagaan dan pengawasan yang begitu kuat.” Rasul bersabda kepada mereka: “Biarkan unta ini berjalan, karena ia sudah diperintahkan.”

Unta Rasul Saw lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat tujuan yang diikuti oleh pandangan mata dan harapan hati para penduduk Madinah… Jika unta tersebut telah melewati sebuah rumah maka pen ghuni rumah tadi menjadi sedih dan putus asa dibuatnya, pada saat yang sama sinar pengharapan masih terus terpancar pada jiwa para tetangganya yang belum dilewati oleh unta Rasulullah Saw.

Unta tersebut masih saja melakukan tugasnya dan para manusia mengikuti jejaknya karena mereka betapa ingin mengetahui siapa yang akan mendapatkan keberuntungan ini; sehingga unta tersebut tiba di sebuah pekarangan kosong di depan rumah Abu Ayub Al Anshary, dan unta tadi langsung duduk di sana…

Akan tetapi meski unta sudah duduk namun Rasulullah belum juga turun dari punuknya…

Unta tersebut juga terus duduk di sana. Ia tidak lompat, berdiri lalu pergi, dan Rasulullah Saw melepaskan tali kekang dari untanya. Unta Beliau masih saja tetap di sana tanpa mengangkat kakinya lagi dan ia masih tetap di tempat berhentinya yang semula.

Pada saat itu, terbuncah kegembiraan hati Abu Ayub Al Anshary dan ia langsung menghambur menghampiri Rasulullah Saw untuk menyambut Beliau. Ia membawakan barang-barang milik Rasulullah seolah ia sedang membawa harta karun yang terkandung di seluruh dunia ini, dan ia pun masuk ke dalam rumahnya.

Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua tingkat. Abu Ayub mengosongkan tingkat atas dari rumahnya agar Rasulullah Saw bisa tinggal di sana.

Akan tetapi Rasulullah Saw lebih memilih untuk tinggal di bawah saja. Dan Abu Ayub pun melakukan permintaan Rasul Saw dan menempatkan Beliau sesukanya.

Begitu malam mulai datang dan Rasul Saw sudah berada di peraduannya. Abu Ayub dan istrinya hendak naik ke tingkat atas. Begitu mereka baru saja mau menutup pintu, Abu Ayub menoleh ke arah istrinya sambil berkata: “Celaka kamu, apa yang telah kita perbuat? Apakah pantas Rasulullah Saw berada di bawah dan kita tinggal di atasnya?! Apakah kita akan melangkah di atas tubuh Rasulullah Saw?! Apakah kita akan berjalan di antara seorang Nabi dan wahyu?! Kita bisa celaka kalau begitu.”

Akhirnya suami-istri tersebut menjadi bingung dan mereka berdua tidak tahu mau berbuat apa.

Keduanya merasa tidak tenang kecuali pada saat mereka mau ke bagian atas rumah di mana tidak tepat berada di atas tubuh Rasulullah Saw. Mereka berdua dengan hati-hati tidak melangkah kecuali pada sudut pinggir yang jauh dari tengah.

Begitu menjelang pagi, Abu Ayub berkata kepada Nabi Saw: “Demi Allah, tadi malam kami tidak bisa tertidur. Baik aku atau Ummu Ayub.” Rasulullah Saw bertanya: “Mengapa demikian, wahai Abu Ayub?!” Ia
menjawab: “Aku teringat bahwa aku berada di tengah rumah dimana Engkau berada di bawahnya, dan aku sadar bahwa jika aku bergerak pasti akan membuat debu beterbangan dan menimpamu sehingga dapat mengganggumu. Dan aku teringat bahwa aku akan menghalangi dirimu dan wahyu.”

Rasulullah Saw lalu bersabda kepadanya: “Tenanglah, wahai Abu Ayub. Aku lebih senang tinggal di bawah, karena banyak orang yang mengunjungiku.”

Abu Ayub berkata: “Aku melaksanakan perintah Rasulullah Saw hingga pada suatu malam yang dingin tempat air kami pecah dan airnya tumpah dari atas. Maka aku dan Ummu Ayub bergegas menghampiri air tersebut. Kami tidak memiliki apa-apa selain selembar kain yang kami jadikan lap. Kami mencoba mengeringkan air tersebut dengan lap tersebut karena khawatir dapat mengenai Rasulullah Saw.”

Begitu masuk pagi, aku datang kepada Nabi Asw dan aku berkata kepadanya: “Demi ibu dan bapakku, aku merasa segan berada di atasmu dan kau berada di bawahku. Dan aku ceritakan kepada Beliau tentang tempat air yang pecah tadi. Beliau langsung memenuhi permintaanku dan naik ke bagian atas rumah. Dan aku beserta Ummu Ayub pun pindah ke bawah.

Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayub selama kira-kira 7 bulan lamanya. Sehingga selesai pembangunan masjid Rasul di sebuah tanah kosong yang pernah dipakai sebagai tempat pemberhentian oleh untanya. Lalu Nabi Saw pindah ke kamar yang dibangun untuk dirinya dan para istrinya yang berada di sekitar Masjid. Dan Nabi Saw menjadi tetangga Abu Ayub. Alangkah mulianya kehidupan bertetangga ini.