Allah S.W.T berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat derhaka dan melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah S.W.T serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang - karena mereka sebagai orang-orang mukmin - melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyadarkan mereka dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah S.W.T yang turun kepada mereka; bagaimana Allah S.W.T menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahwa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno mengatakan bahwa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk menyadarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan menyembah berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rusak dan mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahwa kaumnya sangat jauh dari kebaikan. Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di mana untuk mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahwa ia tidak memiliki sesuatu pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar Allah S.W.T memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah S.W.T menurunkan keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rusak fitrahnya. Yaitu keputusan yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan lahir generasi yang baru; generasi yang belum rusak jiwanya dan mereka akan dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah S.W.T berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil, mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah
S.W.T. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah S.W.T berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah S.W.T menjawab: "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahwa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahwa Allah
S.W.T menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah S.W.T dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah S.W.T.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyadari bahwa Allah S.W.T yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau Istrinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahwa kandungan sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)